Tidak ada yang istimewa dari penampilan Om Kace, tetapi laki-laki berpostur tinggi, agak gemuk dan berkulit gelap ini sangat terkenal di kalangan penderita stroke, khususnya yang bermukim di Kota Ambon dan sekitarnya.

Setiap hari, dari pagi hingga menjelang malam, ia melayani puluhan penderita penyakit yang mengganggu keseimbangan dan membuat anggota tubuh tidak bisa digerakkan itu.

Para pasien umumnya pernah menjalani perawatan di rumah sakit, tetapi kemudian memutuskan berobat pada laki-laki pensiunan BKKBN Provinsi Maluku itu, setelah merasa tidak memperoleh perkembangan menuju pemulihan.

Om Kace adalah seorang terapis syaraf. Ia menguasai titik-titik akupuntur dan refleksi kaki.

Di rumahnya yang berada di Desa Suli, Pulau Ambon, Kabupaten Maluku Tengah, banyak orang berjalan timpang karena kaki kiri atau kanan tidak berfungsi normal akibat serangan stroke datang untuk menjalani terapi.

Tidak sedikit pula yang dipapah anggota keluarga atau teman.

Om Kace sendiri tidak pernah menolak pasien. Bagi laki-laki bernama asli Karel Pattiasina ini, menolong dan menyembuhkan orang sakit adalah ibadah sejati.

Selain penderita stroke, banyak pula yang "bertamu" ke rumahnya karena gangguan kolesterol, hipertensi, asam lambung, asam urat, dan penyakit lain termasuk diabetes.

Pengalaman bekerja puluhan tahun di BKKBN juga membuat ia memahami betul sistem reproduksi, sehingga ada juga warga yang datang dengan keluhan sulit memperoleh anak, bahkan penderita kista.

Mereka datang dari berbagai tempat di Kota Ambon dan sekitarnya, maupun dari daerah lain.


Tahan Sakit

Tahan rasa sakit sepertinya menjadi syarat tidak tertulis yang harus dipenuhi seseorang bila ingin menjalani terapi ala Om Kace.

"Kalau ragu, mundur." Ini kalimat yang biasa diucapkan sang terapis bila melihat pasiennya takut atau ragu-ragu duduk di "kursi pesakitan".

Rasa takut itu biasanya menerpa pasien baru, terutama bila melihat dan mendengar jerit kesakitan pasien yang sedang ditangani Om Kace.

Tidak sedikit pasien yang sampai berkeringat dan bahkan keluar air mata, saat sang terapis memainkan jari dan batang kayu andalannya di jemari kaki dan sela-sela antarjari si pasien.

Menurut para pasien yang sudah rutin datang dua hari sekali, rasa sakit itu hanya pada terapi pertama dan kedua, selanjutnya akan semakin berkurang.

"Kalau sudah 4-5 kali sudah tidak terlalu sakit, apalagi kalau sudah terbiasa," kata Frederick Haulussy, mantan Kepala Dinas Perhubungan Kota Ambon yang juga sering datang ke tempat itu.

Hal serupa diungkapkan Rachel Sarimanela, seorang ibu rumah tangga yang bermukim di BTN Waitatiri.

"Awal awal memang sakit. Beta juga bataria kancang (berteriak keras sekali)," katanya.

Rachel mengaku masih sering datang untuk terapi, walaupun ia sudah bisa berjalan normal. Ia mengaku terserang stroke pada tahun 2012 akibat kolesterol dan tensi darah tinggi hingga di atas 200.

Saat ditanya soal rasa sakit terapi yang dilakukannya, Om Kace dengan santai menjawab, "Kalau seng ada penyakit ya tidak sakit. Sakit itu ada kalau tubuh seng beres. Tapi kalau sakit teriak saja, jangan ditahan," katanya.


Gratis

Satu hal yang membedakan Om Kace dari terapis lain adalah dirinya tidak mau menerima bayaran.

"Menolong orang itu ibadah," katanya.

