Ambon (Antara Maluku) - Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), Maluku, seharusnya menjadi mediator dan mengedepankan komunikasi kultural dalam menyelesaikan sengketa antara warga Sangliat Krawain dan Arui Bab terkait persoalan tanah adat.

"Saat melakukan reses ke Saumlaki, Ibu Kota Kabupaten MTB, kami sudah anjurkan agar persoalan ini harus diselesaikan secara damai karena status tanah yang disengketakan merupakan tanah adat," kata anggota komisi A DPRD Maluku Dharma Oratmangun di Ambon, Senin.

Anggota DPRD Maluku dari F-Golkar asal Dapil MTB dan MBD ini juga minta pemerintah kabupaten untuk menyelesaikan persoalan ini sampai tuntas.

Ia menegaskan, warga Sangliat Krawain dan Arui Bab merupakan desa adat sehingga pemerintah daerah perlu menggunakan pendekatan kultural untuk menyatukan mereka.

Sebab persoalan tanah adat yang memicu pertikaian antara warga Sangliat Krawain dengan Arui Bab ini bukan saja terjadi pada tanggal 17 Januari 2015.

Menurut Dharma, dua masyarakat desa bertetangga ini juga sudah cekcok sebelumnya akibat pemanfaatan lahan tersebut untuk dijadikan lahan perkebunan warga.

"Langkah yang harud diambil pemkab MTB adalah mendekatkan warga dan duduk bersama mencari solusi terbaik dan diharapkan tidak ada intervensi ataun kepentingan lain yang memancing mereka untuk saling berhadapan," katanya.

Akibat sengketa lahan, warga dua desa bertetangga ini pekan lalu terlibat bentrok dengan menggunakan senjata tajam dan satu orang luka-luka akibat terkena anak panah.

Terkait insiden itu, Polres MTB mengeluarkan surat resmi yang mengimbau warga untuk menyerahkan senjata tajam maupun senjata api yang digunakan saat terjadi bentrokan.

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015