Kejaksaan Negeri Ternate, Maluku Utara (Malut) melakukan somasi kepada seorang pengacara bernama Maharani Carolina, karena unggahan terlapor di media sosial Facebook terkait kaburnya mantan Jaksa Stephanus Peter Imanuel yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).
"Setelah kami lakukan penelusuran dan investigasi, akun bernama Namaku Ranigila ini berdomisili di Ternate dan berprofesi seorang pengacara. Ini saya sangat menyesalkan seorang pengacara yang memahami hukum secara benar dan baik, menulis dan memberikan citra buruk terkait kinerja Kejaksaan dalam mengadili mantan jaksa itu bernama Steven," kata Kepala Kejaksaan Negeri Ternate, Abdullah di Ternate, Selasa.
Menurut dia, somasi tersebut buntut dari unggahan Maharani di salah satu akun Facebook Namaku Ranigila yang menulis terkait pelarian terpidana narkoba, oknum Jaksa Stephen Peter Emanuel alias Steven yang kini telah ditetapkan sebagai DPO.
Dengan adanya somasi ini, kata Abdullah, secara terbuka melalui media dirinya meminta kepada pemilik akun Namaku Ranigila untuk meminta maaf secara terbuka.
"Somasi ini berlaku 1×24 jam, dan jika hal ini tidak diindahkan maka kami selaku institusi Kejari dan Kejati Malut akan melakukan tindakan hukum sebagai mana mestinya," ujar Abdullah.
Baca juga: Mahkamah Agung tolak gugatan oknum jaksa di Ternate terkait kasus narkoba, vonis tetap 6 tahun penjara
Abdullah menjelaskan, kalau terpidana Steven meninggalkan Kota Ternate dua hari sebelum adanya putusan Kasasi yang diterima Kejari dari Mahkamah Agung (MA).
Sehingga kata dia, pihaknya belum punya kewenangan untuk melakukan eksekusi.
"Penahanan kota yang melekat pada Steven ini, sebelum kami terima putusan Kasasi (dari MA) yang berkekuatan hukum tetap kami tidak memiliki tanggung jawab untuk mengeksekusi," paparnya.
Lanjut dia, namun Steven telah kabur setelah pihaknya menerima putusan kasasi itu.
"Ternyata setelah kita turun lapangan ke alamat Steven yang ada di Ternate, melalui kuasa hukumnya, dia mengirimkan alamat kepada kami bahwa dia sakit di Jakarta dan positif Covid," jelas Abdullah.
Alasan sakit COVID-19 ini, kata Abdullah, setelah ditelusuri ternyata dipalsukan. Ini diketahui setelah dilakukan pengecekan di aplikasi Peduli Lindungi dan mengkonfirmasi di klinik setempat.
"Setelah dikonfirmasi ke pihak klinik mereka juga tidak bertanggung jawab atas keterangan yang dimaksud . Sehingga ini adalah palsu untuk menghindar dari eksekusi kami," katanya.
Baca juga: Jaksa tuntut bandar narkoba 10 tahun penjara, tegakkan hukum
Untuk itu, apa yang disampaikan akun Namaku Ranigila tersebut kata Abdullah dinilai mendiskreditkan nama kejari dan memberi kesan buruk di masyarakat.
"Ini memberi kesan atau mempengaruhi publik untuk mendiskreditkan atau menjelek-jelekan nama institusi Kejari, " katanya.
Secara terpisah, Praktisi Hukum Maharani Carolina saat dikonfirmasi mengatakan, tulisan yang ditulis itu benar dan apa yang dipermasalahkan, itu kan benar, terkecuali menulis di Facebook itu tidak benar.
Menurut Maharani, kasus Steven di Kejati Malut sejak awal mengalami kendala dalam proses sidang di PN karena beberapa kali tidak hadirnya JPU sehingga sidang ditunda dan tidak dicabutnya status tahanan kota terhadap terpidana, institusi harus mendesak pengadilan mengambil langkah.
"Seharusnya ketika terjadi hal seperti itu, pengadilan sudah harus mencabut status tahanan kota terpidana, karena tidak koperatif," ujarnya.
Dia mengatakan, postingan di Facebook harus menjadi satu pembenahan ke depan bukan dengan langkah somasi dan kenapa direspon dengan somasi, seharusnya mereka yang meminta maaf ke publik maupun tahanan lain yang mengalami proses dan ditahan.
