Kepala Dinas Sosial Maluku, Sartono Pining mengatakan, masih ada banyak tahapan yang harus diselesaikan untuk penanganan korban konlik kemanusiaan 1999 di Maluku dan Maluku Utara terkait adanya keputusan Mahkamah Agung (MA) RI.
"Kalau memang ada keputusan MA seperti itu. Namun, tidak serta-merta kita melaksanakannya sebab ada berbagai tahapan yang mesti dilaksanakan karena tentunya harus mengoordinasikannya dengan Pemkab/Pemkot yang mempunyai wilayah dan penduduk untuk memastikan," kata Sartono di Ambon, Senin.
Namun perlu kembali dan merujuk pada berbagai komitmen yang sudah dibuat pemerintah melalui Menko Kesra, Kemensos, pemerintah provinsi (Pemprov) Maluku serta 11 Pemkab/Pemkot karena yang terakhir itu pada 2009 sudah menjadi komitmen bahwa sebenarnya penanganan pengungsi itutelah dinyatakan selesai.
"Meski pun faktanya ada class action, tetapi kita mempunyai komitmen bersama antara Pemprov dengan Pemkab dan pemkot di Maluku yang disyaratkan di situ apabila masih ada pengungsi lagi maka dikembalikan kepada Pemkab/Pemkot untuk diselesaikan," ujar Sartono.
"Jadi saya kira ini tidak semudah yang kita bayangkan, dan sekarang di Maluku sudah kondusif dan harapannya bisa tetap bertahan secara baik, jangan sampai dengan adanya wacana yang sebetulnya bukan difasilitasi oleh siapa tetapi ini sebetulnya yayasan dari Sulawesi Tenggara yang melakukan class action dan mengajukannya secara kolektif," katanya lagi.
Kemarin waktu Rakornis secara virtual dengan Menkopolhukam, Mahfud MD juga menegaskan kalau proses ini masih panjang sebab Pemda juga tidak mengetahui jumlah 200 ribu lebih KK itu siapa saja orangnya.
Sehingga kalau memang keputusan itu dilaksanakan maka jumlah yang ditetapkan adalah sekian orang pengungsi yang harus diselesaikan hak-haknya harus dikirim setelah melalui proses verifikasi dan validasi data.
Maka terkaitke putusan MA ini belum ada proses apa pun karena masih jauh dan ada banyak langkah yang perlu dilakukan mengingat masih dilakukan koordinasi, mengingat dalam Rakornis itu dihadiri juga Menteri Keuangan, Menteri Sosial, dan Mendes PDT.
"Yang namanya keputusan MA tetap menjadi bagian yang penting dan kita akan melihat lagi berbagai tahapan yang sebelumnya memang sudah dilakukan," ujarnya.
Dinsos Maluku juga belum memiliki data pengungsi mana yang mestinya diselesaikan, sehingga diharapkan dari persoalan seperti ini tidak menimbulkan masalah baru.
Oleh karenanya kalau yang namanyake putusan MA maka harus disampaikan secara resmi disertai berapa banyak uang diperuntukkan bagi para pengungsi yang datanya by name by adress sehingga menjadi acuan bagi pemerintah agar pendalamannya tidak lari ke mana-mana dan tepat sasaran.
Soal kebijakan pembayaran dikembalikan kepada kebijakan dan kemampuan pemerintah tentunya.
Bisa saja dahulunya ada pengungsi yang merasa tidak ditangani, padahal ada pola penanganan dalam bentuk lainnya yaitu tereleminasi namun mereka merasa penanganan seperti ini tidak adil.
"Ini bukan persoalan adil atau tidak, tetapi kalau seorang pengungsi sudah mendapat terminasi maka dia tidak bisa mendapatkan BBR dan uang pemulangan," tandas Sartono.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021
"Kalau memang ada keputusan MA seperti itu. Namun, tidak serta-merta kita melaksanakannya sebab ada berbagai tahapan yang mesti dilaksanakan karena tentunya harus mengoordinasikannya dengan Pemkab/Pemkot yang mempunyai wilayah dan penduduk untuk memastikan," kata Sartono di Ambon, Senin.
Namun perlu kembali dan merujuk pada berbagai komitmen yang sudah dibuat pemerintah melalui Menko Kesra, Kemensos, pemerintah provinsi (Pemprov) Maluku serta 11 Pemkab/Pemkot karena yang terakhir itu pada 2009 sudah menjadi komitmen bahwa sebenarnya penanganan pengungsi itutelah dinyatakan selesai.
"Meski pun faktanya ada class action, tetapi kita mempunyai komitmen bersama antara Pemprov dengan Pemkab dan pemkot di Maluku yang disyaratkan di situ apabila masih ada pengungsi lagi maka dikembalikan kepada Pemkab/Pemkot untuk diselesaikan," ujar Sartono.
"Jadi saya kira ini tidak semudah yang kita bayangkan, dan sekarang di Maluku sudah kondusif dan harapannya bisa tetap bertahan secara baik, jangan sampai dengan adanya wacana yang sebetulnya bukan difasilitasi oleh siapa tetapi ini sebetulnya yayasan dari Sulawesi Tenggara yang melakukan class action dan mengajukannya secara kolektif," katanya lagi.
Kemarin waktu Rakornis secara virtual dengan Menkopolhukam, Mahfud MD juga menegaskan kalau proses ini masih panjang sebab Pemda juga tidak mengetahui jumlah 200 ribu lebih KK itu siapa saja orangnya.
Sehingga kalau memang keputusan itu dilaksanakan maka jumlah yang ditetapkan adalah sekian orang pengungsi yang harus diselesaikan hak-haknya harus dikirim setelah melalui proses verifikasi dan validasi data.
Maka terkaitke putusan MA ini belum ada proses apa pun karena masih jauh dan ada banyak langkah yang perlu dilakukan mengingat masih dilakukan koordinasi, mengingat dalam Rakornis itu dihadiri juga Menteri Keuangan, Menteri Sosial, dan Mendes PDT.
"Yang namanya keputusan MA tetap menjadi bagian yang penting dan kita akan melihat lagi berbagai tahapan yang sebelumnya memang sudah dilakukan," ujarnya.
Dinsos Maluku juga belum memiliki data pengungsi mana yang mestinya diselesaikan, sehingga diharapkan dari persoalan seperti ini tidak menimbulkan masalah baru.
Oleh karenanya kalau yang namanyake putusan MA maka harus disampaikan secara resmi disertai berapa banyak uang diperuntukkan bagi para pengungsi yang datanya by name by adress sehingga menjadi acuan bagi pemerintah agar pendalamannya tidak lari ke mana-mana dan tepat sasaran.
Soal kebijakan pembayaran dikembalikan kepada kebijakan dan kemampuan pemerintah tentunya.
Bisa saja dahulunya ada pengungsi yang merasa tidak ditangani, padahal ada pola penanganan dalam bentuk lainnya yaitu tereleminasi namun mereka merasa penanganan seperti ini tidak adil.
"Ini bukan persoalan adil atau tidak, tetapi kalau seorang pengungsi sudah mendapat terminasi maka dia tidak bisa mendapatkan BBR dan uang pemulangan," tandas Sartono.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021