Ada yang berbeda dari perayaan HUT Korem 151/Binaiya yang berlangsung pada hari Selasa (29/3) di kawasan Tapal Kuda, Nusaniwe, Kota Ambon, Maluku.

Tidak sekadar potong tumpeng oleh Danrem Kolonel Inf. Edy Sutrisno bersama istri yang kemudian memberikan potongan pertama kepada prajurit terbaik. Pesta sederhana di kawasan pantai depan kediaman Pangdam XVI/Pattimura itu diisi dengan "ngobrol" santai sejumlah tokoh warga negeri Mamala dan Morela.

Menurut Danrem Edy, pertemuan dua komunitas yang selama ini sering terlibat tawuran massal itu bagian dari agenda TNI di Maluku untuk mewujudkan perdamaian abadi bagi mereka.

Selain para veteran, acara juga dihadiri para komandan kodim se-Maluku, FKPPI, PPM, sejumlah tokoh agama, Wakil Bupati Maluku Tengah Marlatu Leleury, serta sejumlah pimpinan media massa cetak dan elektronik di Kota Ambon.

Acara yang semula dijadwalkan mulai pukul 19.00 WIT terpaksa molor sekitar 90 menit, menunggu kedatangan rombongan warga Mamala dan Morela, yang dijemput menggunakan satu bus.

Rombongan warga Mamala dipimpin Raja Ramli Malawat, sementara rombongan warga Morela dipimpin Raja Yunan Sialana.

Modus penjemputan dengan hanya menggunakan satu bus itu diakui Danrem Edy sebagai salah satu skenario untuk mendekatkan kedua komunitas tersebut.

"Ini sebenarnya pertemuan kedua yang kami fasilitasi dalam minggu ini. Beberapa hari lalu, mereka juga kami pertemukan di rumah Raja Hitu Lama," katanya.


Deklarasi April

Usai pemotongan dan penyerahan tumpeng, pembawa acara tanpa banyak basa-basi langsung mempersilakan Raja Mamala naik ke podium untuk menyampaikan kesan dan pesan.

Ramli Malawat yang tampil santai pun meminta maaf karena dirinya sebenarnya tidak tahu akan diundang ke acara tersebut.

"Terima kasih Pak Dandrem, bagi kami ini acara yang sangat besar," katanya.

Perhatian serius para hadirin timbul ketika dalam pidatonya Ramli Malawat menyatakan perdamaian antara warga negerinya dan warga Morela akan dideklarasikan pada tanggal 16 April 2016.

"Saya juga sudah buat peraturan (negeri), siapa saja yang kurang ajar akan diusir dari negeri Mamala selama 5 tahun," katanya, disambut tepuk tangan riuh hadirin.

Berbuat kurang ajar itu diartikan sebagai tindakan-tindakan yang memicu bentrokan antarwarga Mamala melawan Morela.

Ramli berharap pengawalan yang dilakukan oleh TNI dan Polri untuk mengantar negeri Mamala dan Morela menuju perdamaian yang abadi tidak putus di tengah jalan.

Giliran tampil ke podium, Raja Morela Yunan Sialana menyampaikan terima kasih warga negerinya atas bantuan yang diberikan Kodam XIV/Pattimura dalam hal pembibitan tanaman ekonomis, yakni pala, durian, dan samama (jabon merah).

"Di negeri kami sekarang juga sudah ada keramba darat. Sekali lagi terima kasih kami ucapkan atas nama warga Morela," katanya.

Ia juga menyampaikan harapan agar deklarasi damai yang dicetuskan kelak dapat terlaksana dengan baik dan permanen sifatnya.

Menurut Yunan, salah satu cara yang bisa dilakukan dan diyakini bakal efektif mempersatukan generasi muda Mamala dan Morela adalah dengan membentuk tim sepak bola.