Lalu bagaimana Om Kace dapat penghasilan?

"Tuhan selalu memberi, ada saja berkat yang datang," jawabnya.

Dalam melakukan terapi pada pasien, Om Kace menggunakan telunjuk dan ibu jari tangan kanan dan batang kayu pohon kelapa yang panjangnya sekira 10 centimeter.

Batang kayu berwarna coklat kehitaman itu besarnya seukuran jari tangan orang dewasa, ujung yang satu berbentuk bulat sedangkan ujung yang satunya agak tumpul.

Om Kace juga menggunakan minyak tawon yang dioleskan pada bagian kaki atau tangan pasien yang akan diterapi.

Pada tahap pertama, Om Kace menggunakan telunjuk dan ibu jari tangan kanannya untuk menggosok-gosok tulang kering sebelah dalam, untuk membuka dan merangsang syaraf-syaraf tubuh dari kaki hingga kepala agar bergerak.

Setelah itu, menjepit dan menarik bagian bawah jari-jari kaki. Pasien baru umumnya mulai mengaduh kesakitan pada fase ini. Rasa sakit pun semakin "menggila" ketika batang kayu mulai dimainkan, terutama ketika diselipkan di sela-sela jari kaki dan kemudian ditekan dan diputar sementara dua jari pemisahnya dirapatkan cukup erat.

Berikutnya, Om Kace menusuk-nusuk titik-titik tertentu di telapak kaki. Pada fase ini ada pasien yang merasa nyaman tetapi ada juga yang, "Aduh ... aduh."

Om Kace selalu memulai terapi dari kaki kiri baru kemudian kaki kanan, dan setiap kali pasien kesakitan ia menjelaskan penyebabnya.

Pada fase terakhir, Om Kace biasa menekan-nekan beberapa titik pada lengan dan telapak tangan pasien, kemudian leher, dan mengetuk-ngetuk kepala.

Terkadang ia juga menggunakan jari tangannya untuk menekan beberapa titik di bagian dada dan dahi.

Khusus untuk penderita stroke, ia juga melakukan pijatan dan remasan pada paha, punggung dan pinggang. Penderita pun dimotivasinya untuk berusaha keras menggerakkan bagian tangan atau kaki yang lumpuh.

Bila sudah menangani 3-4 pasien, Om Kace biasanya istirahat sambil mengobrol dengan pasien yang menunggu di teras rumahnya, menanti giliran.

Pada saat-saat itu biasanya ia selalu memberi nasihat, "Kalau sudah tua, kita tidak perlu makanan bergizi tinggi, yang sederhana saja, nasi sedikit, ikan sepanggal, sayur, sudah itu saja."


Mudah Dicari

Karel Pattiasina alias Om Kace tinggal bersama keluarga di Desa Suli, satu negeri di Pulau Ambon yang masuk wilayah pemerintahan Kabupaten Maluku Tengah.

Lahir di Saparua tanggal 8 Januari 1956, pria yang juga biasa disapa "Bapa K" ini hidup bersama isterinya yang bernama Lainora Mairuhu, seorang PNS yang berprofesi guru.

Dari pernikahannya, ia memperoleh empat anak, tiga di antaranya sudah menikah dan memberinya tiga orang cucu.

Rumah Om Kace yang juga menjadi tempat ia melayani para pasien tidak sulit dicari. Desa Suli cukup dekat dengan objek wisata Pantai Natsepa. Ke arah Tulehu, rumahnya terletak pada jarak sekira 1 kilometer, tepatnya di kawasan Kampung Banda.

Dari jalan raya Desa Suli masuk ke arah kampung tersebut, rumah sang penerapi terletak pada jarak 100 meter, di sebelah kanan jalan.

Kalau Anda mau datang, sebaiknya pagi hari supaya tidak lama mengantre. Dalam sehari, warga yang berobat di rumah itu bisa mencapai 80 orang.

Pewarta: John Nikita Sahusilawane

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016