Ambon (Antara Maluku) - Kepala Perwakilan BI Provinsi Maluku Wuryanto mengatakan, "Digital Payment" sulit diberlakukan secara keseluruhan di Maluku karena banyak infrastruktur pendukung tidak memadai dan adanya ketimpangan pembangunan dengan Ambon sebagai ibukota provinsi.
"Di daerah lainnya sudah, tapi di Maluku belum bisa secara keseluruhan karena masih terkendala infrastruktur," katanya di Ambon, Rabu.
Menurut Wuryanto, pada 2015 Digital Payment akan dicoba di Kota Ambon, kemudian secara bertahap di kabupaten/kota lain yang sudah memiliki infrastruktur memadai.
Digital Payment adalah terobosan BI untuk menjaga stabilitas keuangan dan mempermudah akses masyarakat terhadap perbankan terutama di daerah-daerah kepulauan seperti Maluku, di mana sebaran kantor perbankan belum merata dan lebih berpusat di perkotaan.
Hal ini menyebabkan hanya 53,67 persen dari total penduduk sebanyak 1,8 juta jiwa yang memiliki rekening di bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
"Digital Payment ini seperti uang elektronik yang dibagi menjadi dua macam, yang teregistrasi dan tidak teregistrasi, masyarakat bisa menggunakan nomor ponselnya sebagai pengganti uang, ketika belanja tidak perlu membayar tunai tetapi membayarnya dengan mengakses ke rekening bank mereka melalui ponsel," ucapnya.
Namun dikatakannya lagi, terobosan baru yang seharusnya diutamakan di daerah-daerah terpencil untuk mendorong penggunaan layanan perbankan belum bisa diberlakukan di wilayah Maluku secara keseluruhan karena kurangnya infrastruktur pendukung yang memadai, seperti akses listrik dan telekomunikasi.
Kesenjangan akses tersebut disebabkan pembangunan mayoritas masih terkonsentrasi di ibu kota provinsi, akibatnya selain Ambon, infratruktur pendukung, terutama telekomunikasi di 10 kabupaten/kota masih terbilang sangat minim, hal ini menyulitkan untuk penerapan Digital Payment secara menyeluruh oleh BI.
Bahkan tercatat hingga sejak 2005 hingga 2012, pembangunan sarana telekomunikasi di Kabupaten Maluku Barat Daya dan Buru Selatan tidak ada sama sekali.
"Kami juga tidak bisa memaksa pemerintah daerah untuk segera membangun infrastruktur karena ini juga terkait dengan alokasi dana pembangunan, tapi memang terlihat jelas sekali ada kesenjangan dalam pembangunan, kita lihat saja akses listrik di Ambon pada 2012 sudah mencapai 98,20 persen tapi di Maluku Barat Daya masih 44,70 persen," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2014
"Di daerah lainnya sudah, tapi di Maluku belum bisa secara keseluruhan karena masih terkendala infrastruktur," katanya di Ambon, Rabu.
Menurut Wuryanto, pada 2015 Digital Payment akan dicoba di Kota Ambon, kemudian secara bertahap di kabupaten/kota lain yang sudah memiliki infrastruktur memadai.
Digital Payment adalah terobosan BI untuk menjaga stabilitas keuangan dan mempermudah akses masyarakat terhadap perbankan terutama di daerah-daerah kepulauan seperti Maluku, di mana sebaran kantor perbankan belum merata dan lebih berpusat di perkotaan.
Hal ini menyebabkan hanya 53,67 persen dari total penduduk sebanyak 1,8 juta jiwa yang memiliki rekening di bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
"Digital Payment ini seperti uang elektronik yang dibagi menjadi dua macam, yang teregistrasi dan tidak teregistrasi, masyarakat bisa menggunakan nomor ponselnya sebagai pengganti uang, ketika belanja tidak perlu membayar tunai tetapi membayarnya dengan mengakses ke rekening bank mereka melalui ponsel," ucapnya.
Namun dikatakannya lagi, terobosan baru yang seharusnya diutamakan di daerah-daerah terpencil untuk mendorong penggunaan layanan perbankan belum bisa diberlakukan di wilayah Maluku secara keseluruhan karena kurangnya infrastruktur pendukung yang memadai, seperti akses listrik dan telekomunikasi.
Kesenjangan akses tersebut disebabkan pembangunan mayoritas masih terkonsentrasi di ibu kota provinsi, akibatnya selain Ambon, infratruktur pendukung, terutama telekomunikasi di 10 kabupaten/kota masih terbilang sangat minim, hal ini menyulitkan untuk penerapan Digital Payment secara menyeluruh oleh BI.
Bahkan tercatat hingga sejak 2005 hingga 2012, pembangunan sarana telekomunikasi di Kabupaten Maluku Barat Daya dan Buru Selatan tidak ada sama sekali.
"Kami juga tidak bisa memaksa pemerintah daerah untuk segera membangun infrastruktur karena ini juga terkait dengan alokasi dana pembangunan, tapi memang terlihat jelas sekali ada kesenjangan dalam pembangunan, kita lihat saja akses listrik di Ambon pada 2012 sudah mencapai 98,20 persen tapi di Maluku Barat Daya masih 44,70 persen," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2014