Ambon (Antara Maluku) - Arkeolog Marlon Ririmasse dari Balai Arkeologi Ambon mengatakan Desa Tuhaha, Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah, memiliki potensi pariwisata budaya peninggalan tradisi Megalitik yakni dolmen (meja batu) dengan profil sejarah yang masih lengkap.
"Kalau untuk prospek pariwisata bisa saja karena jika dilihat dari akses mudah dijangkau, tapi yang paling penting adalah rancangan pengelolaan," katanya di Ambon, Senin.
Ahli kepurbakalaan itu mengatakan hampir semua desa di Kecamatan Saparua memiliki dolmen tapi berdasarkan riset yang pernah dilakukan Balai Arkeologi Ambon, hanya Desa Tuhaha yang memiliki dolmen terbanyak dengan profil sejarah yang lengkap dan cukup menjual untuk pariwisata.
Tuhaha, kata Marlon, memiliki sedikitnya enam buah dolmen yang masih berada di lokasi kampung lama mereka. Benda-benda peninggalan tradisi Megalitik tersebut merupakan identitas budaya yang dimaterialisasi dalam bentuk objek, menjadi representasi Soa atau mata rumah dalam masyarakat setempat.
Sebelum masuknya agama-agama, dolmen yang ada berfungsi untuk proses ritus kepercayaan, juga sebagai tempat pertemuan Soa atau keluarga.
"Yang unik adalah struktur kemasyarakatan di sana direpresentasikan dalam bentuk dolmen itu. Kalau ritus kepercayaan terkait penggunaan dolmen-dolmen itu masih ada sampai sekarang, mungkin itu sifatnya personal dan lebih sporadis, artinya bukan lagi sesuatu yang wajib," katanya.
Dia mengatakan, jika dikembangkan menjadi objek wisata maka perlu dilakukan rancangan pengelolaan, yakni studi kelayakan sehingga bisa dipastikan dapat memberikan implikasi yang maksimal, selain itu juga harus ada persetujuan masyarakat setempat karena tempat beradanya dolmen masih dianggap keramat oleh mereka.
"Untuk bisa dikemas sebagai objek pariwisata ada standar-standarnya, bisa saja dengan kondisi apa adanya tapi prinsip yang pertama suka tidak suka mesti ada lampu hijau dari masyarakat," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015
"Kalau untuk prospek pariwisata bisa saja karena jika dilihat dari akses mudah dijangkau, tapi yang paling penting adalah rancangan pengelolaan," katanya di Ambon, Senin.
Ahli kepurbakalaan itu mengatakan hampir semua desa di Kecamatan Saparua memiliki dolmen tapi berdasarkan riset yang pernah dilakukan Balai Arkeologi Ambon, hanya Desa Tuhaha yang memiliki dolmen terbanyak dengan profil sejarah yang lengkap dan cukup menjual untuk pariwisata.
Tuhaha, kata Marlon, memiliki sedikitnya enam buah dolmen yang masih berada di lokasi kampung lama mereka. Benda-benda peninggalan tradisi Megalitik tersebut merupakan identitas budaya yang dimaterialisasi dalam bentuk objek, menjadi representasi Soa atau mata rumah dalam masyarakat setempat.
Sebelum masuknya agama-agama, dolmen yang ada berfungsi untuk proses ritus kepercayaan, juga sebagai tempat pertemuan Soa atau keluarga.
"Yang unik adalah struktur kemasyarakatan di sana direpresentasikan dalam bentuk dolmen itu. Kalau ritus kepercayaan terkait penggunaan dolmen-dolmen itu masih ada sampai sekarang, mungkin itu sifatnya personal dan lebih sporadis, artinya bukan lagi sesuatu yang wajib," katanya.
Dia mengatakan, jika dikembangkan menjadi objek wisata maka perlu dilakukan rancangan pengelolaan, yakni studi kelayakan sehingga bisa dipastikan dapat memberikan implikasi yang maksimal, selain itu juga harus ada persetujuan masyarakat setempat karena tempat beradanya dolmen masih dianggap keramat oleh mereka.
"Untuk bisa dikemas sebagai objek pariwisata ada standar-standarnya, bisa saja dengan kondisi apa adanya tapi prinsip yang pertama suka tidak suka mesti ada lampu hijau dari masyarakat," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015