Mantan Bupati Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa, terdakwa dugaan suap pengadaan barang dan jasa, menerima keuntungan ratusan juta rupiah dari bisnis tambang emas tradisional ilegal di Gunung Botak, Kabupaten Buru, selama kurun waktu lima tahun, kata seorang saksi yang dihadirkan dalam persidangan.
"Bisnis ini dimulai tahun 2011 hingga 2015 dan saya tahu saat itu terdakwa sudah menjadi Bupati Bursel (Buru Selatan)," kata Sofyan Saoulisa saat bersaksi pada sidang lanjutan kasus suap pengadaan barang dan jasa sebesar Rp23,279 miliar di Kabupaten Buru Selatan, Maluku, tahun 2011-2016 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Ambon, Kamis.
Sofyan merupakan satu dari tiga saksi meringankan yang dihadirkan tim penasihat hukum terdakwa dalam sidang lanjutan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Nanang Zulkarnain Faizal didampingi Jenny Tulak serta Anthonius Sampe Sammine selaku hakim anggota.
Sofyan menjelaskan pada tahun 2011 bertemu terdakwa dan ditanyakan soal tambang emas di hamparan Leabumi di Gunung Botak. Saksi mengaku sudah memiliki empat kolam.
"Saya tawarkan terdakwa berinvestasi dan memberikan modal patungan Rp25 juta, saya sendiri Rp50 juta untuk bisnis tersebut dan nantinya ada sistem bagi hasil," jelas Sofyan menjawab pertanyaan tim Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikoordinasi Taufik Ibnugroho.
Baca juga: KPK eksekusi Ivana Kwelju, penyuap mantan Bupati Bursel ke Lapas Ambon
Sistem bagi hasil itu nantinya diberikan untuk para penggali atau penambang, saksi, serta terdakwa.
Awalnya para penambang mendapatkan 4 kilogram emas dan dijual seharga Rp1,5 miliar. Setelah dilakukan pembagian, saksi menyetorkan Rp400 juta kepada terdakwa secara tunai.
Bisnis tambang emas ilegal ini terus berjalan hingga tahun 2015 dan jumlah uang yang disetor kepada terdakwa bervariasi antara Rp100 juta hingga Rp500 juta. Setorannya tidak melalui ajudan bupati maupun ke rekening terdakwa John R. Kasman.
"Jadi, saya tidak mengenali siapa Ivana Kwelju, Liem Sing Tiong, Kimpui dan yang lainnya, termasuk John R. Kasman," jelas Sofyan dalam kesaksiannya.
Baca juga: Pengusaha penyuap mantan Bupati Bursel divonis 20 bulan penjara, lebih rendah dari tuntutan jaksa
Ia mengaku mengetahui penambangan emas di Gunung Botak itu ilegal, tetapi sebagai anak adat dan tokoh pemuda, dirinya juga melakukan aktivitas itu meskipun ada aturan hukum yang melarangnya.
"Ada ribuan orang dari berbagai daerah di Indonesia masuk ke Gunung Botak melakukan aktivitas (penambangan) tersebut dan kami sebagai anak adat juga ikut melakukannya," tambahnya.
Selain bisnis tambang emas tradisional ilegal, tim penasihat hukum terdakwa juga menghadirkan dua saksi lainnya, yakni Jamaludin Lousetu dan Ismail yang menjalankan bisnis perikanan tangkap.
Dalam bisnis yang dimulai sejak tahun 2006 ini, terdakwa Tagop Sudarsono turut menanam saham dan setiap bulan menerima setoran antara Rp20 juta hingga Rp100 juta melalui rekening bank miliknya.
Penasihat hukum terdakwa, Moritz Tamaela, menjelaskan kehadiran tiga saksi meringankan ini untuk membuktikan kalau rekening bank milik Tagop Sudarsono juga ada transaksi berupa setoran uang dari usaha atau bisnisnya.
Baca juga: Pengembangan kasus gratifikasi Tagop tergantung fakta persidangan
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2022
"Bisnis ini dimulai tahun 2011 hingga 2015 dan saya tahu saat itu terdakwa sudah menjadi Bupati Bursel (Buru Selatan)," kata Sofyan Saoulisa saat bersaksi pada sidang lanjutan kasus suap pengadaan barang dan jasa sebesar Rp23,279 miliar di Kabupaten Buru Selatan, Maluku, tahun 2011-2016 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Ambon, Kamis.
Sofyan merupakan satu dari tiga saksi meringankan yang dihadirkan tim penasihat hukum terdakwa dalam sidang lanjutan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Nanang Zulkarnain Faizal didampingi Jenny Tulak serta Anthonius Sampe Sammine selaku hakim anggota.
Sofyan menjelaskan pada tahun 2011 bertemu terdakwa dan ditanyakan soal tambang emas di hamparan Leabumi di Gunung Botak. Saksi mengaku sudah memiliki empat kolam.
"Saya tawarkan terdakwa berinvestasi dan memberikan modal patungan Rp25 juta, saya sendiri Rp50 juta untuk bisnis tersebut dan nantinya ada sistem bagi hasil," jelas Sofyan menjawab pertanyaan tim Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikoordinasi Taufik Ibnugroho.
Baca juga: KPK eksekusi Ivana Kwelju, penyuap mantan Bupati Bursel ke Lapas Ambon
Sistem bagi hasil itu nantinya diberikan untuk para penggali atau penambang, saksi, serta terdakwa.
Awalnya para penambang mendapatkan 4 kilogram emas dan dijual seharga Rp1,5 miliar. Setelah dilakukan pembagian, saksi menyetorkan Rp400 juta kepada terdakwa secara tunai.
Bisnis tambang emas ilegal ini terus berjalan hingga tahun 2015 dan jumlah uang yang disetor kepada terdakwa bervariasi antara Rp100 juta hingga Rp500 juta. Setorannya tidak melalui ajudan bupati maupun ke rekening terdakwa John R. Kasman.
"Jadi, saya tidak mengenali siapa Ivana Kwelju, Liem Sing Tiong, Kimpui dan yang lainnya, termasuk John R. Kasman," jelas Sofyan dalam kesaksiannya.
Baca juga: Pengusaha penyuap mantan Bupati Bursel divonis 20 bulan penjara, lebih rendah dari tuntutan jaksa
Ia mengaku mengetahui penambangan emas di Gunung Botak itu ilegal, tetapi sebagai anak adat dan tokoh pemuda, dirinya juga melakukan aktivitas itu meskipun ada aturan hukum yang melarangnya.
"Ada ribuan orang dari berbagai daerah di Indonesia masuk ke Gunung Botak melakukan aktivitas (penambangan) tersebut dan kami sebagai anak adat juga ikut melakukannya," tambahnya.
Selain bisnis tambang emas tradisional ilegal, tim penasihat hukum terdakwa juga menghadirkan dua saksi lainnya, yakni Jamaludin Lousetu dan Ismail yang menjalankan bisnis perikanan tangkap.
Dalam bisnis yang dimulai sejak tahun 2006 ini, terdakwa Tagop Sudarsono turut menanam saham dan setiap bulan menerima setoran antara Rp20 juta hingga Rp100 juta melalui rekening bank miliknya.
Penasihat hukum terdakwa, Moritz Tamaela, menjelaskan kehadiran tiga saksi meringankan ini untuk membuktikan kalau rekening bank milik Tagop Sudarsono juga ada transaksi berupa setoran uang dari usaha atau bisnisnya.
Baca juga: Pengembangan kasus gratifikasi Tagop tergantung fakta persidangan
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2022