Ternate (Antara Maluku) - Aliansi Masyarakat Pemerhati Adat (AMPA) Maluku Utara minta pihak Kesultanan Ternate menjelaskan dasar klaim tanah adat di kawasan pusat perbelanjaan Hypermart di Kelurahan Soa Sio Ternate Utara.

"Sejumlah fakta sejarah terkait misteri hilangnya Kerajaan Ternate di Limau Jore Jore pada tahun 1817 berlangsung saat kekuasaan Sultan Aramoi (Ilham Syah) dengan kawasan kerajaan (Aha Kolano) di belakang Kasturian," kata Koordinator Presidium AMPA Nuryadin Rachman di Ternate, Selasa.

Ia menilai, kepemilikan hak atas pengakuan 4 hal, haruslah memiliki bukti outentik sesuai pelimpahan hak berdasarkan Lefo atau Idin serta Jaib (surat wasiat) kepemilikan Kolano sebelumnya. Selain itu harus dibuktikan melalui hierarki kepemilikannya secara turun-temurun.

Nuryadin Rachman menyebutkan, pembangunan Keraton Ternate pada 1815-1817 oleh Sultan Ali Bab Masyur Malamo atau disebut mulia paduka Maulana Ali Suaib di Limau Soki-Soki di keraton yang sekarang.

Dalam sejarah, yang mulia paduka Maulana Ali Suaib menyetujui kawasan pesisir pantai (Aha Cocatu) atau permukaan Pantai Limau Soki-Soki untuk dijadikan Pandara Oti dengan fungsi kawasan pusat militer armada angkatan laut kerajaan, serta dijadikan pusat distribusi barang dan jasa perdagangan sebagai pengembangan kawasan perekonomian masyarakat.

Begitu pula, Pandara Oti sangat dikenal luas oleh masyarakat di zaman itu. Kapita Lao Hongi dan Kapita Lao Syarif Ali, karena kemasyhuran dan kesaktiannya, maka Pandara Oti lebih dikenal dengan sebutan Dodoku Ali.

Pihaknya mengakui, peristiwa-peristiwa tersebut merupakan bukti sejarah keakraban sejati sebagai ikhtibar atau pengajaran dari sudut pandang positif sehingga melahirkan gambaran untuk menjaga keharmonisan dan kedamaian masyarakat adat khususnya Bala Kusu Se-Kano Kano, sebagaimana telah dicontohkan para raja atau sultan sebelumnya.

Dari berbagai catatan sejarah tersebut, AMPA sangat menyesali pernyataan Kesultanan Ternate melalui Nita Budhi Susanti yang dirilis sejumlah media lokal di Maluku Utara.

Karena itu, AMPA minta Nita Budhi Susanti yang adalah anggota DPR-RI, menjelaskan pengakuan hak atas kepemilikan tanah adat atau hak ulayat tersebut. Dalam poin pertama menyebutkan, Aha Kolano atau tempat tanah kawasan di mana kerajaan berada, selain itu, Raki Kolano atau wasiat atas pemberian kawasan hak atas tanah kepada keturunannya.

Mereka juga menyebut, Aha Cocatu atau pemberian Kolano terhadap pendatang/pemerintah untuk kepentingan umum demi kemaslahatan umat atau biasa disebut dengan hukum sasi.

Serta poin berikutnya Bubulah atau orang kepercayaan Kolano yang diberi tempat atau kawasan dan lahan tersebut untuk keberlangsungan hidup yang bersangkutan.

Indikator kepemilikan hak pengakuan tersebut juga harus memiliki parameter atau tolok ukur yang dapat dipertanggungjawabkan serta tanda dan bukti manakah yang dapat membenarkan pengakuan Aha Kolano, Raki Kolano, Aha Cocatu dan Bubulah itu menjadi kepemilikan yang sah.

"AMPA juga minta kepada pihak Kesultanan Ternate agar dapat menjelaskan pengakuan hak kepemilikan adat berdasarkan kedudukan Kerajaan Ternate dengan pendekatan sejarah yang benar," cetusnya.

Oleh karena itu, AMPA berkeyakinan bahwa sultan dalam bertutur baik secara lisan maupun melalui tulisan pasti sangat menjaga adab dan tata krama sebagai seorang Jo Ou Kolano, apalagi H Burhan Abdurrahman dan Arifin Djafar telah diangkat menjadi Jogugu Kedaton Kesultanan dan Dewan Pakar Kesultanan Ternate.

Hierarki organisasi Kesultanan Ternate dapat dibicarakan dan diselesaikan secara internal kerajaan. Untuk itu, AMPA minta Kapolda Maluku Utara agar segera memeriksa otak di balik pembuatan Surat Nomor 313/MKR/KT/II/2014 tentang pembangunan Hypermart, sebab dalam surat tersebut, jelas-jelas telah menghasut, menuduh dan bahkan memprovokasi warga Ternate.

Sehingga untuk menghindari konflik yang terjadi antara sesama warga Kota Ternate, AMPA minta pihak kepolisian untuk mengambil langkah-langkah hukum untuk dapat diselesaikan secara bijaksana demi kepentingan warga dan negara.

Pewarta: Abdul Fatah

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2014