Kepala kantor KPP Pratama Ambon non aktif, La Masikamba yang menjadi terdakwa kasus dugaan suap pajak dan gratifikasi tetap mempertahankan kebohongannya dalam persidangan di pengadilan tipikor Ambon.

Sikap La Masikamba yang tidak jujur ini ditunjukan dalam persidangan dipimpin ketua majelis hakim tipikor Ambon, Pasti Tarigan didampingi empat hakim anggota di Ambon, Selasa, dengan agenda pemeriksaan terdakwa.

Dalam persidangan itu majelis hakim maupun tim JPU KPK berulang kali meminta terdakwa sebaiknya berkata jujur dan terbuka terkait uang miliaran rupiah yang didapatkan dari para wajib pajak.

Uang yang didapatkan terdakwa sejak 2016 sampai November 2018 ini mencapai Rp8 miliar lebih dan semuanya merupakan pinjaman, di mana terdakwa mengaku sudah mengembalikan sebagian pinjaman kepada para wajib pajak.

Namun terdakwa mengaku lupa meminjam dari siapa saja, baik 13 wajib pajak yang transaksinya mencurigakan dan direkomendasikan Dirjen Pajak untuk pemeriksaan khusus, maupun pengusaha lain.

La Masikamba juga mengaku tidak memiliki catatan khusus mengenai nama-nama pengusaha wajib pajak yang meminjamkan uang kepadanya, atau pun surat perjanjian utang secara khusus.

"Saya mempunyai buku rekening pada beberapa bank, tetapi menyuruh Muhammad Said membuka rekening baru pada dua bank untuk menerima transferan dana yang dipinjam lalu mentransfernya lagi ke Wa Ode Nurhaya bin Umar alias Nurhaya Umar di Sorong (Papua Barat) maupun melalui rekening Sujarno," katanya.

Alasannya, sebab isteri terdakwa mencurigai hubungannya dengan Nurhaya Umar yang setiap saat dikirimi uang oleh terdakwa.

Menjawab pertanyaan majelis hakim, terdakwa mengaku menerima gaji Rp48 juta setiap bulan dan sebagian ditransfer untuk isteri dan anak sahnya di Kendari, dan sebagian lagi kepada Nurhaya Umar untuk alasan membayar utang.

Meski pun ditanya tim JPU KPK Takdir Suhan dan Nur Haris Arhadi tentang hubungan khususnya dengan Nurhaya Umar, namun terdakwa tetap bersikukuh tidak ada hubungan spesial dan menganggapnya sebagai guru spritual.

Dia juga membantah tidak mengenal La Itin dan Ode Ade yang diakui saksi Nurhaya Umar adalah anak angkatnya bersama terdakwa dan dititipkan di kota lain tanpa sepengetahuan suami sah Nurhaya Umar.

"Saya meminjam uang Rp2 miliar dari Nurhaya Umar jadi dikembalikan melalui transfer dari rekening Muhammad Said ke rekningnya Sujarno," jelas terdakwa.

Mendengar penjelasan terdakwa, JPU KPK mengatakan kalau terus berbohong dan tidak konsiten dalam memberikan jawaban maka rekaman percakapannya dengan saksi Nurhaya akan dibuka di persidangan.

Sebab semua alat bukti maupun keterangan saksi sudah dikantongi JPU KPK.

Terdakwa malahan menantang tim jaksa sehingga akhirnya rekaman percakapan telepon genggam yang telah ditranskrip dibuka tim JPU KPK.

Dalam percakapan yang menyinggung soal anak maupun pembicaraan layaknya suami isteri yang sedang rindu ini, terdakwa menggunakan nomor 081247648297 dan saksi Nurhaya Umar menggunakan nomor 081343005555 untuk bertemu pada salah satu kamar hotel di Jayapura, Papua  yang sementara ditempati terdakwa.

Saksi Nurhaya dalam percakapan itu juga mengatakan terdakwa selaku seorang imam bagi dirinya bersama anak-anak (Ade Ode dan La Itin, meski tidak bisa tinggal bersama-sama.

Tim JPU KPK juga menanyakan sejumlah nama wajib pajak diluar 13 WP bermasalah antara lain Rio, Sandro A Mojos, Hery, Johan Setiawan, dan Johan Romepesot yang merupakan penyetor aktif ke terdakwa, namun La Masikambah mengaku tidak ingat mereka.

"Kalau saudara terdakwa tidak ingat nama-nama penyetor uang lalu bagaimana mau menggantikan uang mereka, sedangkan Anthoni Liando atau pengusaha lain seperti A ceng, Boby Tanizal, atau yang lainnya," kata tim JPU KPK.

Majelis hakim menunda persidangan hingga dua pekan mendatang dengan agenda pembacaan tuntutan oleh tim JPU KKP.

 

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : Lexy Sariwating


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019