Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri berbicara soal etika dan profesionalisme media massa di Indonesia saat kegiatan di Bali bersama Ketua DPR RI Puan Maharani dan Menteri BUMN Erick Thohir.
"Kalau kemarin saya seperti dicap oleh media, yang ngomong wah Ibu Megawati mengeluarkan sepertinya menunjukkan kekuatannya. Saya memang kuat lho," kata Megawati dalam keterangannya diterima di Jakarta Senin.
Megawati menyampaikan itu ketika memberikan pengarahan dalam acara Peresmian "Renovasi dan Revitalisasi Grand Inna Bali Beach", "Penjelasan dan Presentasi Pembangunan Rumah Sakit Mayo", serta "Kebun Tanaman Obat", di Bali, Senin.
Topik profesionalisme media massa dan awak pers berkali-kali disinggung Megawati, tak sampai seminggu sejak PDIP merayakan HUT Ke-50 di Kemayoran, pada 10 Januari 2023.
Megawati merasa soal media massa yang profesional perlu diperhatikan dengan mendasarkan pada pemberitaan terkait HUT. Menurut dia, ada media massa yang mempermasalahkan perayaan itu seakan-akan PDIP sedang menunjukkan kekuasaan di depan Presiden Joko Widodo.
"Kadang wartawan saya bacain koran-korannya karena banyak wartawan, saya mau ngomong dong, masa saya dibilang (mau menunjukkan kekuatan). Tolong adik-adik wartawan ngerti politik juga ya. Partai politik saya ini kan memang terbesar di Indonesia, gimana sih, jangan dibolak-balik dong karena kami semua kerja keras," katanya.
Dia mencontohkan kerja keras yang dimaksud, seperti bagaimana "memerahkan" Bali pada Pemilu 2024 sehingga bukan klaim semata, tapi hanya menunjukkan kerja keras PDIP.
"Nanti 2024 seluruh Bali kita ambil, sanggup nggak. Sanggup. Kadang-kadang deh yang namanya wartawan-wartawati, jangan 'ngompor-ngomporin' orang, kerja sama aja yang baik. Saya enggak pernah 'ngomporin', diam-diam saja, kerja saja," kata Megawati.
Megawati mengatakan dirinya bukan hendak meminta pujian dari media massa. Menurut Mega, yang diharapkan adalah kerja pers seharusnya dilaksanakan sesuai etika dan berbasis perspektif yang luas.
Sebagai contoh, menurutnya, sebelum menilai seorang Megawati seharusnya wartawan terlebih dahulu melakukan riset dan pendalaman atas dirinya, bagaimana misalnya Megawati pernah membawa Indonesia keluar dari ancaman krisis ekonomi dunia.
"Waktu itu posisi saya wapres, Indonesia kena kredit macet triliunan rupiah. Sampai aku bilang, Gusti Allah ngapain gua kalau dapat rezeki, rezekinya kayak ginian? Dan itu harus melalui hukum. Makanya wartawan buka-buka (informasi). Kemarin pidato saya katanya sombong," ucapnya.
Padahal, menurut dia, sebenarnya hal itu karena ditanyakan CNBC, pengamat ekonomi politik. Mereka mau memberikan penghargaan, dan malah Megawati menanyakan balik mengapa dirinya harus diberi penghargaan.
Menurut Megawati, dirinya tidak mau mendapatkan penghargaan yang diberikan begitu saja. Menurut dia, yang membicarakan keberhasilan menyelesaikan krisis pun bukan dirinya sendiri tetapi para pengamat ekonomi politik luar negeri dan Chairul Tanjung.
"Siapa yang ngomong gitu? Pak Chairul Tanjung. Supaya kalau tahu, tanya Pak Chairul Tanjung. Itu namanya kode etik jurnalistik, para wartawan yang saya sayangi. Jangan selalu pernyataan saya dipotong, di-'bully'," kata Megawati.
Dia mengingatkan agar jangan seenaknya membuat konten berita hanya karena ingin banyak pembaca tapi mengabaikan soal etika dan profesionalisme.
“Saya suka kesal, kesempatan ngomong sama wartawan. Di Bali, hati-hati ya, nggak ada yang nggak 'ngebelain gua'. Ibu Mega bukan provokator, Ibu Mega nggak 'ngancem. Ini terbuka, 'fair'. Jangan enak-enak untuk melariskan (berita), kami di-'bully' nggak jelas," ujarnya.