Ambon, 14/6 (Antara Maluku) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Ambon atas vonis majelis hakim Tipikor pada kantor Pengadilan Negeri Ambon terhadap mantan Kadis Dikpora Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Bonjamina Louisa Puttileihalat, selama 1,6 tahun.
"Kami telah menyatakan banding ke PT Ambon atas putusan majelis hakim Tipikor pada 8 Juni 2017 yang menghukum terdakwa selama 1,6 tahun penjara, " kata Kasie Penkum dan Humas kejati setempat, Sammy Sapulette di Ambon, Rabu.
Terdakwa juga divonis membayar denda sebesar Rp50 juta subsider satu bulan kurungan, tetapi tidak dihukum mengembalikan kerugian keuangan negara sebab telah diberikan kepada jaksa dalam proses penyidikan sebesar Rp200 juta.
Putusan majelis hakim Tipikor dianggap lebih ringan dari tuntutan JPU Rolly Manampiring yang sebelumnya meminta terdakwa dinyatakan bersalah dan harus dihukum lima tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.
Namun, jaksa tidak menuntut terdakwa membayar uang pegganti karena telah dikembalikan saat proses penyidikan.
Putusan majelis hakim Tipikor juga menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 3 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, juncto pasal 55 ayat (1) KUH Pidana sebagai dakwaan primair.
Selain itu, majelis hakim juga mempertimbangkan peranan mantan Kabid Pendidikan Dasar Disdikpora SBB, Fransyane Puttileihalat yang begitu besar dalam mengatur pembayaran honorarium para guru selaku peserta sosialisasi kurikulum 2013.
Terdakwa dituntut karena terbukti melanggar pasal 2 juncto pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, juncto pasal 55 ayat (1) KUH Pidana sebagai dakwaan primair.
Dinas Pendidikan Kabupaten SBB pada tahun anggaran 2013 lalu mendapatkan kucuran dana yang bersumber dari APBN sebesar Rp6 miliar untuk mendukung program kegiatan sosialisasi kurikulum 2013 kepada para guru.
Terdapat empat item dalam proyek tersebut, di mana Ledrik Sinanu yang diangkat sebagai PPTK menangani dua item pekerjaan diantaranya program pembinaan kerja musyawarah guru mata pelajaran senilai Rp1,921 miliar, serta program trainning of trainer dan pengawas untuk kurikulum senilai Rp1,281 miliar.
Sedangkan yang menjadi PPTK untuk dua item lainnya seperti kegiatan bimtek kurikulum dan sosialisasi kurikulum 2013 yang nilainya lebih dari Rp2 miliar ditangani Abraham Tuhenay, namun yang bersangkutan tidak menjadi tersangka dalam perkara ini.
Kasus ini terungkap dari temuman BPK RI Perwakilan Maluku yang melakukan audit dan menemukan adanya unsur kerugian keuangan negara senilai Rp2,9 miliar.
Penasihat hukum terdakwa, Desy Halauw mengatakan, kliennya hanya berperan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam kegiatan proyek sosialsiasi kurikulum 2013 dan menandatangani surat perintah membayar (SPP) sehingga anggaran untuk empat item dalam kegiatan itu cair.
Namun, pengaturan tekhnisnya tidak diketahui terdakwa, seperti melakukan pembayaran honor bagi para guru yang mengikuti kegiatan sosialsiasi maupun tenaga dosen dari Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon yang memberikan sosialisasi.
"Kami juga akan melakukan upaya banding ke PT Ambon karena yang lebih berperan dalam mengelola anggaran K13 adalah Fransyane Puttileihalat," tandas Sammy.