Ambon (Antara Maluku) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Maluku akan membentuk panitia khusus (pansus) untuk melakukan pengkajian terkait rencana pemerintah daerah memindahkan ibu kota provinsi dari Pulau Ambon ke Pulau Seram.
"Mulai pekan depan kita akan bentuk pansus terkait pemindahan ibu kota provinsi, karena rencana ini harus dilaksanakan dalam semangat ke-Maluku-an, tidak bisa hanya antara Kota Ambon dan Maluku Tengah saja," kata Wakil Ketua DPRD Maluku Mercy Barends, di Ambon, Rabu.
Rencana pembentukan pansus ini berkaitan dengan pernyataan Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu dalam rapat paripurna khusus DPRD tentang HUT ke-68 provinsi pada 19 Agustus 2013 yang akan melakukan penandatanganan prasasti pencanagan pemindahan ibu kota provinsi dari Kota Ambon ke Makariki, Kecamatan Amahai (Pulau Seram) Kabupaten Maluku Tengah tanggal 24 Agustus.
Mercy Barends menyatakan bahwa pernyataan Gubernur Karel Albert itu langsung menimbulkan reaksi berbagai komponen masyarakat hingga kepala daerah di 11 kabupaten dan kota maupun anggota DPRD Maluku yang menilai program ini terlalu mendadak.
Menurut dia, saat ini lima kawasan yang ada di wilayah Maluku Tenggara hingga Kabupaten Maluku Barat Daya sudah bereaksi keras, karena untuk masyarakat di sana yang akan masuk Pulau Ambon dengan kapal-kapal perintis saja sudah kesulitan dan harus mempertaruhkan nyawa saat musim badai, apalagi ke depan sudah harus dialihkan ke Pulau Seram.
"Karena itu, dalam rapat-rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPRD provinsi disepakati untuk segera membentuk Pansus Pengkajian Pemindahan Ibu Kota Provinsi," katanya.
Pansus ini nantinya terdiri atas utusan fraksi-fraksi yang sedapat mungkin melibatkan unsur komisi yang sudah berproses seperti komisi A serta mempertimbangkan keterwakilan kewilayahan.
"Agar pansus ini tetap dalam semangat ke-Maluku-an, ketika berbicara mengenai perpindahan ibu kota provinsi arahnya seperti apa," katanya.
Pemerintah daerah memang sudah menyampaikan data awal yang kepada lembaga survei dari ITB, tetapi kemudian harus ada data pendukung lainnya seberapa jauh "blue print" berkaitan dengan proses pemerintahan.
Selain itu, perlu pula persepsi dan tanggapan masyarakat yang diwakili unsur DPRD, elemen masyarakat lainnya atau seluruh bupati/wali kota se-Maluku.
"Kita juga agak kaget ketika proses yang kemarin muncul di media massa dan banyak kepala daerah menolak. Jadi, kita tidak bisa serta merta dan gegabah melakukan proses pemindahan tanpa melibatkan seluruh elemen terkait se-Maluku," katanya.
Menurut dia, pada prinsipnya ketika agenda ini dibawa ke DPRD, tetap digunakan mekanisme pembentukan pansus," katanya.
Pada 24 Agustus 2013 tidak jadi dilakukan penandatanganan prasasti pencanangan pemindahan ibu kota provinsi yang sebenarnya merupakan niat baik gubernur.
"Memang harus dikaji dengan baik agar tidak menimbulkan resistensi di masyarakat," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2013
"Mulai pekan depan kita akan bentuk pansus terkait pemindahan ibu kota provinsi, karena rencana ini harus dilaksanakan dalam semangat ke-Maluku-an, tidak bisa hanya antara Kota Ambon dan Maluku Tengah saja," kata Wakil Ketua DPRD Maluku Mercy Barends, di Ambon, Rabu.
Rencana pembentukan pansus ini berkaitan dengan pernyataan Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu dalam rapat paripurna khusus DPRD tentang HUT ke-68 provinsi pada 19 Agustus 2013 yang akan melakukan penandatanganan prasasti pencanagan pemindahan ibu kota provinsi dari Kota Ambon ke Makariki, Kecamatan Amahai (Pulau Seram) Kabupaten Maluku Tengah tanggal 24 Agustus.
Mercy Barends menyatakan bahwa pernyataan Gubernur Karel Albert itu langsung menimbulkan reaksi berbagai komponen masyarakat hingga kepala daerah di 11 kabupaten dan kota maupun anggota DPRD Maluku yang menilai program ini terlalu mendadak.
Menurut dia, saat ini lima kawasan yang ada di wilayah Maluku Tenggara hingga Kabupaten Maluku Barat Daya sudah bereaksi keras, karena untuk masyarakat di sana yang akan masuk Pulau Ambon dengan kapal-kapal perintis saja sudah kesulitan dan harus mempertaruhkan nyawa saat musim badai, apalagi ke depan sudah harus dialihkan ke Pulau Seram.
"Karena itu, dalam rapat-rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPRD provinsi disepakati untuk segera membentuk Pansus Pengkajian Pemindahan Ibu Kota Provinsi," katanya.
Pansus ini nantinya terdiri atas utusan fraksi-fraksi yang sedapat mungkin melibatkan unsur komisi yang sudah berproses seperti komisi A serta mempertimbangkan keterwakilan kewilayahan.
"Agar pansus ini tetap dalam semangat ke-Maluku-an, ketika berbicara mengenai perpindahan ibu kota provinsi arahnya seperti apa," katanya.
Pemerintah daerah memang sudah menyampaikan data awal yang kepada lembaga survei dari ITB, tetapi kemudian harus ada data pendukung lainnya seberapa jauh "blue print" berkaitan dengan proses pemerintahan.
Selain itu, perlu pula persepsi dan tanggapan masyarakat yang diwakili unsur DPRD, elemen masyarakat lainnya atau seluruh bupati/wali kota se-Maluku.
"Kita juga agak kaget ketika proses yang kemarin muncul di media massa dan banyak kepala daerah menolak. Jadi, kita tidak bisa serta merta dan gegabah melakukan proses pemindahan tanpa melibatkan seluruh elemen terkait se-Maluku," katanya.
Menurut dia, pada prinsipnya ketika agenda ini dibawa ke DPRD, tetap digunakan mekanisme pembentukan pansus," katanya.
Pada 24 Agustus 2013 tidak jadi dilakukan penandatanganan prasasti pencanangan pemindahan ibu kota provinsi yang sebenarnya merupakan niat baik gubernur.
"Memang harus dikaji dengan baik agar tidak menimbulkan resistensi di masyarakat," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2013