Ambon (Antara Maluku) - Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu menegaskan pencanangan pemindahan ibu kota Maluku dari Ambon ke Makariki, Maluku Tengah sudah tepat, sekaligus menjadi momentum bersejarah membangun daerah itu.
"Saya sudah mencanangkan pemindahan ibu kota provinsi Maluku dari Ambon ke Makariki pada Sabtu (14/9). Langkah ini sudah tepat sekaligus mengukir catatan bersejarah dalam perjalanan panjang membangun `bumi raja-raja` ini," kata Gubernur Karel Albert Ralahalu, di Ambon, Minggu.
Karel Ralahalu meminta berbagai komponen untuk tidak mempolemikkan dan mempertentangkan pencanangan pemindahan ibu kota yang dilakukan di akhir masa jabatannya sebagai Gubernur Maluku periode 2008-2013 berpasangan dengan Wakil Gubernur Said Assagaff, pada 15 September 2013.
Menurutnya, pencanangan tersebut tidak serta merta berbagai urusan pemerintahan dan sosial kemasyarakatan maupun pegawai dipindahkan ke Makariki, tetapi membutuhkan waktu 10 hingga 20 tahun untuk merealisasikannya.
"Mungkin juga 30 tahun baru aktivitas pemerintahan dan pelayanan sosial kemasyarakat pindah dari Ambon ke Makariki, karena harus melewati berbagai tahapan di samping dibutuhkan dana sangat besar untuk membangun berbagai infrastruktur pendukung yang dibutuhkan. Tetapi ini keputusan politik yang menentukan masa depan Maluku secara keseluruhan," katanya.
Diakuinya, banyak komponen masyarakat melontarkan isu dan pikiran beragam melalui media massa tentang pemindahan ibu kota provinsi Maluku tersebut. Tetapi hal itu dianggap wajar dan sehat dalam sistem pemerintahan serta menjadi pilar tegaknya demokratisasi dalam kematangan dan perkembangan pembangunan di Maluku.
Gubernur menegaskan alasan mendasar pencanangan pemindahan ibu kota ke Makariki semata-mata karena pertimbangan komprehensif akan perkembangan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat di seluruh Maluku.
Khusus Kota Ambon sebagai ibu kota saat ini realitas fisiknya seperti penggunaan lahan, kependudukan, sektor ekonomi, sarana dan prasarana transportasi, listrik, air bersih, telekomunikasi, drainase, persampahan dan realitas sosial dalam rentang waktu 15 - 20 tahun mendatang, akan berada pada titik puncak pemanfaatan dan sulit dikembangkan karena telah berada pada titik jenuhnya.
Menu7rut dia, daya dukung Ambon sudah tidak bisa dipaksakan lagi karena luas kota tidak mungkin bertambah. Ambon dari waktu ke waktu terasa menjadi semakin sesak akibat tingkat perkembangan kota yang mengalami kemajuan pesat pada semua aspek, baik pertumbuhan ekonomi, infrastruktur hingga pertumbuhan penduduk yang sangat besar, bahkan terjadi `ledakan` dalam beberapa tahun terakhir.
Pertumbuhan penduduk Kota Ambon dalam beberapa tahun terakhir bisa dibilang meledak. Hasil sensus penduduk 2010 mencatat pertambahan penduduk Kota Ambon tahun 2009 - 2010 16,31 persen, katanya.
Sedangkan data terbaru yang merujuk pada Data Agregat Kependudukan per kecamatan (DAK-2) per 31 Desember 2012 penduduk kota Ambon mencapai 390.825 jiwa atau meningkat 15,2 persen dari data Sensus 2010. Laporan BPS mencatat angka pertumbuhan ekonomi Maluku tahun 2012 mencapai 7,06 persen atau melebihi angka pertumbuhan nasional yang hanya 6,23 persen.
Berdasarkan data tersebut serta hasil studi tim peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB), maka Kota Ambon pada titik tertentu perbandingan antara pertumbuhan penduduk dan daya dukung kota akan mengalami ketimpangan yang kritis atau tidak mampu lagi menopang kehidupan masyarakat perkotaan yang tinggal, sehingga perlu disikapi secara bijak dan ditindak lanjuti agar Ambon tetap menjadi kota yang maju dan berkembang seiring dengan kemampuan dan kapasitasnya.
