Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan, aktivitas kejahatan perikanan yang terjadi di Indonesia dan banyak negara lainnya juga mengancam berbagai aspek kemanusiaan yang harus segera diatasi secara global.
"IUU Fishing (penangkapan ikan secara ilegal) adalah ancaman besar, bukan hanya kepada stok ikan tetapi juga kepada perekonomian dan kemanusiaan," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam acara Regional Investigative and Analytical Case Meeting (RIACM), di Kantor KKP, Jakarta, Senin.
Menurut Menteri Susi, aktivitas penangkapan ikan akan mengancam kemanusiaan global antara lain karena terkait pula dengan kejahatan keji lainnya seperti perbudakan.
Selain itu, ujar dia, terdapat pula tindak pencurian ikan yang juga terkait dengan perdagangan satwa langka serta hingga penyelundupan senjata api dan narkoba.
Menteri Susi juga berpendapat bahwa tindak pidana sektor perikanan merupakan aktivitas kejahatan yang dinilai menguntungkan karena kerap dapat menghindari pajak seperti dengan melakukan alih muatan di tengah laut, sehingga bisa mengurangi beban biaya lebih besar lagi.
Untuk itu, Menteri Kelautan dan Perikanan RI menekankan pentingnya pula untuk berkolaborasi secara internasional dengan berbagai negara dalam rangka mengatasi kegiatan penangkapan ikan secara ilegal.
Sebelumnya, ketika memberi kuliah umum di New York University, Senin (23/9), Susi menyatakan bahwa penangkapan ikan secara ilegal harus dijadikan sebagai kejahatan lintas negara yang terorganisir karena melibatkan banyak kewarganegaraan.
Indonesia, ujar dia, terus berupaya menggalang dukungan negara-negara lain untuk membentuk komunitas yang menyetujui menjadikan kejahatan perikanan ini sebagai transnational organized crime.
Ia mengatakan kapal yang ditangkap umumnya memiliki anak buah kapal (ABK) atau kru dari berbagai negara. Ada yang dari Indonesia, Peru, Myanmar, dan lainnya.
Menurut dia, kebanyakan kapal pelaku penangkapan ikan ilegal itu beroperasi secara global, di mana mereka tidak hanya menangkap ikan di satu negara, tetapi juga di berbagai negara.
Oleh karena itu, ujar dia, menggalang dukungan untuk menjadikan kejahatan perikanan sebagai transnational organized crime menjadi penting. Namun, Menteri Susi menyebutkan bahwa hingga saat ini baru sekitar 16 negara yang menyatakan dukungan.
"Indonesia masih membutuhkan lebih banyak lagi dukungan negara lainnya agar kebijakan pemberantasan transnational organized crime di industri perikanan dapat diperkuat," katanya.
Tak hanya itu, ia juga menginginkan ada hak laut (ocean rights) bagi laut lepas karena jika 71 persen dari planet bumi adalah laut, 61 persennya merupakan laut lepas.
Selama ini, Indonesia memprioritaskan untuk mengelola laut secara berkelanjutan, antara lain dengan berkomitmen untuk memberantas penangkapan ikan ilegal dan kejahatan perikanan terorganisir transnasional.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019
"IUU Fishing (penangkapan ikan secara ilegal) adalah ancaman besar, bukan hanya kepada stok ikan tetapi juga kepada perekonomian dan kemanusiaan," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam acara Regional Investigative and Analytical Case Meeting (RIACM), di Kantor KKP, Jakarta, Senin.
Menurut Menteri Susi, aktivitas penangkapan ikan akan mengancam kemanusiaan global antara lain karena terkait pula dengan kejahatan keji lainnya seperti perbudakan.
Selain itu, ujar dia, terdapat pula tindak pencurian ikan yang juga terkait dengan perdagangan satwa langka serta hingga penyelundupan senjata api dan narkoba.
Menteri Susi juga berpendapat bahwa tindak pidana sektor perikanan merupakan aktivitas kejahatan yang dinilai menguntungkan karena kerap dapat menghindari pajak seperti dengan melakukan alih muatan di tengah laut, sehingga bisa mengurangi beban biaya lebih besar lagi.
Untuk itu, Menteri Kelautan dan Perikanan RI menekankan pentingnya pula untuk berkolaborasi secara internasional dengan berbagai negara dalam rangka mengatasi kegiatan penangkapan ikan secara ilegal.
Sebelumnya, ketika memberi kuliah umum di New York University, Senin (23/9), Susi menyatakan bahwa penangkapan ikan secara ilegal harus dijadikan sebagai kejahatan lintas negara yang terorganisir karena melibatkan banyak kewarganegaraan.
Indonesia, ujar dia, terus berupaya menggalang dukungan negara-negara lain untuk membentuk komunitas yang menyetujui menjadikan kejahatan perikanan ini sebagai transnational organized crime.
Ia mengatakan kapal yang ditangkap umumnya memiliki anak buah kapal (ABK) atau kru dari berbagai negara. Ada yang dari Indonesia, Peru, Myanmar, dan lainnya.
Menurut dia, kebanyakan kapal pelaku penangkapan ikan ilegal itu beroperasi secara global, di mana mereka tidak hanya menangkap ikan di satu negara, tetapi juga di berbagai negara.
Oleh karena itu, ujar dia, menggalang dukungan untuk menjadikan kejahatan perikanan sebagai transnational organized crime menjadi penting. Namun, Menteri Susi menyebutkan bahwa hingga saat ini baru sekitar 16 negara yang menyatakan dukungan.
"Indonesia masih membutuhkan lebih banyak lagi dukungan negara lainnya agar kebijakan pemberantasan transnational organized crime di industri perikanan dapat diperkuat," katanya.
Tak hanya itu, ia juga menginginkan ada hak laut (ocean rights) bagi laut lepas karena jika 71 persen dari planet bumi adalah laut, 61 persennya merupakan laut lepas.
Selama ini, Indonesia memprioritaskan untuk mengelola laut secara berkelanjutan, antara lain dengan berkomitmen untuk memberantas penangkapan ikan ilegal dan kejahatan perikanan terorganisir transnasional.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019