Ambon, 27/9 (Antara Maluku) - Koordinator Pengawas (Korwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Polda Maluku belum menjawab permohonan Dinas Kehutanan (Dishut) Maluku untuk menghadirkan paksa tersangka penyerobotan hutan produksi dan kawasan konservasi di kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Paulus Semuel Puttileihalat.

"Kami masih menunggu persetujuan Korwas PPNS Polda Maluku untuk penyerahan tersangka dan barang bukti (tahap) II kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Maluku," kata Kabid Pembinaan Hutan Dishut Maluku, Sandy Luhulima, dikonfirmasi, Rabu.

Dia mengemukakan, PPNS Dishut Maluku telah mengajukan permohonan untuk persetujuan Korwas PPNS Polda Maluku sejak 22 September 2017.

"Bila Korwas PPNS Polda Maluku menyetujui upaya paksa untuk menghadirkan tersangka, maka dieksekusi untuk tahap II ke JPU Kejati Maluku," ujar Sandy.

PPNS Dishut Maluku akan intensif berkoordinasi dengan Korwas untuk menghadirkan tersangka, mengingat proses tahap II mantan pelaksana tugas (Plt) Kadis PU SBB itu sejak BAP dinyatakan lengkap atau P21 oleh JPU Kejati Maluku pada Mei 2017.

"Kami menghargai surat keterangan dokter yang menjelaskan tersangka sakit. Namun, alasan tersebut disampaikan setiap kali surat pemanggilan disampaikan agar mematuhi karena prosesnya harus tahap II ke Kejati Maluku," katanya.

Upaya paksa ini juga sudah dikonsultasikan dengan penyidik Kejati Maluku dalam upaya menerapkan langkah hukum tepat terhadap tersangka.

"Kami seharusnya telah melaksanakan tahap II ke Kejati Maluku. Namun, tersangka melalui kuasa hukumnya menyampaikan penangguhan dengan alasan sakit dari dokter ahli sehingga belum merealisasikan," ujar Sandy.

Padahal, PPNS Dishut merencanakan melakukan menjemput paksa tersangka pada 11 September 2017 karena pemanggilan kedua yang jatuh temponya pada 7 September 2017 ternyata tersangka kembali mengajukan surat keterangan dokter di Piru, ibu kota kabupaten SBB bahwa sedang sakit.

"Kami kembali harus menoleransi tersangka untuk memenuhi pemanggilan dengan mengecek dokter yang memberikan keterangan sakit," ujarnya.

Karena itu, PPNS Dishut Maluku memandang perlu berkoordinasi dengan penyidik Kejati Maluku maupun Korwas PPNS Polda setempat menindaklanjuti alasan sakit yang sudah tiga kali diajukan tersangka.

"Hasil koordinasi dengan Korwas PPNS Polda Maluku dan Kejati setempat menjadi pertimbangan untuk memproses tersangka selanjutnya karena mangkir dari pemanggilan pertama sejak 31 Agustus 2017, selanjutnya beralasan sakit," tandas Sandy.

Dia mengemukakan, keputusan praperadilan yang mengabulkan permohonan Paulus, tidak menggugurkan statusnya sebagai tersangka.

"Kami menghargai keputusan Hakim yang mengabulkan permohonan praperadilan Paulus terhadap penangkapan dan penahanannya di Rutan Polda Maluku pada 16 Agustus 2017 yang dinilai tidak sah," kata Sandy.

Hakim beralasan Paulus tidak pernah menerima surat pemanggilan dari PPNS hingga ditangkap di Jakarta Selatan atas kerjasama PPNS Dishut Maluku, Ditreskrimsus Polda Maluku dan Polres Jakarta Selatan pada 15 Agustus 2017.

Setelah ditangkap, tersangka dievakuasi ke Ambon menggunakan pesawat Batik Airlines terakhir dari Bandara Halim Perdana Kusumah pada Rabu (16/8) siang, selanjutnya ditahan di Rutan Polda Maluku di Tantui.

Sandy mengemukakan, PPNS Dishut Maluku sebenarnya telah menyampaikan surat pemanggilan ke rumah Paulus di Piru, ibu kota kabupaten SBB.

Pasca keputusan hakim, Paulus dikeluarkan dari Rutan Polda Maluku, selanjutnya PPNS Dishut melakukan pemanggilan pertama untuk penyerahan tahap II ke Kejati Maluku sejak 31 Agustus 2017 ternyata mangkir.

Kuasa hukum Paulus mengajukan permohonan izin berobat pada 18 Agustus 2017 dengan dilengkapi keterangan dokter yang setelah dikaji dengan staf maupun PPNS, makanya dizinkan menjalani rawat nginap sesuai prosedur tetap (Protap).

Paulus ditetapkan masuk Daftar Pencaharian Orang (DPO) Polda Maluku sejak 22 Juni 2017.

Tersangka dijadikan DPO karena tiga kali tidak memenuhi panggilan PPNS Dishut Maluku untuk diperiksa dalam kasus tersebut.

Dishut Maluku melalui Gubernur Maluku, Said Assagaff menyurati Kapolda Maluku dengan No.522/1510 tertanggal 12 Juni 2017 perihal permohonan menetapkan mantan Kadis PU SBB tersebut sebagai DPO.

Berdasarkan surat Gubernur tersebut, maka Kapolda mengeluarkan surat No.8/1269/ VI/ 2017 tertanggal 22 Juni 2017 perihal penetapan Paulus Semuel Puttileihalat sebagai DPO.

Paulus menjadi tersangka kasus penyerobotan hutan produksi dan kawasan konservasi di SBB untuk pembukaan jalan sepanjang 13 KM pada 2013 tanpa disertai surat izin pinjam pakai kawasan hutan.

Pewarta: Alex Sariwating

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017