Ambon, 13/11 (Antara Maluku) - Tim peneliti dari Balai Arkeologi Maluku mengumpulkan sejumlah data kajian dan catatan sejarah tentang Perang Pasifik yang terjadi di Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara pada 1942-1944.
"Sedang mengumpulkan berbagai referensi dan catatan sejarah terkait perang itu. Bila memang diharuskan, referensinya tidak hanya dari Indonesia tapi yang berada di luar juga," kata Arkeolog Wuri Handoko, di Ambon, Senin.
Pengumpulan informasi sejarah tersebut, kata dia, terkait dengan riset lanjutan untuk merekonstruksi lokasi bekas Perang Asia Timur Raya atau lebih dikenal dengan Perang Pasifik di Pulau Morotai, pada 3 Desember mendatang.
Informasi dan catatan sejarah tertulis yang didapat nantinya akan dikomparasi dengan data hasil temuan otentik di lapangan, sumber dan saksi sejarah yang masih bisa ditemukan di Pulau Morotai.
"Mungkin karena waktunya tak selama penjajahan Hindia-Belanda, tak banyak buku di Indonesia yang mengulas secara mendetail apa yang terjadi di Morotai selama Perang Pasifik berlangsung," ucapnya.
Kendati Maluku Utara pernah menjadi basis utama penjajahan Hindia-Belanda melalui kongsi dagangnya Vereenidge Oostindische Compagnie (VOC), wilayah Morotai tidak pernah diduduki oleh tentara Hindia-Belanda.
Pulau kecil yang berbatasan dengan Filipina itu mulai menjadi bagian dalam sejarah penjajahan bangsa asing setelah pendudukan Jepang pada 1942, dan kemudian mengalami masa perang hingga tahun 1944.
"Ada banyak yang bisa dikaji di sana, tidak hanya Perang Pasifik tapi juga masyarakatnya, bagaimana kehidupan mereka semasa perang berlangsung, itu nanti kami lakukan secara bertahap," katanya.
Proyek rekonstruksi lokasi Perang Pasifik di Pulau Morotai adalah kerjasama antara pemerintah kabupaten setempat dengan Balai Arkeologi Maluku, yang direncanakan akan berlangsung selama beberapa tahun.
Tidak bekerja sendiri, Kepala Balai Arkeologi Maluku Muhammad Husni mengatakan dalam menggarap proyek rekonstruksi tersebut, pihaknya juga melibatkan sejumlah pihak dengan kepakaran tertentu untuk membantu.
Beberapa instansi yang dilibatkan antara lain, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Maluku Utara yang berkedudukan di Ternate dan Dinas Pariwisata Kabupaten Pulau Morotai.
"Proyek ini adalah permintaan langsung dari Bupati Morotai Benny Laos, nantinya ini berlangsung `multi years` dan hasil akhirnya baru bisa dilihat pada beberapa tahun mendatang," ujar Husni.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017
"Sedang mengumpulkan berbagai referensi dan catatan sejarah terkait perang itu. Bila memang diharuskan, referensinya tidak hanya dari Indonesia tapi yang berada di luar juga," kata Arkeolog Wuri Handoko, di Ambon, Senin.
Pengumpulan informasi sejarah tersebut, kata dia, terkait dengan riset lanjutan untuk merekonstruksi lokasi bekas Perang Asia Timur Raya atau lebih dikenal dengan Perang Pasifik di Pulau Morotai, pada 3 Desember mendatang.
Informasi dan catatan sejarah tertulis yang didapat nantinya akan dikomparasi dengan data hasil temuan otentik di lapangan, sumber dan saksi sejarah yang masih bisa ditemukan di Pulau Morotai.
"Mungkin karena waktunya tak selama penjajahan Hindia-Belanda, tak banyak buku di Indonesia yang mengulas secara mendetail apa yang terjadi di Morotai selama Perang Pasifik berlangsung," ucapnya.
Kendati Maluku Utara pernah menjadi basis utama penjajahan Hindia-Belanda melalui kongsi dagangnya Vereenidge Oostindische Compagnie (VOC), wilayah Morotai tidak pernah diduduki oleh tentara Hindia-Belanda.
Pulau kecil yang berbatasan dengan Filipina itu mulai menjadi bagian dalam sejarah penjajahan bangsa asing setelah pendudukan Jepang pada 1942, dan kemudian mengalami masa perang hingga tahun 1944.
"Ada banyak yang bisa dikaji di sana, tidak hanya Perang Pasifik tapi juga masyarakatnya, bagaimana kehidupan mereka semasa perang berlangsung, itu nanti kami lakukan secara bertahap," katanya.
Proyek rekonstruksi lokasi Perang Pasifik di Pulau Morotai adalah kerjasama antara pemerintah kabupaten setempat dengan Balai Arkeologi Maluku, yang direncanakan akan berlangsung selama beberapa tahun.
Tidak bekerja sendiri, Kepala Balai Arkeologi Maluku Muhammad Husni mengatakan dalam menggarap proyek rekonstruksi tersebut, pihaknya juga melibatkan sejumlah pihak dengan kepakaran tertentu untuk membantu.
Beberapa instansi yang dilibatkan antara lain, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Maluku Utara yang berkedudukan di Ternate dan Dinas Pariwisata Kabupaten Pulau Morotai.
"Proyek ini adalah permintaan langsung dari Bupati Morotai Benny Laos, nantinya ini berlangsung `multi years` dan hasil akhirnya baru bisa dilihat pada beberapa tahun mendatang," ujar Husni.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017