Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menilai putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap terdakwa Richard Eliezer menjadi tonggak baru bagi dunia peradilan pidana di Tanah Air.
"Pertama, hakim jelas-jelas merujuk kepada Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo di Jakarta, Jumat.
Hal tersebut disampaikan Ketua LPSK menanggapi putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menjatuhkan vonis satu tahun enam bulan penjara kepada terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E atas kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Baca juga: Wakil Ketua LPSK: Bharada E contoh justice collaborator
Hasto yang didampingi empat pimpinan LPSK lainnya juga menyinggung soal dilema hukum yang dialami Richard Eliezer. Kendati menyandang status justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum, dia tetap dituntut 12 tahun oleh jaksa penuntut umum dalam perkara itu.
Atas dilema hukum yang terjadi, Hasto mengatakan bahwa Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban memang masih tergolong paradigma baru dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.
"Termasuk justice collaborator yang menjadi subjek baru yang dilindungi LPSK dan diatur dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban," katanya.
Baca juga: LPSK: Tuntutan dan replik jaksa terhadap Bharada E silap
Di satu sisi, LPSK menyadari bahwa belum semua pihak bisa memahami dengan sempurna atas paradigma sistem peradilan pidana tersebut. Namun, hakim dengan progresif telah memberikan putusan, salah satunya berdasarkan pasal yang ada dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban.
"Ini adalah tonggak sejarah baru," tambahnya.
Pada kesempatan itu, Hasto juga membahas atau menjawab soal keraguan apakah Richard Eliezer pantas mengantongi status justice collaborator sebab biasanya hal itu hanya diberikan kepada pelaku untuk kasus tindak pidana yang berdimensi kolektif atau kejahatan terorganisasi, seperti korupsi, tindak pidana perdagangan orang, dan narkotika.
Baca juga: LPSK sebut Hari HAM momentum perkuat pemulihan korban HAM berat
Akan tetapi, jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 yang sudah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 menyatakan bahwa selain tindak pidana korupsi, perdagangan orang dan narkotika, justice collaborator juga bisa diberikan kepada kasus tindak pidana yang ditetapkan LPSK.
Ia mengatakan sebelum memberikan perlindungan, LPSK lebih dulu melakukan asesmen dan sebagainya sehingga menyatakan Bharada E layak diberikan justice collaborator.
"Dibandingkan justice collaborator lain yang pernah diberikan LPSK, saya melihat nilai lebih Eliezer ini adalah ketulusannya dan kesungguhannya," ujar Hasto.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: LPSK: Putusan hakim terhadap Eliezer jadi tonggak baru dunia peradilan
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2023
"Pertama, hakim jelas-jelas merujuk kepada Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo di Jakarta, Jumat.
Hal tersebut disampaikan Ketua LPSK menanggapi putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menjatuhkan vonis satu tahun enam bulan penjara kepada terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E atas kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Baca juga: Wakil Ketua LPSK: Bharada E contoh justice collaborator
Hasto yang didampingi empat pimpinan LPSK lainnya juga menyinggung soal dilema hukum yang dialami Richard Eliezer. Kendati menyandang status justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum, dia tetap dituntut 12 tahun oleh jaksa penuntut umum dalam perkara itu.
Atas dilema hukum yang terjadi, Hasto mengatakan bahwa Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban memang masih tergolong paradigma baru dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.
"Termasuk justice collaborator yang menjadi subjek baru yang dilindungi LPSK dan diatur dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban," katanya.
Baca juga: LPSK: Tuntutan dan replik jaksa terhadap Bharada E silap
Di satu sisi, LPSK menyadari bahwa belum semua pihak bisa memahami dengan sempurna atas paradigma sistem peradilan pidana tersebut. Namun, hakim dengan progresif telah memberikan putusan, salah satunya berdasarkan pasal yang ada dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban.
"Ini adalah tonggak sejarah baru," tambahnya.
Pada kesempatan itu, Hasto juga membahas atau menjawab soal keraguan apakah Richard Eliezer pantas mengantongi status justice collaborator sebab biasanya hal itu hanya diberikan kepada pelaku untuk kasus tindak pidana yang berdimensi kolektif atau kejahatan terorganisasi, seperti korupsi, tindak pidana perdagangan orang, dan narkotika.
Baca juga: LPSK sebut Hari HAM momentum perkuat pemulihan korban HAM berat
Akan tetapi, jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 yang sudah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 menyatakan bahwa selain tindak pidana korupsi, perdagangan orang dan narkotika, justice collaborator juga bisa diberikan kepada kasus tindak pidana yang ditetapkan LPSK.
Ia mengatakan sebelum memberikan perlindungan, LPSK lebih dulu melakukan asesmen dan sebagainya sehingga menyatakan Bharada E layak diberikan justice collaborator.
"Dibandingkan justice collaborator lain yang pernah diberikan LPSK, saya melihat nilai lebih Eliezer ini adalah ketulusannya dan kesungguhannya," ujar Hasto.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: LPSK: Putusan hakim terhadap Eliezer jadi tonggak baru dunia peradilan
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2023