Ternate, 9/8 (Antara Maluku) - Budayawan dari Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, Ismail M mengatakan Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate, Maluku Utara dalam melaksanakan program pembangunan di daerah itu tidak mengabaikan kearifan lokal.

"Kalau kearifan lokal diabaikan maka Ternate yang sejak abad ke-16 dikenal di dunia ditandai dengan datangnya bangsa-bangsa Eropa, akan kehilangan identitas," kata Ismail M di Ternate, Rabu.

Menurut dia, Pemkot Ternate sebenarnya menunjukkan perhatiannya terhadap upaya pelestarian kearifan lokal, seperti adanya regulasi dalam bentuk peraturan daerah mengenai pelestarian adat serta adanya program menjadikan Ternate sebagai kota budaya, kota agamis dan kota pusaka.

Tetapi implementasinya, kata Ismail, tidak dilaksanakan secara baik, contohnya kewajiban menggunakan bahasa daerah Ternate setiap hari Jumat di kantor lingkup Pemkot Ternate, hanya dipraktikkan beberapa hari dan sekarang gaungnya telah hilang.

"Begitu pula upaya melestarikan bahasa daerah Ternate kepada anak-anak melalui muatan lokal di sekolah, sekarang ada sekolah yang justru menggantinya dengan bahasa Inggris dan guru kontrak bahasa daerah Ternate tidak lagi dibayar honornya," ujar Ismail.

Ia mengatakan program Pemkot Ternate untuk menjadikan daerah itu sebagai kota pusaka dunia juga tidak disertai dengan keseriusan untuk melestarikan berbagai peninggalan sejarah yang menjadi syarat suatu daerah ditetapkan sebagai kota pusaka dunia.

"Pemkot Ternate boleh saja membangun sesuatu sesuai dengan tuntutan kekinian, seperti membangun berbagai fasilitas publik untuk menjadikan Ternate sebagai smart city atau kota cerdas, tetapi harus diselaraskan dengan pelestarian nilai-nilai kearifan lokal," ujarnya.

Ismail juga menyoroti perilaku masyarakat Ternate, khususnya generasi muda yang kurang memiliki kepedulian mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal, misalnya dalam gaya hidup yang mulai tidak menunjukkan akar budaya lokal.

Pewarta: La Ode Aminuddin

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017