Ambon (Antara Maluku) - Pemerintah Kepulauan Aru, Maluku akan mengklarifikasi tudingan anak buah kapal (ABK) PT Pusaka Benjina Resources (PBR) yang diperlakukan seperti budak di Benjina, Kabupaten setempat karena tidak seperti pemberitaan akhir - akhir ini.

Penjabat Sekda Kepulauan Aru, Arens Uniplaitta yang dihubungi dari Ambon, Sabtu malam, mengatakan, sedang menyiapkan klarifikasi untuk disampaikan kepada Gubernur Maluku, Said Assagaff maupun Menteri Keluatan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti.

Klarifikasi tersebut berdasarkan pengawasan di Benjina, menyikapi pemberitaan media massa, akhir - akhir ini cenderung merusak citra Indonesia - Maluku - Benjina (Kepulauan Aru).

"Saya dan sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) teknis ke Benjina dan melakukan pengawasan, baik di lokasi perusahaan maupun kapal ternyata pemberitaan media massa, terutama laporan investigasi wartawan Asssociated Press, ternyata kurang bisa dipertanggung jawabkan," ujar Arens.

Karena kenyataan di Benjina adanya ruangan pengamanan khusus dalam rangka karantina oknum - oknum nelayan yang mabuk dan berkelahi di kapal.

"Para oknum nelayan itu dikarantina sehingga tidak diperkenankan mengikuti pelayaran kapal penangkap ikan dengan jaminan makanan dan lainnya diatur manajemen PT PBR," tegasnya.

Dia mengakui, PT PBR juga terkena imbas pemberlakukan moratorium yang digagas Menteri Susi sehingga armada penangkap ikannya berlabuh di perairan Benjina.

"Kami dilaporkan manajemen PT PBR bahwa sebanyak 82 unit kapal ikan terkena pemberlakuan moratorium dengan ABK mencapai 1.000 orang lebih," katanya.

Dia menyesalkan pemberitaan media massa yang berlebihan tanpa didasari fakta dan data akurat sehingga merusak citra Indonesia di dunia Internasional.

"Kami mendukung keputusan Menteri Susi membentuk tim khusus untuk mengusut dugaan perbudakan tersebut agar bisa mengklarifikasi sesuai fakta maupun data sebenarnya di Benjina," tegas Arens.

Menteri Susi di Jakarta pada 27 Maret 2015 mengatakan, pemerintah membentuk tim khusus untuk mengusut dugaan perbudakan yang dilakukan PT PBR yang melakukan aktivitasnya di kepulauan Maluku.

"Kami akan panggil PT PBR untuk mempertanggungjawabkan hal ini. Sekali lagi, kalau kami tahu, pemerintah tidak mungkin membiarkan terjadi perbudakan," tegasnya.

Susi memaparkan, tim tersebut melibatkan Kepolisian, Imigrasi, Kementerian Luar Negeri dan kementeriannya. "Tentu KKP mengurusi illegal fishing-nya," ujar Menteri.

Sebelumnya beredar laporan investigasi wartawan Asssociated Press soal perbudakan yang terjadi di atas kapal bernama Pusaka Benjina Resources.

Kapal yang diketahui berasal dari Thailand itu menangkap ikan di perairan Timur Indonesia.

Laporan berisi wawancara lebih dari 40 anak-anak yang mengaku dijadikan budak. Anak-anak yang kebanyakan berasal dari Myanmar itu dikurung di dalam kandang dan dipaksa menangkap ikan tanpa upah.

Selanjutnya ikan-ikan itu dibawa ke Thailand untuk selanjutnya dipasarkan ke seluruh dunia seperti ke Amerika. Pemerintah sendiri telah menyita ikan hasil ilegal fishing yang diangkut dengan kapal KM Nunukan.

Pewarta: Alex Sariwating

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015