Jakarta (Antara Maluku) - Mahkamah Konstitusi menggelar sidang perdana gugatan terhadap ketentuan pola rekrutmen calon anggota Komisi Yudisial (KY) dan calon anggota Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang dimohonkan oleh Prof Dr H Edy Suandi Hamid M Ec (Pemohon I) dan Sri Hastuti Puspitasari SH MH (Pemohon II), Selasa.

Pemohon I yang merupakan Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) serta Pemohon II adalah tenaga pengajar di Fakultas Hukum UII ini merasa mengalami kerugian konstitusional terhadap berlakunya Pasal 28 ayat (6), Pasal 28 ayat (3) huruf c, dan Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial dan Pasal 30 ayat (1), ayat (10), dan ayat (11)
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Kuasa Hukum Pemohon, Zairin Harahap SH M Si, dalam permohonannya, menyebutkan bahwa pemohon menilai pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 24B ayat (3) UUD 1945 bahwa anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dan Pasal 28D (1) UUD 1945 bahwa Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Menurut dia, pola rekrutmen calon KY dan calon anggota KPK yang sudah melalui seleksi yang sangat ketat di tingkat Panitia Seleksi, ternyata hasilnya dapat "dimentahkan" pada saat mengikuti "fit and profer test" (uji kelayakan dan kepatutan) di Dewan Perwakilan Rakyat.

Para pemohon menilai keterlibatan DPR dalam menetukan calon anggota KY dan calon anggota KPK sebagaimana yang diatur dalam pasal-pasal tersebut sangat bertentangan dengan tujuan pembentukan KY dan KPK sebagai lembaga negara yang independen, bukan hanya ditentukan oleh kedudukan lembaganya tetapi juga oleh pola rekrutmen calon anggotanya.

Oleh karena itu, lanjut Zairin, keterlibatan DPR dalam penentuan calon anggota KY dan calon anggota KPK justru akan mengganggu independensi atau kemerdekaan lembaga negara.

Dia mengungkapkan terdapat pertentangan antara UU KY dengan UUD 1945, dimana dalam UUD 1945 menggunakan istilah "persetujuan" sedangkan UU KY menggunakan istilah "memilih".

"Pasal 28 ayat (6) UU KY bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, karena menimbulkan ketidakpastian hukum sepanjang tidak dimaknai 'persetujuan'," katanya.

Pemohon juga meminta Frasa "sebanyak 21 calon" dalam Pasal 28 ayat (3) huruf c UU KY adalah bertentangan dengan UUD  1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sebanyak tujuh calon.

Untuk Frasa "sebanyak tiga kali" dalam Pasal 37 ayat (1) UU KY bertentangan dengan dengan UUD  1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Sidang perdana dengan agenda pemeriksaan pendahuluan ini akan dipimpin Ketua Majelis Panel Ahmad Fadlil Sumadi didampingi Maria Farida Indrati dan Patrialis Akbar sebagai anggota panel.

Pewarta: Joko Susilo

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2014