Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Maluku Utara (Malut) memperingatkan kepada Dinas Pendidikan dan Pengajaran Malut untuk tidak asal-asalan mengeluarkan surat di luar kewenangan terkait dengan ijazah milik bakal calon (Balon) Bupati Halmahera Selatan(Halsel), Usman Sidik.

"Kami telah mendapatkan laporan dari kuasa hukum bakal calon Usman Sidik–Bassam Kasuba terkait dengan dugaan intervensi Dikjar Malut soal keabsahan ijazah Usman Sidik dan Bawaslu akan bawa ke rapat pleno untuk memutuskan laporan ini akan ditindaklanjuti atau dihentikan," kata Ketua Bawaslu Malut Muksin Amrin di Ternate, Rabu.

Dia menyatakan Dikjar Malut tidak bisa seenaknya mengeluarkan surat yang dapat pengaruhi persyaratan seseorang maju di pilkada, sehingga Bawaslu akan memanggil Kepala Dikjar Malut Imam Makhdi dan dan Sekretaris Dikjar Provinsi Malut untuk dimintai keterangannya terkait surat yang dikeluarkan tertanggal 15 Agustus 2020.

Menurut dia, setiap pejabat yang diberi kewenangan mengeluarkan surat persyaratan pencalonan, tetapi mencoba untuk menghalang-halangi orang siapa saja yang akan mencalonkan diri sebagai gubernur, bupati atau wali kota akan dipidana penjara paling lama 8 tahun.

Akan tetapi, katanya, Bawaslu Malut menunggu untuk pendaftaran bakal calon yang maju di pilkada pada 4 – 6 September 2020, setelah itu baru bisa menilai dokumen persyaratan calon sesuai PKPU nomor 1 pendaftaran pencalonan soal dukungan partai politik dan syarat calon kategori dukungan lainnya, seperti ijazah.

Dirinya mencontohkan pengurus pusat partai politik memberi mandat mendaftarkan balon, tetapi pengurus partai politik di daerah tidak mendaftar, maka berpotensi diproses hukum, begitu pula, keabsahan dokumen itu berada di pengadilan bukan di KPU maupun Bawaslu.

Olehnya itu, kata Muksin, institusi yang berwenang mengeluarkan surat keterangan terkait dengan persyaratan calon, baik itu keterangan pengadilan, legalisir ijazah maupun SKCK serta pengunduran diri sebagai PNS dan anggota DPRD, kalau tidak diproses maka bersangkutan akan dikenai pelanggaran UU 10 pasal 180 terkait dengan persyaratan calon.

Dia berharap agar pilkada serentak yang berlangsung 9 Desember 2020 bisa berjalan secara demokratis, sehingga institusi yang diberi kewenangan harus netral dan tidak terlibat dalam politik praktis.

Dia mengatakan ijazah seseorang tidak boleh dinilai kalau belum ada putusan dari pengadilan, karena ini merupakan tindakan menghalang-halangi seseorang maju dalam pilkada.

Di samping itu, Muksin juga mengingatkan kepada jajarannya untuk berhati-hati berkomentar maupun berpendapat di media social (medsos), terkait dengan dinamika tahapan pemilihan kepala daerah yang berlangsung di delapan kabupaten/kota.

"Kami meminta seluruh komisioner Bawaslu kabupaten/kota berhati-hati berpendapat atau berkomentar persoalan politik yang terjadi saat ini, baik di internal partai politik maupun pasangan calon, agar tidak ada multi tafsir," katanya.

Dia mengakui, saat ini lagi ramai di kabupaten Halmahera Selatan tentang ijazah salah satu pasangan calon dan persoalan ini bukan ranah Bawaslu untuk berkomentar karena belum sampai pada tahapan yang menjadi tugas dan kewenangan Bawaslu.

Menurut Muksin, komisioner memiliki etika dalam berkomentar atau berpendapat yang harus dijaga dan sebagai penyelenggara dalam menjalankan tugas harus berpegang pada prinsip dan etika.

Dia juga mengingatkan bahwa prinsip dan etika tersebut diatur dalam Peraturan DKPP nomor 2 tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.

Pewarta: Abdul Fatah

Editor : Lexy Sariwating


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2020