Warga desa Tulehu, kecamatan Salahutu, kabupaten Maluku Tengah, Selasa, memblokir jalan sebagai ungkapan protes terhadap Bupati setempat, Abdullah Tuasikal, yang tidak mengakui John Saleh Ohorella menjadi raja, membekukkan pemangku adat (Saniri) dan diduga menuding masyarakat setempat melakukan perbuatan makar. Seratusan warga yang dikoordinir raja Tulehu, John Ohorella itu menempatlkan balok - balok cor bangunan, pohon - pohon dan sebuah bus pengangkut barang di depan kantor Camat Salahutu, bahkan pertigaan jalan desa Tulehu dicor dengan semen setinggi 30 CM. Ungkapan protes warga Tulehu tersebut mengakibatkan lalu lintas menuju desa Waai dan Liang serta pelabuhan speedboat, pelabuhan Hurnala dan dermaga penyeberangan Hunimua, pulau Ambon terhambat. Kendaraan bermotor tidak diperkenankan melintasi blokiran jalan tersebut oleh warga baik perempuan maupun pria. "Kami mohon maaf kendaraan tidak bisa lewat. Silahkan parkir dan jalan, selanjutnya naik ojek ke tempat tujuan setelah pertigaan menuju tempat tujuan," ujar warga. Aksi warga Tulehu itu mengakibatkan terjadi antrian panjang kenderaan bermotor tujuan ke desa setempat, Waai, Liang serta pulau Haruku, Nusalaut, kabupaten Maluku Tengah, Seram Bagian Barat (SBB) dan Seram Bagian Timur (SBT) memanfaatkan penyebarangan Hunimua, pulau Ambon - Waipirit, pulau Seram dan trans Seram. Warga Tulehu yang tersulut emosional dengan informasi adanya pernyataan Bupati Tuasikal saat rapat dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Masohi, ibu kota kabupaten setempat pada 27 Februari 2011 bahwa perbuatan mereka seperti PKI, gerakan separatis Republik Maluku Selatan (RMS) dan teroris dilampiaskan dengan merusak kaca jendela kantor Camat Salahutu. Camat Salahutu, La Kadir sempat menyelamatkan diri dengan keluar dari kantor sebelum masyarakat melakukan aksi setelah rapat Saniri. Raja Tulehu, John Ohorella menegaskan warga mendesak jalan tetap diblokir hingga Pemprov Maluku menyelesaikan permasalahan dengan Bupati Tuasikal. "Saya bersama Ketua Komnas Ham Maluku, Ot Lawalatta, SH serta enam Raja negeri saudara sudah menemui Gubernur Maluku, Karel Albert Ralahalu, kemarin (Senin), sekaligus menyerahkan surat keputusan Saniri Tulehu,"ujarnya. Ohorella mengakui tidak bisa berbuat banyak terhadap desakan warga yang melalui Saniri Tulehu telah mengukuhkannya menjadi Raja pada 24 Januari 2011. "Tulehu ini negeri adat sehingga keputusan Saniri harus dijunjung tinggi, makanya jalan tetap diblokir hingga ada penyelesaian dengan Bupati Malteng yang difasilitasi Pemprov Maluku," tegasnya. Pelaksana harian Asisten Tata Pemerintahan Setda Maluku, Michael Rumajak yang didampingi Wakapolres Pulau Ambon dan Pulau - Pulau Lease, Kompol Harold Huwaemenemui warga Tulehu di kantor Camat Salahutu mengatakan siap menyelesaikan masalah tersebut. "Saya akan melaporkan Gubernur yang sedang tugas dinas ke Jakarta, selanjutnya berkoordinasi dengan Pemkab Malteng untuk menuntaskan masalah tersebut," katanya. Rumajak juga menjamin untuk menuntaskan informasi pernyataan Bupati Tuasikal yang menyatakan warga Tulehu berbuat makar. "Kami menjunjung tinggi azas praduga tidak bersalah, selanjutnya berkoordinasi untuk menyelesaikan masalah tersebut," ujarnya. Rumajak dan Wakapolres berdialog dengan warga Tulehu hingga Selasa( 1/3) malam, sekitar pukul 19.15 WIT, tapi mereka bersikeras tidak bersedia membuka pemblokiran jalan. Bupati Tuasikal pada kesempatan terpisah membantah mengeluarkan pernyataan bahwa rakyat Tulehu bertindak seperti PKI, RMS dan teroris. "Tidak benar itu, silakan proses hukum, baik melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) maupun institusi penegak hukum lainnya," katanya.

Pewarta:

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2011