Pemuda-pemuda dua desa itu, kata dia, banyak yang berbakat bermain sepak bola. Jadi, bila dibentuk kesebelasan yang beranggotakan para pemain dari Mamala dan Morela, lama-kelamaan akan terjalin hubungan yang sangat baik di antara mereka.

"Nanti bertandingnya melawan kesebelasan TNI. Penontonnya pasti ramai itu Pak Danrem, dan dari dua kampung. Ini akan membawa dampak yang sangat baik menuju perdamaian Mamala dan Morela yang hakiki," katanya.


"3 Al"

Setelah Raja Morela, giliran Ketua I Majelis Ulama Indonesia Provinsi Maluku Abidin Wakano memberikan "wejangan". Doktor lulusan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta itu pun tegas menyatakan bahwa warga negeri Mamala dan Morela sebenarnya "orang basudara" (bersaudara) yang harus hidup rukun dan damai serta saling membantu.

"Saya mempelajari sejarah, jadi saya tahu orang Mamala dan Morela itu sesungguhnya berasal dari satu ibu," katanya.

Menurut Abidin, di Mamala dan Morela ada budaya seperti "Masohi" yang menunjukkan bahwa keduanya "orang basudara" dan semestinya hidup rukun dan damai dalam kebersamaan.

"Dalam budaya orang basudara itu dikenal istilah potong di kuku rasa di daging, ale rasa beta rasa, sagu salempeng dipatah dua. Ini artinya satu orang sakit maka saudaranya juga merasa sakit, bila yang satu susah, yang lain juga merasakannya, bila yang satu berlebih, harus berbagi dengan saudara-saudaranya," katanya.

"Dahulu, pembangunan masjid di Mamala pasti orang Morela yang mengerjakannya. Demikian pula sebaliknya, masjid di Morela pasti yang bangun orang Mamala," katanya.

Abidin yang juga dikenal sebagai pegiat perdamaian dan Direktur ARMC (Ambon Reconciliation and Mediation Center) IAIN Ambon sempat pula berkelakar dengan mengatakan bahwa di bagian mana pun di dunia ini hanya ada dua kitab penuntun hidup.

"Mentor saya waktu kuliah di Belanda bilang begini, Abidin, di dunia ini hanya ada 2 Al. Yang pertama itu Alkitab dan yang kedua itu Alquran. Akan tetapi, khusus di Papua dan Maluku ada Al yang ketiga, yaitu alkohol," selorohnya yang membuat hadirin tertawa.

Ia lalu menyatakan bahwa Al ketiga itu musti dijauhi karena selain mengganggu kesehatan, umumnya kerusuhan di Maluku berawal dari mabuk minuman keras.

Abidin menilai seruan Pangdam XVI/Pattimura Mayjen TNI Doni Monardo agar masyarakat Maluku menghindari 4 M (mabuk, melotot, marah, memukul) dan sebaliknya selalu mengedepankan 4 S (senyum, sapa, salaman, silaturahmi) sangatlah tepat.

"Karena dengan senyum dan menjaga silaturahmi kita bisa hidup damai dan tenteram," katanya.

Sementara itu, Wakil Bupati Maluku Tengah Marlatu Leleury saat tampil di podium meminta warga Mamala dan Morela untuk menghindari provokasi yang ingin membenturkan mereka demi keuntungan pribadi.

Ia menyitir cerita kuno tentang "anjing usir" yang biasa digunakan masyarakat untuk berburu hewan.

"Saat anjing berkelahi dengan hewan buruan rusa, misalnya, ada orang di belakang yang berteriak cue. Rusa atau anjing yang mati akan diambilnya," katanya.

Marlatu menjelaskan bahwa cue itu identik dengan provokator yang ingin mengambil keuntungan dari tawuran antarwarga masyarakat yang didesainnya.

"Jadi, jangan sampai cue yang untung," katanya.