"Ambon memiliki catatan historis yang tidak mungkin terpisahkan dari Maluku. Maluku dikenal karena Kota Ambon. Orang di mana-mana memaknai Ambon sebagai representasi utuh dari Maluku. Inilah esensi yang tidak bisa memisahkan entitas Kota Ambon dari nama besar Maluku. Ambon tetap menjadi `manise`, kebanggaan orang Maluku," katanya.
Di sisi lain, kebutuhan ibu kota masa depan Maluku harus merupakan sebuah wilayah yang secara utuh memiliki potensi dan kapasitas besar dan memadai guna menampung seluruh tuntutan dan dinamika pembangunan di masa mendatang.
Karel Ralahalu menegaskan, selama 10 tahun kepemimpinannya sebagai gubernur telah meletakkan dasar-dasar pembangunan Maluku pada jalur yang tepat, terarah dan terukur, termasuk melakukan lompatan-lopatan besar pembangunan berkelanjutan, terutama pemanfaatan potensi sumber daya alam yang melipah bagi kesejahteraan masyaraat.
Khusus menyangkut rencana pemindahan ibu kota ke Pulau Seram karena merupakan pulau terbesar di Maluku dengan luas lahan yang tersedia untuk pembangunan jangka panjang serta kaya akan berbagai potensi sumber daya alam baik di darat, laut maupun di perut bumi.
Di masa mendatang, tambah gubernur, Pulau Seram yang dikenal dengan sebutan Nusa Ina atau Pulau Ibu akan dimekarkan menjadi beberapa pusat pertumbuhan dan pemerintahan, diantaranya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Kawasan pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet) Seram di Maluku Tengah maupun berbagai industri pertambangan, perkebunan kelapa sawit dan lainnya.
"Ke depan Pulau Seram yang kaya berbagai potensi sumbere daya alam akan menjadi `ibu negeri` yang memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat di Maluku," harap gubernur.
Gubernur berharap pencanangan pemindahan ibu kota Maluku tersebut akan menciptakan lompatan besar bagi kemajuan pembangunan daerah serta peningkatan ekonomi serta kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat di Maluku di masa mendatang.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2013
"Saya sudah mencanangkan pemindahan ibu kota provinsi Maluku dari Ambon ke Makariki pada Sabtu (14/9). Langkah ini sudah tepat sekaligus mengukir catatan bersejarah dalam perjalanan panjang membangun `bumi raja-raja` ini," kata Gubernur Karel Albert Ralahalu, di Ambon, Minggu.
Karel Ralahalu meminta berbagai komponen untuk tidak mempolemikkan dan mempertentangkan pencanangan pemindahan ibu kota yang dilakukan di akhir masa jabatannya sebagai Gubernur Maluku periode 2008-2013 berpasangan dengan Wakil Gubernur Said Assagaff, pada 15 September 2013.
Menurutnya, pencanangan tersebut tidak serta merta berbagai urusan pemerintahan dan sosial kemasyarakatan maupun pegawai dipindahkan ke Makariki, tetapi membutuhkan waktu 10 hingga 20 tahun untuk merealisasikannya.
"Mungkin juga 30 tahun baru aktivitas pemerintahan dan pelayanan sosial kemasyarakat pindah dari Ambon ke Makariki, karena harus melewati berbagai tahapan di samping dibutuhkan dana sangat besar untuk membangun berbagai infrastruktur pendukung yang dibutuhkan. Tetapi ini keputusan politik yang menentukan masa depan Maluku secara keseluruhan," katanya.
Diakuinya, banyak komponen masyarakat melontarkan isu dan pikiran beragam melalui media massa tentang pemindahan ibu kota provinsi Maluku tersebut. Tetapi hal itu dianggap wajar dan sehat dalam sistem pemerintahan serta menjadi pilar tegaknya demokratisasi dalam kematangan dan perkembangan pembangunan di Maluku.
Gubernur menegaskan alasan mendasar pencanangan pemindahan ibu kota ke Makariki semata-mata karena pertimbangan komprehensif akan perkembangan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat di seluruh Maluku.
