Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menargetkan dalam satu tahun ini 33 rumah sakit vertikal dan RSUD provinsi bisa mendapat Sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu, Menkes menyebut pemerintah terus menggencarkan transformasi kesehatan, termasuk mendorong ketahanan farmasi melalui pemenuhan fraksionasi plasma yang dibutuhkan untuk memproduksi Produk Obat Derivat Plasma (PODP) yang selama ini masih bergantung impor.
Menkes mengatakan saat ini kebutuhan darah mencapai 5,2 juta kantong tetapi hanya tersedia 4,2 juta kantong, sehingga kekurangan satu juta kantong. Kebutuhan plasma mencapai 350 ribu liter dan baru terpenuhi 145 ribu liter.
Menkes menjelaskan fraksionasi plasma adalah pemilahan plasma dari hasil pengolahan darah, termasuk darah donor. Plasma yang dihasilkan untuk fraksionasi, kemudian diolah menjadi PODP seperti albumin, Intravenous immuniglobulin (IVIg) ,dan faktor VIII yang digunakan dalam berbagai pengobatan.
Dia mencontohkan albumin digunakan untuk mengobati atau mencegah syok pada pasien dengan luka parah, sakit parah, sepsis, pasien penyakit hati yang berat, pendarahan, operasi atau terbakar, pengobatan gagal hati akut, penyakit kuning pada bayi baru lahir, atau pasien sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS).
Kedua, lanjut Menkes, IVig digunakan untuk penanganan terhadap berbagai kondisi imunodefisiensi, autoimun, infeksi, dan inflamasi. Ketiga, kata Menkes, faktor VIII untuk pengobatan terhadap pasien hemofilia, atau kelainan pembekuan darah.
Menkes menuturkan pemenuhan kebutuhan plasma untuk fraksionasi harus diperoleh dari bank plasma atau Unit Pengelola Darah (UPD) yang telah memenuhi standar CPOB sebagai jaminan mutu atas plasma yang dihasilkan.
Menurutnya, semakin banyak UPD yang memenuhi standar, maka diharapkan dapat memenuhi kebutuhan plasma sebagai bahan baku produk obat derivat plasma dan pada akhirnya mengurangi ketergantungan Indonesia pada produk impor
Menkes Budi menargetkan dalam satu tahun ini seluruh rumah sakit vertikal yang berjumlah 33 dan RSUD provinsi bisa mendapat sertifikat CPOB. minimal rumah sakit tingkat kabupaten/kota dapat mengumpulkan darah secara mandiri.
"Jadi kita usahakan semua rumah sakit vertikal sudah dapat CPOB dari BPOM dan itu juga harus menjadi targetnya BPOM. BPOM jangan nunggu saja dong, harus jemput bola," ujar Menkes.
Rumah Sakit Fatmawati dan Rumah Sakit Kariadi menerima CPOB dari BPOM dan diharapkan dapat meningkatkan volume plasma untuk kebutuhan dalam negeri.
Menkes mengatakan sertifikat CPOB untuk UPD RSUP Fatmawati dan RSUP Dr Kariadi terbit pada 2 Juni dan 30 Juni 2024. Dengan penambahan ini, katanya, terdapat total tiga UPD RS yang tersertifikasi CPOB, sehingga total terdapat 22 UPD tersertifikasi CPOB di Indonesia dan memenuhi persyaratan untuk mensuplai plasma untuk fraksionasi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menkes targetkan 33 RS vertikal dapat CPOB dari BPOM pada tahun ini
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2024
Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu, Menkes menyebut pemerintah terus menggencarkan transformasi kesehatan, termasuk mendorong ketahanan farmasi melalui pemenuhan fraksionasi plasma yang dibutuhkan untuk memproduksi Produk Obat Derivat Plasma (PODP) yang selama ini masih bergantung impor.
Menkes mengatakan saat ini kebutuhan darah mencapai 5,2 juta kantong tetapi hanya tersedia 4,2 juta kantong, sehingga kekurangan satu juta kantong. Kebutuhan plasma mencapai 350 ribu liter dan baru terpenuhi 145 ribu liter.
Menkes menjelaskan fraksionasi plasma adalah pemilahan plasma dari hasil pengolahan darah, termasuk darah donor. Plasma yang dihasilkan untuk fraksionasi, kemudian diolah menjadi PODP seperti albumin, Intravenous immuniglobulin (IVIg) ,dan faktor VIII yang digunakan dalam berbagai pengobatan.
Dia mencontohkan albumin digunakan untuk mengobati atau mencegah syok pada pasien dengan luka parah, sakit parah, sepsis, pasien penyakit hati yang berat, pendarahan, operasi atau terbakar, pengobatan gagal hati akut, penyakit kuning pada bayi baru lahir, atau pasien sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS).
Kedua, lanjut Menkes, IVig digunakan untuk penanganan terhadap berbagai kondisi imunodefisiensi, autoimun, infeksi, dan inflamasi. Ketiga, kata Menkes, faktor VIII untuk pengobatan terhadap pasien hemofilia, atau kelainan pembekuan darah.
Menkes menuturkan pemenuhan kebutuhan plasma untuk fraksionasi harus diperoleh dari bank plasma atau Unit Pengelola Darah (UPD) yang telah memenuhi standar CPOB sebagai jaminan mutu atas plasma yang dihasilkan.
Menurutnya, semakin banyak UPD yang memenuhi standar, maka diharapkan dapat memenuhi kebutuhan plasma sebagai bahan baku produk obat derivat plasma dan pada akhirnya mengurangi ketergantungan Indonesia pada produk impor
Menkes Budi menargetkan dalam satu tahun ini seluruh rumah sakit vertikal yang berjumlah 33 dan RSUD provinsi bisa mendapat sertifikat CPOB. minimal rumah sakit tingkat kabupaten/kota dapat mengumpulkan darah secara mandiri.
"Jadi kita usahakan semua rumah sakit vertikal sudah dapat CPOB dari BPOM dan itu juga harus menjadi targetnya BPOM. BPOM jangan nunggu saja dong, harus jemput bola," ujar Menkes.
Rumah Sakit Fatmawati dan Rumah Sakit Kariadi menerima CPOB dari BPOM dan diharapkan dapat meningkatkan volume plasma untuk kebutuhan dalam negeri.
Menkes mengatakan sertifikat CPOB untuk UPD RSUP Fatmawati dan RSUP Dr Kariadi terbit pada 2 Juni dan 30 Juni 2024. Dengan penambahan ini, katanya, terdapat total tiga UPD RS yang tersertifikasi CPOB, sehingga total terdapat 22 UPD tersertifikasi CPOB di Indonesia dan memenuhi persyaratan untuk mensuplai plasma untuk fraksionasi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menkes targetkan 33 RS vertikal dapat CPOB dari BPOM pada tahun ini
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2024