Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Ternate, Maluku Utara (Malut) menyatakan, mahalnya harga sembilan bahan pokok (sembako) di Ternate maupun daerah lainnya di provinsi ini arena sebagian besar pemasokannya dari luar daerah.

"Mahalnya harga bahan pokok akibat dipasok dari luar daerah yang membutuh biaya tranportasi cukup tinggi dan hal tersebut yang mengakibatkan inflasi di Malut relatif tinggi," kata Kadisperindag Kota Ternate, Hasyim Yusuf di Ternate, Senin. 

Menurut dia, untuk kebutuhan seperti telur dan sayur-mayur hingga kebutuhan lainnya masih dipasok dari berbagai daerah seperti Surabaya, Jawa Timur  maupun Manado,Sulawesi Utara  sehingga harganya relatif  naik karena dipicu oleh biaya transportasi laut.

Sedangkan, u Badan Pusat Statistik (BPS) Malut mencatat, Kota Ternate pada Mei 2021 mengalami inflasi sebesar 0,44 persen. Inflasi itu karena terjadi kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 106,43 pada April 2021 menjadi 106,90 pada Mei 2021 dengan tingkat inflasi tahun kalender Mei 2021 sebesar 0,80 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun pada Mei 2021 terhadap Mei 2020 sebesar 1,05 persen.

Kota Ternate mengalami inflasi pada tujuh kelompok pengeluaran, dan empat kelompok pengeluaran stagnan. Kelompok yang mengalami inflasi yaitu makanan, minuman, dan Ttmbakau sebesar 0,55 persen; kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,01 persen.

Begitu juga, kelompok perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,39 persen; kelompok Kesehatan sebesar 0,09 persen; kelompok transportasi sebesar 1,98 persen; kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 0,08 persen;serta perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 0,25 persen.

Di tempat terpisah, Deputi Perwakilan Bank Indonesia (BI) Malut, Hasto Kartiko Pamungkas  menyatakan, provinsi penyumbang pemasokan bahan pokok di Malut adalah Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Surabaya.

Menurutnya, BI menganalisis mahalnya kebutuhan bahan pokok di Malut karena hampir 90 persen sembako dikonsumsi masyarakat masih dipasok dari luar provinsi ini. 

Sehingga, untuk menekan inflasi akibat mahalnya harga kebutuhan pokok, Tim Pengendali Inflasi Daerah Maluku Utara (TPID) telah bekerja sama dengan TPID Provinsi, Jawa Timur Gorontalo dan Sulawesi Selatan. 

"Tentunya, dengan adanya MoU itu terkait ketersediaan pasokan antar-provinsi ini bisa menekan mahalnya harga sembako di Malut," kata Hasto Kartiko Pamungkas.

Selain itu Hasto berharap agar barang-barang kebutuhan pokok bisa di produksi di Malut, dengan beberapa kearifan lokal. Jadi pemerintah daerah dengan anggaran yang ada bisa memfokuskan pengadaan bahan pokok yang dibutuhkan oleh masyarakat bisa diproduksi di daerah sendiri.

"Kita berharap seluruh kebutuhan pokok dapat dipasok dari Malut. Inilah kita membutuhkan komitmen masing-masing Pemda di Malutmelalui TPID masing-masing daerah di Malut," ujarnya.

Sehingga, daerah mana yang punya potensi dan daerah mana yang punya pasar, misalnya Kota Ternate keterbatasan lahan pertanian tetapi memiliki pasar, dapat dipenuhi oleh Kabupaten dan kota lain di Malut. 

 

Pewarta: Abdul Fatah

Editor : Lexy Sariwating


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021