Ambon, 19/6 (Antara Maluku) - Pameran Kode Social 267 menyuguhkan cerita siklus hubungan relasi manusia yang bergerak dan berubah-ubah seiring pergantian ruang dan waktu, melalui perpaduan karya sastra berupa puisi dan seni lukis, Senin.

Digelar oleh komunitas pekerja film indie "Beta Film" di aula Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon, lukisan-lukisan yang disajikan tidak dibuat di atas kanvas melainkan triplek, sedangkan puisi ditampilkan seperti seni rupa dua dimensi, yakni dengan ditempelkan di rak telur bercat merah menyala.

Tak kurang dari 19 lukisan dan puisi dari penyair dan pelukis lokal, yakni Morika Tetelepta, Revelino Berry Nepa, Petra Anjani Ayowembun, Theizard Saiya dan John Lakburlawar ditampilkan dalam Pameran Kode Social 267.

267 dalam judul pameran itu merujuk pada tangga nada "re, la dan si" yang menggambarkan hubungan antar manusia dengan sesamanya, alam, dan teorisme musik yang terus berganti dalam wujud ruang dan waktu.

Ada kesan sinisme dalam karya-karya lukis dan sastra yang disajikan saling terpadu dalam pameran tersebut.

Lukisan bergambar telinga dan tangan milik Petra Anjani Ayowembun misalnya, dijelaskan secara sinis oleh Morika Tetelepta dalam puisi berjudul "Cotton Bud", dikatakan fungsinya untuk mengeluarkan kotoran telinga yang dihasilkan dari hinggar-binggar, gosip rumah tangga dan semacamnya.

Karya Petra lainnya yang cukup "menohok" adalah lukisan relasi manusia yang dipisahkan oleh telepon pintar.

Dalam lukisan tersebut, digambarkan rantai besi yang yang mengikat kaki tokoh laki-laki dan perempuan masih terpasang, tapi rantai besi di tangan mereka yang memegang telepon genggam telah terputus.

Tak jauh berbeda, John Lakburlawar dalam lukisannya menggambarkan hubungan antara manusia dengan alam tidak sejalan. Ada relasi kuasa antar yang kuat dari pemilik modal menekan manusia di bawahnya, alam terus mengalami kerusakan dan itu terjadi dalam siklus kehidupan manusia sejak dilahirkan hingga mati.

John juga memaparkan adanya perbedaan level antara musik-musik tradisional dan modern dalam kehidupan manusia pada lukisannya yang lain.

Di lukisannya itu, John menampilkan totobuang (alat musik khas Maluku) dengan tangga nada musik tradisional dan saxophone dengan tangga nada jazz.

Penyair Morika Tetelepta mengatakan relasi manusia memiliki peran penting dalam siklus kehidupan. Sejak dulu hingga sekarang, relasi manusia telah berubah-ubah seiring perubahan ruang dan waktu.

"Kami mencoba memadukan sastra dan seni lukis dalam satu bagian yang utuh, puisi dihadirkan untuk menjelaskan maksud dari lukisan yang ditampilkan. Tidak melulu harus kertas secara utuh ditempel, monoton, maka puisi yang kami tampilkan juga dibuat lebih menarik dengan ditempel di rak telur," katanya.

Pewarta: Shariva Alaidrus

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017