Ambon, 8/9 (Antaranews Maluku) - Festival Taiminya yang digelar Sabtu merupakan upaya menghidupkan kembali tradisi masyarakat negeri Latuhalat, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon.
Taiminya merupakan tradisi khas masyarakat Latuhalat berupa olahan kuliner sisa kelapa (ampas kelapa) saat membuat minyak goreng, yang bukan hanya sekadar memenuhi selera, tetapi harga sebuah pengorbanan kaum ibu di Latuhalat untuk masa depan keluarga.
Taiminya menjadi label masyarakat yakni mengolah ampas kelapa tersebut kemudian menjual taiminya dengan tradisi keku (diletakan di atas kepala), sambil berkeliling kampung menjual taiminya dengan rim atau dialek khas Latuhalat.
"Taiminya bukan soal selera tetapi bagaimana mempertahankan tradisi agar tidak hilang oleh perubahan zaman," kata Wali Kota Richard Louhenapessy di Ambon, Sabtu.
Ia mengatakan, taiminya merupakan tradisi yang dilestarikan oleh generasi muda, jika tidak maka akan tergerus zaman dimana saat ini kaum ibu lebih memilih menggunakan minyak goreng dalam kemasan yang memiliki merek untuk memasak.
"Tradisi taiminya harus dibranding kembali, jika tidak maka ke depan generasi muda tidak lagi mengetahui taiminya lagi tetapi minyak goreng kemasan bermerek," katanya.
Latuhalat kata Richard, memiliki budaya dan pariwisata yang sangat menarik, bukan karena letaknya yang berada di ujung wilayah Kota Ambon, tetapi berbagai tradisi yang harus dipertahankan seperti timba laor, taiminya dan huhate.
Budaya Timba Laor atau menangkap cacing laut (Lyde Oele) secara beramai-ramai dijadikan ikon wisata Kota Ambon.
Timba Laor di Indonesia hanya dilakukan di dua provinsi yakni Maluku dan Nusa Tenggara Barat (NTB) Kota Mataram.
Di Mataram, budaya Timba Laor yang disebut Nyale dilakukan setiap tahun dan menjadi atraksi budaya masyarakat setempat dan para wisatawan, sementara Maluku khususnya Ambon hanya dilakukan masyarakat setempat.
"Saya berharap berbagai tradisi budaya di kota Ambon semakin memperkuat upaya kita untuk mewujudkan Ambon menjadi salah satu kota tujuan wisata di tahun 2020," ujarnya.
Festival Taiminya dan Huhate yang dipusatkan di Pantai Manewangila dan diikuti 286 peserta yang terdiri dari 110 peserta masak taiminya dan 176 peserta mengikuti huhate.
Festival Taiminya hidupkan tradisi masyarakat Latuhalat
Minggu, 9 September 2018 9:35 WIB