Baca juga: Jaksa banding putusan oknum polisi terlibat narkoba
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2022
"Setelah kami lakukan penelusuran dan investigasi, akun bernama Namaku Ranigila ini berdomisili di Ternate dan berprofesi seorang pengacara. Ini saya sangat menyesalkan seorang pengacara yang memahami hukum secara benar dan baik, menulis dan memberikan citra buruk terkait kinerja Kejaksaan dalam mengadili mantan jaksa itu bernama Steven," kata Kepala Kejaksaan Negeri Ternate, Abdullah di Ternate, Selasa.
Menurut dia, somasi tersebut buntut dari unggahan Maharani di salah satu akun Facebook Namaku Ranigila yang menulis terkait pelarian terpidana narkoba, oknum Jaksa Stephen Peter Emanuel alias Steven yang kini telah ditetapkan sebagai DPO.
Dengan adanya somasi ini, kata Abdullah, secara terbuka melalui media dirinya meminta kepada pemilik akun Namaku Ranigila untuk meminta maaf secara terbuka.
"Somasi ini berlaku 1×24 jam, dan jika hal ini tidak diindahkan maka kami selaku institusi Kejari dan Kejati Malut akan melakukan tindakan hukum sebagai mana mestinya," ujar Abdullah.
Baca juga: Mahkamah Agung tolak gugatan oknum jaksa di Ternate terkait kasus narkoba, vonis tetap 6 tahun penjara
Abdullah menjelaskan, kalau terpidana Steven meninggalkan Kota Ternate dua hari sebelum adanya putusan Kasasi yang diterima Kejari dari Mahkamah Agung (MA).
Sehingga kata dia, pihaknya belum punya kewenangan untuk melakukan eksekusi.
"Penahanan kota yang melekat pada Steven ini, sebelum kami terima putusan Kasasi (dari MA) yang berkekuatan hukum tetap kami tidak memiliki tanggung jawab untuk mengeksekusi," paparnya.
Lanjut dia, namun Steven telah kabur setelah pihaknya menerima putusan kasasi itu.
"Ternyata setelah kita turun lapangan ke alamat Steven yang ada di Ternate, melalui kuasa hukumnya, dia mengirimkan alamat kepada kami bahwa dia sakit di Jakarta dan positif Covid," jelas Abdullah.
Alasan sakit COVID-19 ini, kata Abdullah, setelah ditelusuri ternyata dipalsukan. Ini diketahui setelah dilakukan pengecekan di aplikasi Peduli Lindungi dan mengkonfirmasi di klinik setempat.
"Setelah dikonfirmasi ke pihak klinik mereka juga tidak bertanggung jawab atas keterangan yang dimaksud . Sehingga ini adalah palsu untuk menghindar dari eksekusi kami," katanya.
Baca juga: Jaksa tuntut bandar narkoba 10 tahun penjara, tegakkan hukum
Untuk itu, apa yang disampaikan akun Namaku Ranigila tersebut kata Abdullah dinilai mendiskreditkan nama kejari dan memberi kesan buruk di masyarakat.
"Ini memberi kesan atau mempengaruhi publik untuk mendiskreditkan atau menjelek-jelekan nama institusi Kejari, " katanya.
Secara terpisah, Praktisi Hukum Maharani Carolina saat dikonfirmasi mengatakan, tulisan yang ditulis itu benar dan apa yang dipermasalahkan, itu kan benar, terkecuali menulis di Facebook itu tidak benar.
Menurut Maharani, kasus Steven di Kejati Malut sejak awal mengalami kendala dalam proses sidang di PN karena beberapa kali tidak hadirnya JPU sehingga sidang ditunda dan tidak dicabutnya status tahanan kota terhadap terpidana, institusi harus mendesak pengadilan mengambil langkah.
"Seharusnya ketika terjadi hal seperti itu, pengadilan sudah harus mencabut status tahanan kota terpidana, karena tidak koperatif," ujarnya.
Dia mengatakan, postingan di Facebook harus menjadi satu pembenahan ke depan bukan dengan langkah somasi dan kenapa direspon dengan somasi, seharusnya mereka yang meminta maaf ke publik maupun tahanan lain yang mengalami proses dan ditahan.
Baca juga: Jaksa banding putusan oknum polisi terlibat narkoba
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2022