Ternate (ANTARA) - Menerima dengan lapang dada. Itulah sikap Muslimin, sukarelawan pendukung pasangan calon presiden/calon wakil presiden Anies Baswedan/Muhaimin Iskandar di Maluku Utara (Malut) setelah mengetahui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilu Presiden 2024.
Sikap serupa juga ditunjukkan oleh Ibrahim, sukarelawan pendukung capres/cawapres Ganjar Pranowo/Mahfud Md. setelah memahami putusan MK yang menguatkan keputusan KPU RI mengenai penetapan pasangan Prabowo Subianto/Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang Pilpres 2024.
MK dalam putusan PHPU pada Senin pekan ini menolak gugatan pasangan capres/cawapres Anies Baswedan/Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo/Mahfud Md.
Keputusan MK tersebut mungkin tidak sesuai dengan harapan Muslimin dan Ibrahim, tetapi sebagai warga negara yang taat hukum, keduanya mengaku bisa menerimanya dengan lapang dada karena, dalam pemilu, kalah atau menang merupakan suatu keniscayaan.
Seluruh pendukung capres/cawapres Anis Baswedan/Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo/Mahfud Md. di Malut hendaknya juga bersikap lapang dada dan berkomitmen menerima Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2024-2029 setelah dilantik pada 20 Oktober mendatang.
Jika ada pendukung kedua pasangan capres/cawapres itu tidak legowo menerima putusan MK mengenai PHPU pilpres, mereka jangan mengekspresikannya dengan tindakan yang merusak kerukunan dan persatuan. Apalagi sampai memicu konflik yang berpotensi meluas dan menimbulkan konsekuensi hukum.
Pendukung pasangan presiden/wakil presiden terpilih Prabowo Subianto/Gibran Rakabuming Raka di Malut juga diharapkan tidak mengekspresikan kegembiraan berlebihan atas putusan MK mengenai PHPU pilpres demi mewujudkan stabilitas politik di daerah ini.
Selain itu, mereka juga harus aktif menjalin kembali tali persatuan dengan seluruh elemen masyarakat di Malut, terutama para pendukung pasangan capres/cawapres Anies Baswedan/Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo/Mahfud Md. yang agak berjarak selama kontestasi Pemilu 2024.
Semua identitas terkait dukungan kepada pasangan capres/cawapres pada Pilpres 2024 baik dalam bentuk kelompok sukarelawan, komunitas, dan organisasi masa lainnya tak perlu tidak lagi ditampilkan agar tidak menjadi halangan psikologis dalam merajut kembali tali persatuan di masyarakat.
Ketua Tim Pemenangan Daerah Prabowo Subianto/Gibran Rakabuming Raka di Malut, Alien Mus, terus menyosialisasikan pesan Prabowo Subianto kepada masyarakat Malut, terutama para pendukungnya, untuk menjaga demokrasi, menguatkan kerukunan di masyarakat, dan memperkokoh persatuan.
Kondisi seperti itu dibutuhkan untuk memuluskan kelancaran peralihan pemerintahan dari Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka pada 20 Oktober 2024.
Malut merupakan salah satu dari 36 provinsi yang menempatkan Prabowo Subianto/Gibran Rakabuming Raka sebagai peraih suara terbanyak. Duet ini secara nasional meraih 58,59 persen suara pada Pilpres 2024. Prabowo Subianto di Malut pada Pilpres 2014 dan Pilpres 2019 juga meraih suara terbanyak.
Kearifan lokal
Setelah MK memutuskan hasil PHPU, para elite politik di Malut dan nasional diminta menunjukkan teladan mereka dalam upaya merajut kembali tali persatuan di masyarakat. Pasangan capres/cawapres diminta bisa merekatkan kembali ikatan kebangsaan antar-anak bangsa.
Keteladanan itu tidak hanya dalam bentuk menjaga ucapan, tetapi juga perilaku keseharian dengan tidak memicu meletupnya konflik di akar rumput.
Betapa pun, perilaku elite cenderung mudah diikuti masyarakat akar rumput karena menurut tokoh politik di Malut, Alian Mus, karakter sosial masyarakat di Malut dan daerah lainnya di Indonesia masih menganut faham paternalistik, cenderung mengikuti ucapan dan perilaku pemimpin atau tokoh yang dihormati mereka.
Pentingnya merajut kembali tali persatuan masyarakat di Malut tidak hanya untuk mewujudkan kerukunan dan kedamaian di masyarakat pasca-Pilpres 2024, juga untuk menghadapi pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak di Malut pada November 2024.
Bisa jadi potensi perselisihan dalam kontestasi pilkada malah lebih besar dibandingkan dengan pemilu. Oleh karena itu persatuan seluruh komponen masyarakat dibutuhkan untuk mencegah konflik itu.
Apalagi menurut catatan Bawaslu RI, Malut merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki tingkat kerawanan konflik cukup tinggi dalam setiap pelaksanaan pilkada, di antaranya dipicu ketidaksiapan pendukung dan peserta pilkada dalam menerima kekalahan.
Konflik dalam pelaksanaan pilkada di Malut, yang sempat menjadi perhatian nasional adalah Pilkada Malut 2018. Karena, selain mengakibatkan benturan di masyarakat, penyelesaiannya pun membutuhkan waktu lebih dari setahun dengan melibatkan Pemerintah Pusat.
Ada kearifan lokal di Malut yang bisa didayagunakan untuk mencegah konflik sosial sekaligus untuk mendorong terciptanya kembali persatuan di masyarakat pasca-Pilpres 2024 serta mencegah terjadinya konflik pada pelaksanaan pilkada mendatang yakni falsafah Marimoi ngoni futuru atau "Mari bersatu agar kita kuat".
Falsafah itu, menurut Fanyira Kedaton Kesultanan Ternate, Rizal Efendy, pada masa lampau tidak hanya menjadi norma sosial untuk menyelesaikan perpecahan di masyarakat, tetapi juga penggerak utama dalam menggalang persatuan masyarakat untuk membebaskan bumi Malut dari cengkeraman para penjajah.
Nilai-nilai dari falsafah itu harus tetap dihidupkan dalam setiap jiwa masyarakat Malut termasuk para elite politik agar masing-masing selalu terpanggil untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang dapat mengakibatkan perpecahan. Caranya, dengan selalu memelihara kesadaran bahwa kalau bersatu pasti kuat.
Dalam skala nasional, falsafah Mariomoi ngoni futuru juga dapat diterapkan untuk memajukan bangsa Indonesia, khususnya mewujudkan Indonesia Emas 2045, karena modal utama untuk mewujudkan semua itu adalah persatuan.