Jakarta (ANTARA) - Menjuarai tunggal putra lewat Shi Yu Qi, tunggal putri lewat Han Yue dan ganda campuran lewat pasangan ZhengSi Wei/Huang Ya Qiong, China tidak saja mendominasi BWF World Tour Finals 2024 tapi juga mengukuhkan hegemoninya dalam bulu tangkis dunia sepanjang tahun ini.
BWF World Tour Finals adalah turnamen penutup dalam satu kalender musim, yang merupakan arena pembuktian untuk para atlet bulu tangkis berperingkat atas di dunia.
Sayang, Indonesia gagal menempatkan satu pun atletnya dalam final turnamen BWF Tour level satu itu, sebagaimana kegagalan dalam menempatkan wakil-wakilnya dalam final tiga dari empat turnamen BWF Tour level dua, atau BWF Super 1000.
Dalam turnamen level dua itu Indonesia cuma sukses dalam All England ketika Jonatan Christie mengakhiri dahaga gelar juara tunggal putra selama 30 tahun setelah memenangkan All Indonesia Final melawan Anthony Ginting.
Dalam All England 2024 itu, Indonesia juga mendapatkan medali emas dari pasangan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto yang merawat dominasi ganda putra Indonesia dalam lima edisi terakhir All England, kecuali pada 2020.
Pencapaian Indonesia dalam turnamen-turnamen BWF level tiga, atau BWF Super 750, lebih buruk lagi.
Pada enam turnamen Super 750 itu, tak seorang pun atlet Indonesia yang menjuarainya, bahkan dalam Denmark Open, French Open, Japan Open dan India Open, semua gagal masuk final.
Hasil lumayan baik diperlihatkan pada empat dari sembilan turnamen level empat atau BWF Super 500.
Di sini, Indonesia masing-masing mendapatkan satu medali emas dalam Indonesia Masters lewat ganda putra Leo Rolly/Daniel Martin, Korea Open lewat ganda putra Leo Rolly/Bagas Maulana, Australia Open lewat ganda putri Febriana Dwipuji Kusuma/Amalia Cahaya Pratiwi, dan Japan Masters lewat ganda putra Fajar/Rian.
Dalam turnamen-turnamen level 5 atau BWF Super 300, hasil Indonesia lebih baik lagi dengan enam medali emas, tapi pencapaian ini di bawah China, Thailand, dan Jepang.
Baru dalam turnamen level enam, yakni BWF Super 100, Indonesia memanen medali emas yang hampir sama banyak dengan China.
Total, dari enam level turnamen-turnamen itu, Indonesia mengoleksi 21 gelar, sama dengan yang didapatkan Jepang.
Akan halnya China,. Negara ini melesat dengan 54 emas, termasuk masing-masing 11 gelar dari turnamen-turnamen level dua dan tiga.
China juga merebut dua trofi sangat bergengsi, yakni Piala Thomas dan Piala Uber, setelah mengalahkan Indonesia dalam babak final.
Mereka juga menggondol dua medali emas dan tiga medali perak dari Olimpiade 2024. Dalam ajang ini, Indonesia hanya kebagian satu medali perunggu, yang dipersembahkan tunggal putri Gregoria Mariska Tunjung.
Perlu pendekatan baru
China juga menyapu tiga dari lima medali emas yang diperebutkan dalam Kejuaraan Asia 2024, sedangkan Indonesia mencuri satu medali emas setelah Jonatan mengalahkan Li Shifeng dalam final tunggal putra. Jonatan juga satu-satunya wakil Indonesia dalam partai final kejuaraan ini.
Perjalanan Jonatan dalam Kejuaraan Asia 2024 hampir sama dengan ganda putra Leo/Daniel dan Leo/Bagas yang masing-masing menjuarai ganda putra Indonesia Masters dan Korea Open setelah menjadi satu-satunya wakil Indonesia dalam final kedua turnamen level tiga itu.
Sebaliknya, atlet-atlet China terus berada di puncak semua level turnamen bulu tangkis sepanjang tahun ini.
China begitu tangguh dalam bulu tangkis, dan semua negara kesulitan merobohkan dominasi negara ini dalam bulu tangkis dunia.
Bonus demografi dengan total penduduk 1,4 miliar jiwa yang setara lima kali total penduduk Indonesia, membuat China memiliki kemewahan dalam stok pemain yang sangat berlimpah.
China juga cerdik memanfaatkan betul karakter permainan bulu tangkis yang mengandalkan kecepatan, kelincahan, keterampilan dan strategi, yang tak harus mengandalkan keunggulan fisik, sehingga cocok dimainkan oleh orang Asia.
Modalitas China tak cuma di sana, tapi mereka juga mengimbanginya dengan liga bulu tangkis lokal yang sangat kompetitif dan sekolah-sekolah khusus olahraga yang mumpuni yang dikembangkan bersama program-program pelatihan olahraga yang canggih, termasuk mengimbuhkan penglibatan sains di dalamnya.
Tak ada negara yang secara simultan terus menghasilkan atlet-atlet bulu tangkis yang membuat negaranya terus berada di puncak kompetisi bulu tangkis apa pun, entah itu regional atau internasional.
Tak heran China begitu dominan selama 2024, termasuk dibandingkan dengan Indonesia dan Jepang.
Bagi Indonesia sendiri, 2024 mungkin menjadi tahun yang campur aduk.
Kendati tahun ini mencetak sejarah dalam All England ketika Jonatan dan Ginting menciptakan All Indonesian Final pertama sejak Hariyanto Arbi dan Ardy Wiranata melakukannya pada 1994, secara umum proyek bulu tangkis Indonesia tak menciptakan hasil yang memuaskan.
Indonesia perlu menganalisis kelebihan-kelebihan China dan metode mereka dalam memastikan atlet terus berada di level atas. Jika ada yang perlu diadopsi, rangkul saja, asal itu baik bagi pengembangan bulu tangkis nasional.
Indonesia mungkin perlu mengembangkan metode atau pendekatan baru yang jika perlu dengan mengintensifkan penglibatan sains olahraga dan stimulasi level tinggi lewat kompetisi-kompetisi lokal yang kompetitif guna mendapatkan bakat-bakat hebat yang bisa konstan di level atas.
Ini semua membutuhkan kerja aktif semua pihak, termasuk sistem kebijakan olahraga dan pemangku kepentingan dalam organisasi bulu tangkis.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Bulu tangkis Indonesia di tengah China yang begitu dominan
Bulu tangkis Indonesia di tengah China yang begitu dominan
Oleh Jafar M Sidik Senin, 16 Desember 2024 11:39 WIB