Ambon, 6/9 (Antara Maluku) - Ekspedisi Oseanografi Indonesia Bagian Timur tahun 2016 yang sedang dilakukan oleh Balai Penelitian dan Observasi Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan dapat memberikan data-data yang sangat mendukung bagi penetapan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional.

"Ekspedisi ini memiliki tugas melakukan penelitian dan observasi (pengamatan) di bidang sumber daya laut, yang hasilnya tentu sangat bisa dijadikan data untuk mendukung penetapan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional," kata Dr. Bambang Sukresno, salah seorang peneliti dalam ekspedisi tersebut kepada wartawan di Ambon, Selasa.

Ia mengemukakan hal itu dalam lokakarya-mini di atas Kapal Riset Baruna Jaya VIII, yang sandar di Pelabuhan LIPI Ambon di kawasan Teluk Dalam, setelah menyelesaikan pelayaran pertama dari Banoa (Bali) menuju Banda dan Ambon selama 10 hari.

Menurut dia, ekspedisi tersebut dijadwalkan sebanyak tiga trip (pelayaran), pertama pada rute Selat Bali-Banda-Ambon, yang dilaksanakan sejak 27 Agustus hingga 5 September 2016.

Trip kedua akan dimulai hari ini dengan rute Ambon ke Bitung, Sulawesi Utara, dan ketiga dengan rute Selat Makassar, Selat Lombok dan berakhir di Jakarta.

"Pada trip pertama dengan tema Prediksi Dinamika Laut, kami sudah melakukan pengukuran lapangan (in situ) di 18 titik atau stasiun pengawasan laut permukaan dan laut dalam, yang tersebar di perairan Flores, Banda dan Ambon.

"Khusus Laut Banda kami sebut sebagai laut dengan karakteristik sangat unik karena memiliki kedalaman 4.000 hingga 6.000 meter," kata Bambang.

Kedalaman itu menjadikan Laut Banda sebagai simpul atau pusat mengalirnya arus dari Samudera Pasifik dan Samudera Hindia yang masuk ke wilayah Indonesia, dan mempengaruhi perubahan iklim serta dampaknya pada aktivitas perikanan tangkap.

Pada trip kedua dengan tema Indeso Join Expedition Program akan dilakukan pengamatan di 19 titik stasiun pengamatan.

Indeso merupakan proyek kerja sama Indonesia dan Perancis di bidang kelautan dan perikanan.

Pelayaran ilmiah itu akan melalui Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 714, 715, dan 716, juga untuk melihat kondisi lingkungan laut dengan aktivitas pengukuran parameter fisik, kimia dan biologi, pengamatan respon dan pengaruh kondisi perubahan iklim (La Nina) terhadap aktivitas perikanan tangkap, dan analisis fenomena laut serta memprediksi kondisi laut ke depan.

Selain itu, juga melakukan penelitian terkait aktivitas pencurian ikan (illegal, unregulated, unreported fishing) melalui validasi terhadap jenis dan keberadaan kapal menggunakan data radar, AIS, dan validasi lapangan dengan ECDIS.

"Lebih dari itu, kami juga melakukan identifikasi keberadaan rumpon, berijin atau tidak," kata Bambang.

Menurut Iwan, salah seorang anggota tim ekspedisi, kegiatan pengamatan untuk validasi kapal-kapal penangkap ikan itu merupakan permintaan dari PSDKP (Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan) Kementerian Kelautan dan Perikanan.

"Kita punya alat untuk mengetahui kapal-kapal di sekitar lintasan yang dilalui ekspedisi hingga jarak 60 mil laut, mulai dari jenis, nama, dan benderanya. Jika ada yang tidak sesuai validasi, maka akan kita laporkan ke PSDKP, karena wewenang pemeriksaan dan penangkapan ada pada mereka, bukan kita," katanya.

Iwan menjelaskan, dengan mengetahui keberadaan kapal yang dicurigai melakukan pencurian ikan, maka PSDKP bisa lebih bekerja efektif dan efisien dalam penggunaan kapal pengejar, bahan bakar dan logistik.

Semetara itu, Dr. Agung Yunanto selaku kepala penelitian (chief scientiest) menyatakan, ekspedisi selama tiga bulan (Agustus-Oktober 2016) ini melibatkan Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, dan peneliti dari LIPI, Universitas Diponegoro, dan Institut Teknologi Bandung.

"Kami berharap ekspedisi ini dapat menjawab berbagai isu penting kelautan dan perikanan, termasuk IUU fishing, perubahan iklim, permodelan dinamika laut sehubungan stok ikan, dan sebaran rumpon di perairan timur Indonesia," katanya.

Pewarta: Shariva Alaidrus

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016