Ambon (Antara Maluku) - Ketua Komisi A DPRD Maluku Richard Rahakbauw mengatakan rencana pemindahan ibu kota provinsi dari Kota Ambon ke Makariki di Kecamatan Amahai (Pulau Seram), Kabupaten Maluku Tengah membutuhkan waktu 25 tahun.

"Pemprov hanya menargetkan jangka waktu 10 tahun untuk menyiapkan berbagai sarana infrastruktur dalam menunjang rencana pemindahan ibu kota provinsi, padahal waktu seperti ini sangat tidak cukup dan masih memerlukan program penunjang lainnya," katanya di Ambon, Selasa.

Selaku komisi yang membidangi masalah hukum, keamanan, politik dan pemerintahan, pihaknya telah membuat telaah terkait rencana pemindahan ibu kota provinsi, tapi ternyata masih dibutuhkan sejumlah program penunjang lainnya.

Richard mengatakan, ada beberapa hal yang kemudian menjadi sebuah persyaratan dari komisi yang minta dipertimbangkan oleh rapat paripurna dewan nantinya, terutama mengenai jangka waktu yang dikehendaki pemda hanya sepuluh tahun.

Tapi, Komisi A minta jangka waktunya 25 tahun dengan catatan, ketika ibu kota itu dipindahkan maka yang pertama harus dikoordinasikan dengan Pemkot Ambon untuk mendapat restu yang punya kota.

Hal itu penting agar pemindahan ini berdasarkan kehendak rakyat di sini dan tidak menimbulkan dampak instabilitas politik maupun keamanan dan ketertiban di daerah ini.

Selain itu, komisi juga minta pemprov menyiapkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, selain dicanangkan pembangunan sarana/prasarana infrastruktur pemerintahan di Makariki.

"Menurut komisi, Malteng merupakan daerah yang sangat terbelakang dan belum terjangkau oleh pembangunan, terutama pada daerah Seram Bagian Utara dan Seram Selatan, contohnya struktur jalan yang tidak layak dilewati kendaraan bermotor," katanya.

Seyogyanya, pemda harus menyiapkan pemindahan itu dengan membuat jalan yang lebih baik sehingga terjadi pertumbuhan ekonomi baru, membuka pasar permanen yang layak dan terminal transit yang permanen.

"Kalau ini terjadi maka ada peningkatan pendapatan per kapita masyarakat dan bisa membuat rakyat makin sejahtera," katanya.

Seram Utara dan Seram Selatan harus dimekarkan menjadi satu kabupaten sebagai penyangga pusat ibu kota, sedangkan Makariki nantinya dicanangkan pemprov sebagai ibu kota perdagagan di kawasan Asia atau Indonesia Timur dan juga sebagai kawasan embarkasi.

Richard mengatakan awalnya pemprov menawarkan sejumlah lokasi kepada tim khusus dari IPB Bogor untuk menentukan lokasi ibu kota provinsi yang tepat dan layak, di antaranya kawasan Telaga Kodok dan Negeri Suli (Pulau Ambon) serta Makariki dan dataran Pasahari (Pulau Seram).

Dari beberapa item daerah yang disampaikan ke ITB, mereka melakukan pengkajian dan ternyata ada dua lokasi yang berpotensi antara lain Makariki dan dataran Pasahari

"Kalau Makariki dipilih itu wajar karena ada satu lapangan terbang dari zaman penjajahan Belanda memiliki panjang 3 Km dan sampai saat ini tersisa 800 meter tapi bisa dikembangkan untuk didarati pesawat berbadan besar," katanya.

Dengan begitu, pemprov dapat menjadikannya sebagai daerah transit untuk wilayah Indonesia Timur yang menghubungkan Maluku dengan negara lain di Asia Pasifik sekaligus sebagai alur lalu lintas perdagangan.

Komisi juga berkeinginan agar pulau-pulau Lease, Saparua dan Leihitu serta Nusalaut dimekarkan sebagai kabupaten baru sehingga menjadi daya dukung ibu kota provinsi yang baru, sehingga kurang tepat kalau pemprov hanya menargetkan waktu sepuluh tahun.

"Prosesnya harus antara 25 sampai 30 tahun karena target sepuluh tahun itu bukan waktu yang cukup, mengingat pemindahan ini bukan ibarat membalik telapak tangan langsung jadi sehingga perlu dilakukan proses pembangunan secara bertahap," kata Richard.

Proses penandatanganan prasasti pencanangan pemindahan ibu kota ini juga bisa dilakukan kalau DPRD sudah menyetujuinya lewat rapat paripurna, tapi sejauh ini agenda tersebut belum dilaksanakan, namun komisi sudah membantu proses tersebut dengan menyiapkan telaah.

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2013