Pemimpin Libya Muamar Gaddafi, yang tak mau tunduk, sambil mengacungkan tinju ke udara, mengunjungi beberapa jalan di kota Tripoli, sementara pemimpin dunia berjuang agar tetap bersatu dalam aksi udara pimpinan NATO --yang sejauh ini gagal menggusur dia dari jabatan. Di mobil 4X4 terbuka, Gaddafi --yang memakai pakaian warna sejuk dan topi berburu-- disambut oleh pejalan kaki yang tinju terkepal pada Kamis (14/4). "Tuhan, Libya, Muamar dan tak ada orang lain," demikian teriakan para pendukungnya sementara suara ledakan keras mengguncang permukiman Bab al-Aziziya, tempat kediaman Gaddafi dan pangkalan bagi sebagian besar wartawan asing di ibu kota Libya. NATO mulanya membantah aliansi Barat itu kembali membom Tripoli, tapi jurubicaranya belakangan mengakui serangan telah ditujukan ke pinggiran kota tersebut. "Laporan misi yang datang terlambat dari para pilot yang baru kembali dari Libya menunjukkan kelihatannya ada dua serangan tambahan yang dilancarkan terhadap sasaran yang lebih dekat ke kota Tripoli," kata seorang pejabat NATO yang tak mau disebutkan jatidirinya. Perpecahan muncul di persekutuan Barat itu saat Washington menolak seruan Prancis untuk memberi bantuan tambahan dalam penerapan resolusi Dewan Keamanan PBB yang mensahkan semua cara guna melindungi warga sipil Libya. Namun dalam upaya menyatukan barisan, Perdana Menteri Ingris David Cameron, Presiden Prancis Nicolas Sarkozy dan Presiden AS Barack Obama menyiarkan artikel bersama. Mereka menyatakan Libya pada masa depan dengan Gaddafi memerintah sebagai "tak masuk akal" dan sebagai "pengkhianatan tanpa sadar" oleh seluruh dunia. "Tak terfikirkan bahwa seseorang yang telah berusaha membantai rakyatnya sendiri dapat memainkan peran dalam pemerintah masa depan mereka," demikian isi artikel tersebut, yang disiarkan di London Times, The Washington Post dan harian Prancis, Le Fidaro. Putri Gaddafi, Aisha, yang menanggapi pernyataan itu, mengatakan seruan agar ayahnya mundur adalah penghinaan buat semua rakyat Libya.

Pewarta:

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2011