Ambon, 28/6 (Antaranews Maluku) - Zadrak Ayal, terdakwa kasus dugaan korupsi anggaran pengadaan lahan BPJN Wilayah IX Maluku dan Maluku, melalui tim penasihat hukum, meminta majelis hakim Tipikor Ambon membebaskan dirinya dari segala tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Maluku.

"Kami meminta majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini membebaskan Zadrak dari tuntutan JPU," kata penasihat huku, Edward Diaz menjawab pertanyaan majelis hakim di Ambon, Kamis.

Persidangan lanjutan dengan agenda mendengarkan pembelaan PH ini dipimpin ketua majelis hakim Tipikor, Jimmy Wally didampingi Felix Ronny Wuisan dan Heri Leliantono selaku hakim anggota.

Ketika majelis hakim membuka persidangan tersebut, PH tidak melakukan pembacaan pembelaannya tetapi hanya menyerahkan berkas tersebut kepada JPU Rory Manampiring dan majelis hakim.

Selanjutnya majelis hakim sempat membacakan surat pembelaan yang intinya meminta terdakwa dibebaskan, namun tidak merinci alasan apa yang dipakai PH sebagai pertimbangan untuk membebaskan terdakwa kasus dugaan korupsi dana pembelian lahan tersebut.

Majelis hakim kemudian menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda penyampaian replik atau tanggapan jaksa atas pembelaan penasihat hukum.

Dalam persidangan sebelumnya, JPU meminta majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 3 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan dituntut 1,5 tahun penjara.

Jaksa juga meminta terdakwa dihukum membayar denda sebesar Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan, namun tidak dituntut membayar uang pengganti kerugian keuangan negara karena barang bukti sudah dikembalikan, termasuk uang tunai Rp150 juta dirampas untuk negara dan sisanya Rp40 juta sudah dikembalikan.

BPJN wilayah IX Maluku/Malut tahun 2015 mendapat alokasi dana dari APBN senilai Rp3 miliar untuk pengadaan lahan agar bisa dibangun mess bagi para pejabat struktural BPJN dan workshop maupun tempat penampungan alat berat.

Sesuai RKAKL maka anggaran ini dimaksudkan untuk pengadaan lahan dengan volume 600 meter persegi dan harga satuan meter perseginya sebesar Rp500.000.

Terdakwa kemudian mencari lahan dan mendapat informasi ada keluarga Atamimi yang akan menjual lahan mereka, namun ternyata keluarga ini telah menjual lahannya kepada Hendro Lumangko.

Terdakwa mendatangi Hendro dan menawarkan agar lahannya di depan Kantor Karantina Desa Tawiri dibeli oleh BPJN lalu terjadi proses tawar-menawar hingga Hendro bersedia menjual lahannya seharga Rp525.280 per meter persegi dan dibulatkan dengan total anggaran DIPA Rp3 miliar.

Kemudian ada kesepakatan agar semua biaya pajak penjualan dan pembelian ditanggung oleh saksi Hendro.

Ketika transaksi jual-beli lahan dilakukan pada 19 November 2015 ternyata baru Februari 2016 terdakwa membuat surat penawaran nomor 016/PNWR dengan kantor jasa penilaian publik Hari Utomo.

Mereka menetapkan nilai besarnya nilai ganti rugi atas lahan tersebut seolah-olah berdasarkan hasil penilaian jasa penilai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 2 tahun 2012 dan Perpres nomor 71 tahun 2012.

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018