Ambon (Antara Maluku) - Pengamat hukum tata negara IAIN Ambon, DR.Ismael Rumadhan,MH, menyatakan, Presiden Joko Widodo jangan lagi ragu untuk melantik Komjen Pol. Budi Gunawan menjadi Kapolri yang baru setelah gugatan praperadilannya dikabulkan.

"Kepala Negara tidak lagi bisa beralasan bahwa Budi Gunawan masih menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan sehingga pengabulan gugatan praperadilan menjadi dasar kuat agar bersangkutan dilantik menjadi Kapolri yang baru," katanya, ketika dimintai tanggapan di Ambon, Senin.

Karena itu, Presiden Jokowi harus menepati janji bahwa sekembalinya dari lawatan ke luar negeri segera memutuskan "nasib" Budi Gunawan.

Apalagi, dengan pengabulan praperadilan tersebut, maka KPK pasti berpikir lagi untuk memproses hukum lagi Budi Gunawan.

  "Saya sejak awal telah menyatakan bahwa Presiden terancam diproses hukum di PTUN sekiranya tidak melantik BG karena sebenarnya telah memiliki kekuatan, baik hukum maupun politik untuk dilantik menjadi Kapolri," tegasnya.

Purek II IAIN Ambon itu menyarankan Presiden agar komitmen dalam menegakkan hukum dan tidak terpengaruh kepentingan politik maupun desakan yang mengatasnamakan rakyat.

"Tegakkan hukum normatif dalam proses pelantikan Kapolri yang baru sehingga tidak memberikan kesan Presiden mudah diintervensi kepentingan politik," kata Ismael.

Pertimbangannya, Budi Gunawan mengikuti tes kepatutan dan kelayakan di DPR - RI atas usul dari Presiden dan ternyata dinyatakan lolos.

"Jadi tidak ada alasan Presiden membatalkan proses pengajuan Komjen Pol.Budi Gunawan yang secara politik telah diakui DPR - RI dan itu merupakan kekuatan hukum bagi Kepala Negara agar melantik bersangkutan," tandasnya.

Kepala Negara, Presiden, menurut Ismael harus tegas sehingga tidak membuat Polri dan KPK saling menjaga citra dari masing - masing institusi dan pada akhirnya membingungkan masyarakat.

"Kondisi saat ini dimanfaatkan KPK maupun Polri untuk mencari kesalahan sehingga merumitkan Presiden sendiri dan dampaknya memicu saling tidak percaya antardua institusi penegakkan hukum," ujar Ismael Rumadhan.

Sebelumnya, Hakim, Sarpin dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, mengabulkan permohonan gugatan praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan dan penetapan status tersangka oleh KPK dinyatakankan tidak sah.

Menyatakan penetapan tersangka pemohon (Budi Gunawan) oleh termohon (KPK) adalah tidak sah dan tidak berdasar hukum," katanya.

Hakim juga menyatakan Surat Perintah Penyidikan Budi Gunawan Nomor 03/01/01/2015 tidak sah.

Hakim juga menyatakan bahwa tindakan penyidikan lebih lanjut yang dilakukan oleh KPK ditetapkan tidak sah berdasar tidak sahnya penetapan tersangka dan surat perintah penyidikan.

Hakim Sarpin menolak seluruh eksepsi pihak KPK yang mengatakan bahwa objek penetapan tersangka dalam praperadilan bukan kewenangan hakim, permohonan Budi Gunawan prematur, dan permohonan praperadilan tidak jelas karena bertentangan satu dengan yang lain.

Hakim menilai, penetapan tersangka tersebut tidak sah karena KPK tidak berwenang dalam melakukan penyelidikan kasus dugaan penerimaan hadiah dan janji Budi Gunawan, saat menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier (Karobinkar) Deputi SDM Mabes Polri yang termasuk pejabat eselon II.

Sedangkan dalam undang-undang hanya disebutkan kewenangan KPK menyidik kasus dugaan korupsi penyelenggara negara pejabat eselon I dan aparat penegak hukum.

Jabatan Karobinkar hanya bertugas membantu pimpinan dalam pembinaan karier kepolisian di deputi SDM dan tidak melaksanakan tugas-tugas penegakan hukum.

Hakim juga menilai bahwa Budi Gunawan tidak termasuk perhatian yang menyerahkan masyarakat, karena publik hanya baru mengenal Budi saat menjadi calon Kapolri.

Budi Gunawan juga dianggap tidak merugikan negara sebanyak Rp1 miliar dari dugaan penerimaan hadiah atau janji.

  Sedangkan satu permohonan gugatan praperadilan yang ditolak hakim ialah tuntutan ganti kerugian sebesar Rp1 juta rupiah oleh pemohon karena penetapan tersangka oleh KPK.    

Pewarta: Alex Sariwating

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015