Harita Nickel akan memproduksi baterai mobil listrik dengan membangun industri di Kawasi, Obi, Halmahera Selatan (Halsel), Maluku Utara, pada akhir 2020 dan sekarang sedang memasuki tahap konstruksi akhir.

"Maluku Utara tidak lama lagi akan memiliki industri bahan baku untuk baterai mobil listrik. Saat ini, pabrik bahan baku baterai mobil listrik tersebut sedang dibangun oleh Harita Nickel," kata Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Maluku Utara, Nirwan MT Ali di Ternate, Kamis.

Nirwan mengungkapkan industri yang akan berdiri di Maluku Utara itu merupakan yang pertama kali di Indonesia dan menjadi kebanggaan tersendiri bagi Maluku Utara sebagai daerah yang aman dan nyaman untuk investasi.

"Industri ini tergolong baru dengan teknologi mutakhir. Di Indonesia pertama kali ada di Maluku Utara nantinya, Kita harapkan industri ini bisa berproduksi pada akhir 2020. Industri ini akan mengolah nikel kadar rendah menjadi bahan baku baterai mobil listrik, yakni nikel sulfat dan kobalt sulfat. Mobil listrik sendiri lebih ramah lingkungan dibandingkan transportasi dengan BBM," katanya.

Menurut Nirwan, industri ini memiliki nilai investasi yang cukup besar dan membutuhkan tenaga kerja profesional yang tidak sedikit. Nilai investasinya mencapai Rp14 triliun dengan mayoritas pemegang saham berasal dari dalam negeri.

Harita Nickle telah memiliki smelter dan telah beroperasi sejak 2016. Industri pengolahan dan pemurnian dengan teknologi yang mutakhir pun sedang dibangun saat ini.

"Salah satunya membangun pabrik pengolahan dan pemurnian nikel dengan proses hidrometalurgi yang ramah lingkungan karena pemakaian energi listriknya rendah. Hasilnya, bahan baku utama dari katoda baterai mobil listrik," katanya.

Di saat yang sama, Kepala Dinas Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) Malut, Hasyim Daeng Barang menambahkan bahwa teknologi pengolahan dan pemurnian mineral dengan proses hidrometalurgi akan sangat menguntungkan dalam konservasi sumber daya alam, khususnya nikel.

Selama ini, kata dia, smelter yang ada di Indonesia menyerap atau menggunakan nikel kadar tinggi atau kadar 1,7 ke atas, sedangkan proses hidrometalurgi yang dikembangkan oleh Harita menggunakan nikel kadar rendah atau di bawah 1,7.

"Technology High Pressure Acid Leach (HPAL) yang sedang dibangun oleh Harita melalui PT Halmahera Persada Lygend (HPAL) akan meningkatkan nilai tambah nikel. Nikel kadar rendah yang selama ini terbuang atau tidak terpakai, akan memiliki nilai ekonomis sebagai bahan baku dari pabrik pengolahan dan pemurnian baru ini. Konservasi mineral kita akan semakin baik dan memperpanjang umur tambang," katanya.

Pemprov Maluku Utara berharap proses konstruksi industri maju ini dapat berjalan dengan lancar dan harus di dukung oleh semua pihak. Industri baru ini akan membutuhkan 1.920 orang tenaga kerja profesional, belum termasuk kontraktor dan industri pendukung lainnya.

"Pada 2019 Maluku Utara memiliki PAD sebesar Rp433 miliar, jumlah ini tentunya dapat meningkat saat industri ini berjalan. Ditambah lagi, dengan adanya industri ini, potensi sebagai tujuan investasi semakin besar. Berbagai peluang usaha dari skala kecil sampai besar berpotensi akan tumbuh seiring dengan tumbuhnya investasi, " kata Hasyim.

Ia berharap manfaat terbesar lainnya bisa dirasakan yaitu adanya alih ilmu pengetahuan dan teknologi dari Tenaga Kerja Asing (TKA) asal Tiongkok kepada tenaga kerja Indonesia, khususnya yang berasal dari Maluku Utara.

"Secara bertahap, kita akan mengelola industri tersebut dan dukungan TKA semakin lama akan semakin sedikit seiring kemajuan dan profesionalitas anak-anak kita. Apalagi investasi ini mayoritas sahamnya adalah investor dalam negeri, negeri kita sendiri," katanya.
 

Pewarta: Abdul Fatah

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2020