Sedikitnya 20 ekor unggas asal Bau-Bau, Sulawesi Tenggara dimusnahkan oleh Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Ambon karena pasokannya ke daerah ini tidak dilengkapi dokumen hewan dari daerah asal. Kepala  Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Ambon, Putu Terunanegara, di Ambon, Sabtu, mengatakan, pemusnahan unggas yang disita saat operasi rutin di pelabuhan Yos Sudarso Ambon pada 21 September 2010 itu dilaksanakan Jumat (24/9). "Saat operasi para personil menyita unggas tersebut ketika KM. Ngapula berlabuh di pelabuhan Yos Sudarso Ambon pada 21 September 2010," ujarnya. Pemusnahan unggas tersebut berdasarkan UU No. 16 tahun 1999 tentang karantina hewan, ikan dan tumbuh-tumbuhan. Selain itu larangan memasukkan unggas hidup dewasa ke Maluku dalam rangka mencegah penularan flu burung sesuai instruksi Gubernur setempat, Karel Albert Ralahalu No.07 tahun 2007. "Jadi langkah ini merupakan antisipasi terhadap penyebaran Hama dan Penyakit Hewan Karantina (HPHK) agar tidak merambah kota Ambon maupun Maluku secara umum," tegas Putu. Dia memaklumi Maluku dengan 1.340 buah pulau dengan 92,4 persen dari wilayahnya seluas 712.479,69 KM2 adalah laut merupakan peluang kepada oknum-oknum tidak bertanggung jawab untuk memasok unggas, ikan maupun tumbuh-tumbuhan secara ilegal. "Kami berkoordinasi dengan instansi pelabuhan dan bandara untuk mengantisipasi peredaran maupun aktivitas lalu lintas, unggas di Maluku," kata Putu. "Kekurangan Dokter" Disinggung tenaga dokter hewan, dia menjelaskan, persoalan yang seringkali dikoordinasikan dengan Dinas Pertanian Maluku karena daerah ini memiliki karakteristik wilayah kepulauan. "Dokter hewan di Maluku merupakan masalah dalam menangani berbagai penyakit hewan, makanya dikoordinasikan dengan Dinas Pertanian Maluku untuk diperjuangkan pada pengangkatan CPNS," ujar Putu. Kepala Bidang Peternakan Dinas Pertanian Maluku, Jasmin Badjak, membenarkan daerah ini mengalami kekurangan tenaga dokter hewan yang dibutuhkan untuk menangani berbagai kasus penyakit hewan. "Jumlah dokter hewan yang bertugas di Dinas Pertanian Maluku saat ini hanya dua orang. Mereka harus membawahi 11 kabupaten/Kota dengan rentang kendali sangat luas," katanya. Menurut Badjak, wilayah Maluku yang berkarakteristik kepulauan, minimal membutuhkan 26 orang dokter hewan untuk ditempatkan di 11 kabupaten/kota, sehingga penanganan berbagai kasus penyakit yang menyerang hewan dapat teratasi dan tidak menular kepada manusia. "Kasus rabies yang mewabah di Kecamatan Tanimbar Utara, Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) sejak Juni 2010, terlambat diatasi karena tidak ada dokter hewan di sana untuk menganalisa dan mendeteksi gejala penyakit anjing gila saat pertama kali terjadi, sehingga mengakibatkan 19 orang meninggal," katanya. Badjak mengisyaratkan idealnya di setiap kabupaten/kota di Maluku harus ditempatkan dua tenaga dokter hewan karena merupakan pintu masuk utama guna antisipasi masuknya wabah penyakit hewan, sedangkan di Ambon dan Dinas Pertanian Maluku harus tersedia tiga orang dokter hewan. "Dengan rasio penempatan tenaga dokter hewan seperti di atas, maka berbagai kasus penyakit yang menyerang hewan peliharaan dan ternak masyarakat dapat segera diatasi," ujarnya.

Pewarta:

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2010