Khusus Kota Ambon sebagai ibu kota saat ini realitas fisiknya seperti penggunaan lahan, kependudukan, sektor ekonomi, sarana dan prasarana transportasi, listrik, air bersih, telekomunikasi, drainase, persampahan dan realitas sosial dalam rentang waktu 15 - 20 tahun mendatang, akan berada pada titik puncak pemanfaatan dan sulit dikembangkan karena telah berada pada titik jenuhnya.
Menu7rut dia, daya dukung Ambon sudah tidak bisa dipaksakan lagi karena luas kota tidak mungkin bertambah. Ambon dari waktu ke waktu terasa menjadi semakin sesak akibat tingkat perkembangan kota yang mengalami kemajuan pesat pada semua aspek, baik pertumbuhan ekonomi, infrastruktur hingga pertumbuhan penduduk yang sangat besar, bahkan terjadi `ledakan` dalam beberapa tahun terakhir.
Pertumbuhan penduduk Kota Ambon dalam beberapa tahun terakhir bisa dibilang meledak. Hasil sensus penduduk 2010 mencatat pertambahan penduduk Kota Ambon tahun 2009 - 2010 16,31 persen, katanya.
Sedangkan data terbaru yang merujuk pada Data Agregat Kependudukan per kecamatan (DAK-2) per 31 Desember 2012 penduduk kota Ambon mencapai 390.825 jiwa atau meningkat 15,2 persen dari data Sensus 2010. Laporan BPS mencatat angka pertumbuhan ekonomi Maluku tahun 2012 mencapai 7,06 persen atau melebihi angka pertumbuhan nasional yang hanya 6,23 persen.
Berdasarkan data tersebut serta hasil studi tim peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB), maka Kota Ambon pada titik tertentu perbandingan antara pertumbuhan penduduk dan daya dukung kota akan mengalami ketimpangan yang kritis atau tidak mampu lagi menopang kehidupan masyarakat perkotaan yang tinggal, sehingga perlu disikapi secara bijak dan ditindak lanjuti agar Ambon tetap menjadi kota yang maju dan berkembang seiring dengan kemampuan dan kapasitasnya.
"Ambon memiliki catatan historis yang tidak mungkin terpisahkan dari Maluku. Maluku dikenal karena Kota Ambon. Orang di mana-mana memaknai Ambon sebagai representasi utuh dari Maluku. Inilah esensi yang tidak bisa memisahkan entitas Kota Ambon dari nama besar Maluku. Ambon tetap menjadi `manise`, kebanggaan orang Maluku," katanya.
Di sisi lain, kebutuhan ibu kota masa depan Maluku harus merupakan sebuah wilayah yang secara utuh memiliki potensi dan kapasitas besar dan memadai guna menampung seluruh tuntutan dan dinamika pembangunan di masa mendatang.
Karel Ralahalu menegaskan, selama 10 tahun kepemimpinannya sebagai gubernur telah meletakkan dasar-dasar pembangunan Maluku pada jalur yang tepat, terarah dan terukur, termasuk melakukan lompatan-lopatan besar pembangunan berkelanjutan, terutama pemanfaatan potensi sumber daya alam yang melipah bagi kesejahteraan masyaraat.
Khusus menyangkut rencana pemindahan ibu kota ke Pulau Seram karena merupakan pulau terbesar di Maluku dengan luas lahan yang tersedia untuk pembangunan jangka panjang serta kaya akan berbagai potensi sumber daya alam baik di darat, laut maupun di perut bumi.
Di masa mendatang, tambah gubernur, Pulau Seram yang dikenal dengan sebutan Nusa Ina atau Pulau Ibu akan dimekarkan menjadi beberapa pusat pertumbuhan dan pemerintahan, diantaranya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Kawasan pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet) Seram di Maluku Tengah maupun berbagai industri pertambangan, perkebunan kelapa sawit dan lainnya.
"Ke depan Pulau Seram yang kaya berbagai potensi sumbere daya alam akan menjadi `ibu negeri` yang memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat di Maluku," harap gubernur.
Gubernur berharap pencanangan pemindahan ibu kota Maluku tersebut akan menciptakan lompatan besar bagi kemajuan pembangunan daerah serta peningkatan ekonomi serta kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat di Maluku di masa mendatang.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2013