Ambon (Antara Maluku) - Perempuan adat di Indonesia menghadapi tantangan berlapis,  baik sebagai anak muda maupun perempuan dari bagian masyarakat adat, kata Koordinator Forum Aktivis Perempuan Muda Indonesia (FAMM-I) Niken Lestari, di Ambon, Selasa.

"Mereka berperan penting karena mereka adalah pengelola keanekaragaman hayati, sumber kearifan lokal, penjaga benih, penerus generasi, mengasuh anak, terlibat dalam upacara adat dan lain-lain, tapi sebaliknya mereka harus menghadapi diskriminasi berlapis," katanya.

Menurut Niken, hal itu disebabkan oleh proses integrasi masyarakat adat ke dalam kebijakan nasional terhadap ekplorasi sumber daya alam (SDA) yang kebanyakan berada di tanah adat.

Selain itu, penerapan unsur-unsur budaya arus utama seringkali melemahkan posisi perempuan adat dan berdampak serius terhadap perempuan.

Ia memisalkan, perempuan adat yang hidup di wilayah kepulauan dan pesisir, kenaikan permukaan laut hampir menghilangkan akses mereka terhadap sumber protein tinggi dan mata pencaharian, belum lagi beban tambahan dalam kehidupan sehari-hari, seperti sulitnya mengakses air bersih atau jauhnya jarak untuk mencari bahan bakar.

"Kami juga melihat hukum adat belum secara maksimal memberikan hak perempuan untuk mengakses, berpartisipasi, mengontrol dan memperoleh manfaat dari tanah ulayat serta seluruh SDA lainnya," katanya.

Oleh karena itu, katanya lagi, pihaknya melalui Movement Building Initiative (MBI) yang dilaksanakan sejak tahun 2007, berupaya memperluas akses aktivis perempuan muda dalam meningkatkan kapasitas kepemimpinan dan pengorganisasian dengan perspektif perempuan, yang melihat kebutuhan, masalah dan kepentingan yang berbeda dibandingkan dengan kaum laki-laki.

Penguatan kapasitas tersebut pada gilirannya akan memperkuat pengkaderan pada pemuda-pemudi yang akan menjadi organisator komunitas selanjutnya. Dengan begitu, diharapkan suara, pengalaman, dan dan kepentingan perempuan terakomodasi dalam kebijakan di tingkat masyarakat adat dan tingkat nasional.

"Kami sebagai forum perempuan aktivis muda dan didukung aktivis multi generasi di Indonesia menginisiasi dan mendorong adanya perhatian khusus yang diberikan terhadap partisipasi perempuan adat dan aktivis perempuan," ucapnya.

Ditambahkannya, FAMM-I akan menyuarakan tantangan berlapis yang dihadapi perempuan adat di Indonesia dalam Konferensi Masyarakat Adat Sedunia (United Nations World Conference on Indigenous Peoples - WCIP) yang diselenggarakan oleh PBB di New York - Amerika Serikat, pada 22 - 23 September 2014.

Pihaknya akan mengirimkan tiga orang delegasi sebagai wakil Indonesia dalam forum tersebut, yakni Olvy Oktavianita Tumbelaka dari Aliasi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Timur, Elvira Marlien Marantika dari Himpunan Maluku Untuk Kemanusiaan (HUMANUM), dan Dina Lumbantobing dari Perkumpulan Sada Ahmo, Sumatera Utara.

"Partisipasi kami dalam WCIP ini juga ingin mendesak pemerintah Republik Indonesia dan aktivis masyarakat adat untuk memperhatikan hal-hal tersebut di atas dan mengambil langkah-langkah cermat untuk memastikan pengakuan, kedaulatan, dan perlindungan hak-hak perempuan masyarakat adat," katanya.

Pewarta: Shariva Alaidrus

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2014