Ambon (Antara Maluku) - Masyarakat adat Suku Togutil, Tobelo Dalam, penghuni Dusun Dodaga, Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara meminta tanah-tanah mereka yang dijadikan kawasan transmigrasi SP III dan Hutan Konservasi Taman Nasional Aketajawe Lolobata, dikembalikan oleh pemerintah.

"Kami dari masyarakat adat Togutil meminta air terjun dan tanah dikembalikan kepada kami," kata Feni Huhutu dalam Dengar Keterangan Umum (DKU) Inkuiri Nasional terkait Hak Masyarakat Adat Atas Wilayahnya di Kawasan Hutan yang digelar oleh Komnas HAM, di Ambon, Jumat.

Dalam bahasa Tobelo yang diterjemahkan oleh Efrida Erna Ngato, Kepala Soa Suku Pagu, Tobelo Dalam, perempuan adat dari Suku Togutil itu mengatakan selain air terjun dan tanah yang kini menjadi bagian dari Desa Transmigrasi SP III sejak 1979, sebagian hutan mereka yang dijadikan sebagai Hutan Konservasi Taman Nasional Aketajawe Lolobata juga harus dikembalikan.

"Hasil-hasil hutan di taman nasional juga harus diberikan kepada kami," ucapnya.

Permintaan tersebut ia nyatakan setelah memaparkan berbagai masalah akses terhadap sumber kehidupan Suku Togutil pascapembukaan lahan untuki desa transmigrasi SP III, dan penetapan Hutan Konservasi Taman Nasional Aketajawe Lolobata seluas 167.300 Ha berdasarkan SK.397/Menhut-II/2004 tanpa sepengetahuan mereka.

"Pohon-pohon sagu kami ditebang, mereka memasang patok di kebun kami, kami kesulitan mendapatkan sagu untuk makan, sedangkan kami juga tidak boleh mengambil hasil hutan, bapak-bapak dari hutan lindung mengatakan kami ibu-ibu tidak boleh ke hutan lebih baik tinggal di rumah saja dan mengurus anak," kata Feni.

Tak hanya masalah terhadap sumber daya alam, Feni mengatakan perempuan adat Suku Togutil juga merasakan adanya diskriminasi di pasar tradisional yang biasanya dijadikan oleh mereka sebagai tempat menjual hasil kebun.

"Sewaktu ke pasar untuk berjualan, tempat jualan teman kami dibongkar, barang-barang jualannya dibuang, kami tanya kenapa begitu, tapi mereka bilang kami tidak boleh di situ. Kami akhirnya mengumpulkan batu untuk menyusun tempat jualan kami sendiri," katanya.

Sementara itu, Albert Ngini, dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang mendampingi masyarakat adat kawasan hutan Tobelo Dalam sejak tahun 2013 mengatakan, tindakan diskriminasi terhadap suku Togutil seperti yang diceritakan oleh Feni Huhutu memang benar adanya.

Dalam berbagai diskusi terfokus dengan masyarakat, persoalan sulitnya akses terhadap sumber kehidupan dan ekonomi sering diungkapkan oleh masyarakat setempat.

"Wilayah masyarakat Suku Togutil bersinggungan langsung dengan Taman Nasional, di bagian blok Lolobata seluas 90.200 hHa, bagian itu adalah tempat biasa mereka mengambil kayu untuk rumah, trtapi sekarang harus sembunyi-sembunyi untuk bisa mendapatkan kayu," ucapnya.

Pewarta: Shariva Alaidrus

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2014