Ambon (Antara Maluku) - Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti tidak menyinergikan program dengan kementerian teknis lainnya untuk mengatasi dampak dari pemberlakukan moratorium sehingga terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang mengakibatkan tingginya angka pengangguran maupun tingkat kemiskinan.

"Menteri Susi memang populer dengan pemberlakuan moratorium. Hanya saja dampaknya tidak disenergiskan dengan kementerian teknis lainnya sehingga terjadi lonjakan tingkat pengangguran maupun kemiskinan," kata anggota DPRD Kota Tual, Rudolof Marthen Waremra, di Ambon, Kamis.

Kenyataan lain, terjadi aksi unjuk rasa yang cenderung anarkis dilakukan para anak buah kapal (ABK) terhadap perusahaan perikanan tempat mereka bekerja selama ini.

Begitu pun, ikan semakin sulit tersedia di pasar - pasar sehingga terjadi lonjakan harga yang meresahkan masyarakat.

"Jadi Peraturan Menteri No. 56/2014 harus dievaluasi karena penerapannya terkesan mendongkrat popularitas Menteri Susi dan sebaliknya menganxcam perekonomian daerah maupun kesejahteraan ABK, perempuan nelayan dan tenaga kerja perikanan," ujarnya.

Ketua Fraksi Golkar DPRD Kota Tual itu merujuk pemberlakukan moratorim mengakibatkan PT. Maritim Timur Jaya (MTJ) milik pengusaha nasional, Thomy Winata yang berdiri sejak 1995 dengan puluhan unit kapal penangkap ikan eks asing saat ini berlabuh.

Akibatnya, sekitar 2.000 tenaga kerja (Naker) PT.MTJ terancam pemutusan hubungan kerja (PHK) dan nelayan tradisional sulit beroperasi.

"Jadi bisa dibayangkan ancaman pengangguran dan tingginya tingkat kemiskinan di Kota Tual yang dimekarkan dari Kabupaten Maluku Tenggara pada 2008," tegas Rudolf.

Karena itu, Menteri Susi sebelum pemberlakukan moratorium idialnya membenahi dulu, baik pengusaha nasional, nelayan lokal, penyiapan fasilitas penangkapan dan regulasi memudahkan sehingga tidak menimbulkan keresahan.

"Idialnya pemberlakukan moratorium ini dibarengi dengan regulasi yang jelas sehingga tidak mengancam berbagai sektor dan akhirnya menimbulkan tingginya angka pengangguran, tingkat kemiskinan dan mahalnya harga ikan di pasar lokal," katanya.

Dia melihat, pemberlakukan moratorium seperti pepatah mencambut "ubi jalar". Kita cabut di sini tapi di sana tetap tumbuh.

"Jangan seperti pengalihan lokasi tangkap ikan di sekitar perairan atau laut Kota Tual, Kabupaten Maluku Tenggara dan Kepulauan Aru, selanjutnya membiarkan aksi serupa di tempat lain di Maluku karena miliki potensi besar," ujar Rudolf.

Dia juga mengharapkan Menteri Susi meninjau ketentuan wilayah operasional nelayan tradisional yang hanya 12 mil karena peluang menangkap ikan saat ini relatif berkurang.

"Saatnya nelayan tradisional diberi keleluasaan hingga 20 mil dibarengi kemudahan regulasi dan penyiapan armada memadai agar hasil tangkapan optimal, selanjutnya kesejahteraan meningkat," kata Rudolf.

Pewarta: Alex Sariwating

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015