Ia juga memuji Raja Mamala yang telah membuat peraturan yang memberi sanksi pengusiran terhadap siapa saja warga negeri yang melakukan perbuatan buruk dan dapat memancing bentrokan dengan negeri Morela.

Meskipun demikian, dia meminta peraturan itu diberlakukan dengan sangat bijaksana karena mereka yang terkena sanksi suatu kelak bisa saja kembali untuk membangun negeri, termasuk hubungan dengan negeri Morela ke arah yang lebih baik.

"Mereka juga saudara kita," katanya.


Pemberdayaan Masyarakat

Upaya menciptakan perdamaian sejati di antara warga Mamala dan Morela sudah dilakukan sejak Agustus 2015 dan akan berlanjut hingga deklarasi damai yang diharapkan terwujud pada bulan Agustus 2016.

"TNI bersama Polri dan juga pemerintah daerah serta para tokoh Mamala dan Morela akan terus mengawal agenda ini," kata Danrem Edy.

Mamala dan Morela adalah dua negeri bertetangga di Pulau Ambon, tepatnya di wilayah Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah. Dua negeri ini dikenal luas berkat tradisi Pukul Sapu, sebuah ritual adat yang diselenggarakan setiap tahun dan menjadi salah satu daya tarik pariwisata Maluku.

Sayangnya, warga dua negeri itu sejak dahulu kala sering berkelahi. Pada tahun lalu, ritual adat Pukul Sapu yang biasa menyedot ribuan warga masyarakat dan wisatawan domestik maupun mancanegara, harus dilaksanakan tanpa penonton karena khawatir terjadi kerusuhan yang mencelakakan orang luar.

Berangkat dari fakta susahnya kedua negeri bertetangga itu didamaikan, Kodam XVI/Pattimura di bawah kepemimpinan Mayjen TNI Doni Monardo mencoba membuat program pemberdayaan warga masyarakat Mamala dan Morela dengan konsep kerja bersama.

Dalam program tersebut, warga Mamala dan Morela diajak untuk secara bersama-sama melakukan penanaman tanaman ekonomis, termasuk samama (jabon merah) yang merupakan bahan baku kayu lapis. Mereka juga diajak tidur dan makan bersama di bawah satu atap.

Menurut Pangdam, jika masyarakat sudah bisa diberdayakan dan ditingkatkan ekonominya, kemungkinan besar mereka tidak akan mau diadu untuk saling serang, saling bakar, dan saling membunuh.

"Orang yang bekerja dan hidupnya mapan tidak akan mau disuruh berkelahi," katanya.

Perdamaian abadi Mamala-Morela sedang diupayakan. Semua pihak tentu berharap deklarasi damai yang akan dinyatakan oleh kedua masyarakat negeri itu tidak akan semu, tetapi permanen, dalam arti tidak ada lagi perkelahian di antara mereka, kecuali hidup rukun dan damai serta tolong-menolong.

Danrem Edy menyatakan yakin harapan itu akan terwujud dengan kebesaran hati dan sifat saling memaafkan satu sama lain di antara warga kedua negeri.

"Rencananya akan ada juga program anjangsana, warga Morela berkunjung dan bermalam di Mamala. Demikian pula sebaliknya, warga Mamala akan berkunjung dan bermalam di Morela. Jangan takut, aparat akan tetap mengawal," katanya seraya melempar senyum ke arah Raja Mamala dan Raja Morela.

Di ujung pertemuan malam itu, Pamen yang juga memiliki papa dan mama piara (orang tua angkat) di Morela tersebut mengajak Ramli Malawat dan Yunan Sialana untuk bernyanyi trio bersama dirinya. Mereka membawakan lagu "Maluku Tanah Pusaka" dengan sedikit pengubahan pada lirik bagian "refrain".

"Dari ujung kampung Mamala sampai ujung kampung Morela, katong samua basudara," demikian alunan suara mereka bertiga menembus deburan ombak di bibir pantai.

Pewarta: John Nikita Sahusilawane

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016