Provinsi Maluku Utara (Malut) semula harus mendatangkan sapi potong dari daerah lain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah ini, baik keperluan daging maupun hewan kurban.

Namun sekarang provinsi berpenduduk sekitar 1 juta jiwa ini tidak lagi mendatangkan sapi potong dari provinsi lain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, karena semuanya sudah dipenuhi oleh peternak setempat.

Sesuai data dari Karantina Hewan Ternate, Malut dalam setahun terakhir sudah mampu mengirim sapi potong ke provinsi lain seperti Papua dan Sulawesi, yang sebelumnya menjadi tempat Malut mendatangkan sapi potong.

Jumlah sapi potongyang dikirim ke wilayah Papua dan Sulawesi setiap bulan kebih dari 300 ekor, kecuali menjelang hari raya kurban tahun 1437 H mencapai 700 ekor lebih dan tujuannya tidak hanya ke dua provinsi itu, tetapi sampai ke Kalimantan.

Populasi sapi potong di Malut saat ini tercatat sekitar 18.000 ekor tersebar di sejumlah kabupaten/kota yang menjadi sentra pengembangan sapi potong, seperti Kabupaten Halmahera Barat, Halmahera Timur, Halmahera Tengah, Halmahera Utara dan Kabupaten Kepulauan Sula.

Keberhasilan provinsi kepulauan ini dalam mencapai swasembada sapi potong, bahkan bisa pula mengirim ke provinsi lain, menurut Kepala Dinas Pertanian Malut Musdalifa Ilyas, di antaranya karena adanya komitmen dan keseriusan dari semua instansi terkait dalam melaksanakan program pengembangan sapi potong.

Program pengembangan sapi potong yang dilaksanakan di Malut selama ini di antaranya dalam bentuk pembagian bibit dan indukan sapi kepada masyarakat, baik menggunakan dana APBD maupun APBN yang setiap tahunnya mencapai 1.000 ekor lebih serta pelaksanaan program inseminasi (kawin suntik) untuk memperbanyak angka kelahiran sapi.

Tingginya minat masyarakat untuk mengembangkan sapi potong secara swadaya, juga memberi kontribusi besar dalam upaya meningkatkan jumlah populasi sapi potong di daerah ini, terutama semakin tingginya harga sapi potong di pasaran setempat.

Menurut Musdalifa Ilyas, tingginya minat masyarakat untuk mengembangkan sapi potong secara swadaya itu akan didukung dengan berbagai kebijakan dari instansi terkait, misalnya dukungan pendanaan dalam bentuk pembelian fasilitas kredit usaha rakyat (KUR) unutk pembelian bibit atau indukan sapi serta penyebaran tenaga penyuluh untuk memberikan pendampingan kepada masyarakat yang mengembangkan ternak sapi potong.

Selain itu, akan mengupayakan keterlibatan kalangan dunia usaha dalam pengembangan sapi potong di daerah ini, baik yang sifatnya mengembangkan secara langsung maupun hanya melakukan usaha penggemukan.


Sumber Sapi Potong

Keberhasilan Maluku Utara dalam mengembangkan sapi potong tampaknya menjadi motivasi tersendiri bagi Dinas Pertanian Malut untuk menjadikan daerah ini sebagai sumber sapi potong nasional, paling tidak untuk wilayah timur Indonesia.

Oleh karena itu, Distan Malut terus melakukan berbagai terobosan dalam mengoptimalkan pengembangan sapi potong di daerah ini, baik melalui program seperti yang sudah dilaksanakan selama ini maupun melalui program baru.

Salah satu program baru yang akan dilaksanakan Distan Malut, menurut Musdalifa Ilyas adalah mendorong para petani di daerah ini, khususnya yang memiliki perkebunan kelapa, cengkih dan pala untuk memanfaatkan lahannya menjadi lokasi pemeliharaan sapi potong.

Distan akan memberikan berbagai bantuan kepada petani yang akan melakukan program itu, di antaranya berupa pemberian bantuan bibit atau indukan sapi serta memfasilitasi kerja sama antara pengusaha dan petani untuk bekerja sama dalam pengembangan sapi potong.

Melalui program itu diharapkan selain bisa mendorong peningkatan populasi sapi potong di daerah, juga sekaligus bisa menjadi solusi bagi para petani yang selama ini mengeluhkan rendahnya pendapatan akibat anjloknya harga komoditas pertanian.

Ketua Asosiasi Pengusaha Sapi Potong (APSP) Malut Ibrahim, mengatakan, peluang daerah ini menjadi sumber sapi potong nasional sangat besar, karena selain adanya komitmen kuat dari pemda setempat dalam pengembangan sapi potong, juga didukung dengan tingginya minat masyarakat serta potensi lahan pengembangan sapi potong.

Namun untuk mewujudkan hal itu harus pula didukung berbagai regulasi, seperti mengenai pengetatan terhadap pengiriman sapi potong ke provinsi lain, terutama mengenai jenis dan usia sapi potong yang akan dikirim guna menjamin kesinambungan populasi sapi di daerah ini.

Pupulasi sapi potong di Malut saat ini tercatat sekitar 18.000 ekor, sedangkan kebutuhan daerah ini, baik untuk daging maupun hewan kurban sekitar 2.000 ekor per tahun.

Kalau tidak ada regulasi pengetatan pengiriman sapi potong ke provinsi lain, menurut Ibrahim, tidak tertutup kemungkinan pengiriman sapi potong akan dilakukan tanpa kendali sehingga mengakibatkan terjadinya krisis sapi potong di darah ini, yang pada gilirannya terpaksan kembali mendatangkan sapi potong dari provinsi lain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Regulasi lain yang perlu dikeluarkan pemda di Malut adalah penetapan harga jual sapi potong di tingkat peternak, karena kalau tidak ada regulasi seperti itu akan membuat peternak seenaknya menetapkan harga sapi potong sehingga pada gilirannya tidak bisa mewujudkan keinginan pemerintah pusat untuk mewujudkan harga daging yang murah di pasaran. 

Pewarta: La Ode Aminuddin

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016