Jakarta (ANTARA) - Air yang identik dengan kehidupan justru menjadi pemutus kehidupan, kala limpahan elemen itu melanda tiga provinsi di Sumatera. Memboyong gelondongan kayu, seng karatan, rumah-rumah, menghantam warga, memadamkan sambungan listrik serta mimpi-mimpi, memutus jalinan komunikasi yang runtuh bersama puluhan jembatan.
November yang harusnya jadi persiapan untuk menyambut pergantian tahun yang ceria, menjadi masa penuh duka dan panik, berpacu dengan waktu untuk menyelamatkan apa yang masih bisa diselamatkan.
Teringat lagu dari penyanyi Sherina Munaf, "Indonesia Menangis", kembali Tuhan menghempaskan jari-Nya di ujung negeri, buah dari bumi yang disakiti sampai ke perutnya.
Tetapi, air mata saja tidak akan membawa perubahan. Perlu ada keringat, bahkan darah yang dikucurkan untuk menolong sesama. Mencari sebab musabab sambil mengobati luka yang menganga.
Kementerian Kesehatan mengatakan, ada total sekitar 847 ribu pengungsi akibat bencana yang menimpa Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Terbanyak adalah Aceh, dengan jumlah sebanyak 788 ribu orang, karena jembatan-jembatannya banyak yang tinggal nama.
Dengan tiadanya listrik, bensin, kata Wakil Menteri Kesehatan Benjamin Paulus, layanan kesehatan menjadi terganggu. Ada setidaknya 31 RS dan 156 puskesmas yang terdampak di ketiga provinsi.
Penyakit-penyakit akibat banjir pun bermunculan: demam, batuk pilek, penyakit kulit, diare. Bahkan, menurut temuan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) mendominasi penyakit yang banyak ditemukan pada anak-anak di masa krisis ini.
Oleh karena itu, pemerintah pun cepat tanggap dengan mengirimkan bantuan berupa obat-obatan, alat kesehatan, dan menjalin kerja sama dengan Pertamina untuk memastikan ada daya untuk kelangsungan sejumlah fasilitas, seperti bank darah, agar stoknya tidak rusak.
Bahkan, Presiden Prabowo Subianto meminta agar dokter-dokter magang ikut turun membantu mereka di Sumatera. Hal ini disampaikan dalam rapat di Aceh, pada Minggu (7/12).
Dengan sigap Kemenkes mengiyakan, mengirimkan yang magang serta para spesialisnya, dan meminta bantuan Kementerian Pertahanan untuk mengirimkan para dokternya juga untuk membimbing yang masih magang.
Untuk menjalin tali silaturahim dengan dunia luar, pemerintah juga memastikan kelancaran komunikasi menggunakan Starlink.
Kepala Bagian Info Dinas Penerangan Angkatan Darat, Letnan Kolonel (Arm) Sayed Syahrial memastikan bahwa pihak Starlink sendiri yang menggratiskan biayanya, merespons beredar kabar adanya dugaan praktik pungutan liar kepada korban banjir yang ingin memakai fasilitas tersebut.
Tak lupa, pemerintah memastikan bahwa puluhan ribu ton bantuan sudah dikirim ke wilayah terdampak.
Presiden Prabowo Subianto pun memerintahkan jajarannya untuk alokasi Dana Siap Pakai (DSP) dalam APBN jika diperlukan untuk kebutuhan penanganan dampak banjir bandang dan longsor di tiga provinsi Sumatera, yaitu Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Instruksi itu juga berlaku untuk kementerian dan lembaga yang terlibat dalam penanganan dampak bencana.
Tak hanya pemerintah pusat saja, pemerintah daerah pun mengulurkan bantuannya untuk saudara-saudara di Sumatera. Salah satunya Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang mendonasikan bantuan kemanusiaan sebesar Rp1,5 miliar.
Gubernur Nusa Tenggara Melki Laka Lena mengatakan bahwa bantuan itu adalah bentuk solidaritas dan kepedulian terhadap sesama anak bangsa. NTT berharap bantuan itu dapat digunakan untuk pemulihan awal pascabencana.
Para relawan pun tergerak. Palang Merah Indonesia (PMI) mengirimkan total 1.070 kantong darah ke daerah terdampak untuk membantu korban bencana Sumatera yang anemia serta kasus perdarahan seperti komplikasi melahirkan, kecelakaan, dan kebutuhan operasi.
Kepala Bidang Pelayanan Darah Unit Donor Darah Pusat (UDDP) PMI dr. Nova Surya Indah Hippy, mengatakan, pengiriman kantong darah dimulai sejak 29 November 2025, dan terus berlanjut.
Pemerintah terus mengerahkan aset-asetnya, seperti kementerian, lembaga, TNI, Polri, untuk menangani bencana banjir dan longsor ini. Selain itu, juga mempersiapkan rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno mengatakan, sedang ada pembahasan bersama kementerian dan lembaga guna percepatan proses pemulihan infrastruktur, seperti akses jalan, jembatan, dan jaringan listrik.
Tidak ada asap tanpa api. Oleh karena itu, pemerintah juga mencari asal usul penyebab bencana itu.
Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq meminta penghentian sementara aktivitas perusahaan yang beroperasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru, Sumatera Utara untuk audit lingkungan, termasuk perusahaan sawit, tambang dan pembangkit listrik.
Langkah tersebut setelah melakukan inspeksi udara dan darat di hulu DAS Batang Toru dan Garoga untuk memverifikasi penyebab bencana serta menilai kontribusi aktivitas usaha terhadap meningkatnya risiko banjir dan longsor, sekaligus memastikan kepatuhan terhadap standar perlindungan lingkungan hidup.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menjahit luka Sumatera yang menganga
