Ambon (Antara Maluku) - Penjabat Gubernur Maluku, Saut Situmorang, menilai bangsa Indonesia perlu menggelorakan jiwa kabaresi daru pahlawan nasional Martha Christina Tiahahu yang pantang mundur untuk mengusir penjajah Belanda saat perang Pattimura pada 1817.

"Nilai-nilai perjuangan srikandi asal negeri Abobu, Pulau Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah itu harus digelorakan dalam membangun Maluku maupun Indonesia secara umum," katanya saat memimpin perayaan HUT ke-196 pahlawan nasional itu di Ambon, Kamis.

Saut yang dilantik menjadi Penjabat Gubernur Maluku pada 23 Oktober 2013 itu mengajak warga Maluku bernostalgia untuk mencermati perjuangan Martha Christina Tiahahu yang bersama Pahlawan Nasional Thomas Matulessy hanya bermodalkan parang, salawaku, dan tombak.

Kenyataannya, perjuangan tersebut mampu mengalahkan tirani kekuasaan dan monopoli perdagangan dengan bukti merebut benteng Duurstede di Kota Saparua.

"Perang melawan kolonialisme dan politik dominasi itu menggetarkan Bumi Pertiwi dan dunia karena perang Pattimura ternyata begitu heroik dengan hanya bermodalkan persenjataan tradisional," ujarnya.

Karena itu, Saut mengajak bangsa Indonesia, khususnya warga Maluku, agar meneladani patriotisme pahlawan nasional perempuan tersebut dengan mencerminkan jalinan hidup orang basudara yang digelorasikan Maryha dari negeri Abobu.

"Negeri - negeri di Maluku, terutama Kepulauan Lease maupun pulau Ambon, jangan lagi bertikai antarsesama orang basudara dan marilah kita bersatu padu dan bergandengan tangan membangun Maluku," tegasnya.

Apalagi, momentum sejarah ini mengawali perjalanan Maluku di 2014 yang harus diwujudkan dengan pembangunan untuk menyejahterakan rakyat sebagaimana cita - cita perjuangan Martha.

"Marilah dengan momentum perayaan ini menginspirasi kita untuk membangun Maluku pada 2014," kata Saut.

Perayaan HUT ke-196 pahlawan nasional Marha Christina Tiahahu diselenggarakan di areal monumen patung berlokasi di kawasan Karang Panjang, Kota Ambon dengan puncak acara peletakan karang bunga oleh ahli waris dilanjutkan tabur bunga di perairan kawasan Lantamal IX di Halong.


Sejarah


Martha Christina Tiahahu tercatat sebagai seorang pejuang kemerdekaan yang unik yaitu seorang puteri remaja yang langsung terjun dalam medan pertempuran melawan tentara kolonial Belanda dalam perang Pattimura tahun 1817.

Ia lahir di Desa Abobu, Pulau Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah tahun 1800. Ayahnya Paulus Tiahahu bergelar "Kapitan" (panglima perang) dan ibunya bernama Sina.

Pada waktu mengangkat senjata melawan penjajah Belanda, ia baru berumur 17 tahun dan ayahnya Paulus Tiahahu adalah seorang kapitan dari negeri Abobu dan menjadi pembantu Thomas Matulessy dalam perang Pattimura tahun 1817 melawan Belanda.

Di kalangan para pejuang dan masyarakat sampai di kalangan musuh, gadis molek ini terkenal sebagai pemberani dan konsekuen terhadap cita-cita perjuangannya. Sejak awal perjuangan, ia selalu ikut mengambil bagian dan pantang mundur.

Dengan rambutnya yang panjang terurai ke belakang serta berikat kepala sehelai kain berang (kain merah), ia tetap mendampingi ayahnya pada setiap pertempuran baik di Pulau Nusalaut maupun di Pulau Saparua.

Ia bukan saja mengangkat senjata, tetapi juga memberi semangat kepada kaum wanita di negeri-negeri di Pulau Saparua dan Nusalaut agar untuk ikut membantu kaum pria di setiap medan pertempuran, sehingga Belanda kewalahan menghadapi kaum wanita yang ikut berjuang.

Pada pertempuran sengit di Desa Ouw-Ullath, jasirah Tenggara Pulau Saparua, tampak betapa hebat srikandi Maluku ini menggempur musuh bersama para pejuang rakyat.

Namun akhirnya karena tidak seimbang dalam persenjataan, tipu daya musuh dan penghianatan, para tokoh pejuang rakyat ditangkap dan menjalani hukuman mati digantung dan dibuang ke Pulau Jawa.

Ayahnya Kapitan Paulus Tiahahu divonis hukum mati tembak, sedangkan Martha Christina berjuang untuk melepaskan ayahnya dari hukuman mati, namun ia tidak berdaya dan meneruskan bergerilya di hutan dan akhirnya tertangkap dan diasingkan ke Pulau Jawa.

Di kapal perang Eversten, srikandi yang berjiwa kesatria ini menemui ajalnya dan dengan penghormatan militer jasadnya diluncurkan di Laut Banda menjelang tanggal 2 Januari 1818.

Guna menghargai jasa dan pengorbanannya Pemerintah Republik Indonesia Berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 012/TK/Tahun 1969, tanggal 20 Mei 1969 dikukuhkan secara resmi sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

Di kota Ambon didirikan patung Marta terbuat dari perunggu di kawasan Karang Panjang, serta patung yang sama didirikan di desanya, Abobu.

Pewarta: Lexy Sariwating

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2014