Ambon, 7/6 (Antara Maluku) - Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Dinas Kehutanan Maluku akan mengajukan tersangka kasus penyerobotan hutan produksi dan kawasan konservasi di kabupaten Seram Bagian Barat pada 2013, Paulus Samuel Puttileihalat kepada

kepolisian guna dimasukan daftar pencarian orang.

Hal itu karena tiga kali tidak memenuhi panggilan, kata Kadis Kehutanan Maluku, Sadli Ie yang dikonfirmasi, Rabu.

Dia mengatakan, stafnya sedang menyiapkan administrasi untuk diajukan kepada Kapolda melalui Gubernur Maluku Said Assagaff agar menetapkan Paulus masuk daftar pencarian orang (DPO).

"PPNS telah kembali dari merampungkan data maupun mengecek keberadaan Paulus di Piru, ibu kota kabupaten SBB," katanya.

Namun bersangkutan tidak memenuhi panggilan untuk proses penyerahan tahap II, yakni barang bukti dan tersangka ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) setempat sehingga harus ditetapkan masuk DPO.

Berkas administrasi yang diajukan ke Kapolda Maluku juga memintakan adanya surat pencarian orang (SPO) terhadap Paulus.

"Jadi DPO maupun SPO diterbitkan Kapolda Maluku, selanjutnya dikoordinasikan dengan Polda di daerah lain, termasuk Polres maupun Polsek," kata Sadli.

Dia mengemukakan, langkah ini ditempuh karena PPNS Dishut Maluku telah melakukan pemanggilan terhadap Paulus yang ditetapkan sebagai tersangka pada 4 Januari 2016.

Sedangkan, pemanggilan pertama pada 19 Mei 2017, kedua 24 Mei 2017 dan ketiga 5 Juni 2017.

"Kami sebenarnya mengharapkan Paulus kooperatif sehingga tidak dijemput paksa karena JPU Kejati Maluku telah menyatakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) bersangkutan lengkap pada 18 Mei 2017," ujarnya.

Sadli mengapresiasi kinerja dari PPNS Dishut Maluku tidak "patah arang" menyelesaikan BAP tersangka yang telah beberapa kali dikembalikan JPU Kejati Maluku.

"Rasanya kerja keras untuk menegakkan hukum terhadap kasus penyerobotan hutan produksi dan kawasan konservasi di SBB menunjukkan hasil optimal dari para PPNS yang termotivasi untuk merampungkan BAP tersebut," kata Sadli.

Sebelumnya, Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Maluku, Samy Sapulette mengemukakan, BAP Paulus dinyatakan lengkap atau P21 pada 18 Mei 2017, menyusul diteliti JPU sejak 3 Mei 2017.

"Jadi tinggal koordinasi PPNS Dishut Maluku dan JPU untuk penyerahan tersangka dan barang bukti atau tahap II," tandasnya.

Kasus ini berawal saat personil Dishut Provinsi Maluku bersama Ditreskrimsus Polda setempat melakukan operasi gabungan menindaklanjuti pembukaan ruas jalan di kawasan Ariate-Waisala, Kabupaten SBB pada tahun anggaran 2013.

Tim menemukan penyerobotan hutan produksi dan kawasan konservasi di Gunung Sahuwai tanpa izin dari Menteri Kehutanan untuk proyek yang dikerjakan PT Karya Ruata.

Paulus dijerat dengan pasal berlapis, yakni pasal 50 ayat (3) huruf a dan j, pasal 78 ayat (2) dan ayat (9) serta ayat (15) UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Jo UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Ancaman hukumannya 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp5 miliar.

Pewarta: Alex Sariwating

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017