Paket Kebijakan XIV tentang peta jalan e-commerce sejatinya adalah kabar baik bagi para technopreneur di Tanah Air.

Melalui roadmap tersebut, Pemerintah mendeklarasikan diri untuk mendukung pengembangan dunia digital Indonesia bahkan hingga ke ranah keamanan transaksi siber.

Merespons kabar baik tersebut, banyak pihak kemudian meyakini bahwa prospek pemasaran produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) makin cerah pascapeluncuran Paket Kebijakan XIV.

Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasi dan UKM I Wayan Dipta mengatakan bahwa paket kebijakan tersebut menjadi kabar baik dan peluang yang makin besar bagi para pelaku UMKM untuk memperluas pasarnya melalui e-commerce.

"Prospek pemasaran produk UMKM makin besar dan luas melalui platform e-commerce yang peta jalannya sudah diatur dalam Paket Kebijakan XIV yang terbaru ini," katanya.

Paket kebijakan tersebut akan mengutamakan dan melindungi kepentingan nasional, khususnya terhadap UMKM serta pelaku usaha pemula (startup).

Selain itu, juga mengupayakan peningkatan keahlian sumber daya manusia pelaku sistem perdagangan nasional berbasis elektronik (e-commerce).

Beberapa aspek regulasi yang diatur di dalamnya, antara lain, terkait dengan pendanaan, terutama optimalisasi KUR untuk tenant pengembang platform; hibah untuk inkubator bisnis pendamping startup; dana USO untuk UMKM digital dan startup e-commerce platform; angel capital; seed capital dari Bapak Angkat; crowdfunding; dan pembukaan DNI.

Dalam aturan perpajakan juga akan dilakukan pengurangan pajak bagi investor lokal yang berinvestasi di startup; penyederhanaan izin/prosedur perpajakan bagi startup e-commerce yang omzetnya di bawah Rp4,8 miliar/tahun; dan persamaan perlakuan perpajakan sesama pengusaha e-commerce.

Wayan mengatakan bahwa UMKM termasuk di dalamnya para startup atau wirausaha pemula memiliki peluang yang besar, terutama karena Indonesia adalah salah satu pengguna internet terbesar di dunia, mencapai 93,4 juta orang dan pengguna telepon pintar (smartphone) mencapai 71 juta orang.

"Dengan potensi yang begitu besar, pemerintah menargetkan bisa tercipta 1.000 technopreneurs dengan valuasi bisnis sebesar 10 miliar dolar AS dengan nilai e-commerce mencapai 130 miliar dolar AS pada tahun 2020," katanya.

Dalam jangka pendek, Wayan mengatakan bahwa pihaknya akan mendorong lebih banyak UMKM masuk ke dalam bisnis berplatform e-commerce termasuk dengan melibatkan dan bekerja sama dengan e-marketplace yang sudah ada.

"Kita akan dorong dan kawal UMKM yang akan masuk bergabung ke situ," katanya.

Tahun depan, misalnya, pihaknya akan memfasilitasi sedikitnya 500 UMKM untuk memasuki e-commerce.

"Itu belum termasuk yang difasilitasi melalui kerja sama kami dengan PT Telkom, PT Pos, dan lain-lain. Dari Kemenkominfo sendiri, sudah ada komitmen untuk menyediakan satu juta domain gratis untuk UMKM," katanya.

Ia berharap salah satu langkah dan gerakan yang baik dalam e-commerce tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh para pelaku UMKM di Indonesia.

    
Pola "Crowdfunding"

Sejuta peluang bagi UKM itu pun segera ditindaklanjuti melalui berbagai langkah. Sejumlah upaya lanjutan di antaranya pemberdayaan dari sisi pembiayaan.

Kemenkop di sisi lain misalnya juga merintis pembentukan platform "crowdfunding" atau urun dana milik pemerintah untuk mendanai proyek-proyek yang dikembangkan UMKM berbasis e-commerce.

Sesaat setelah Paket Kebijakan XIV tentang peta jalan e-commerce diluncurkan, kata Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM Braman Setyo, pihaknya langsung berkoordinasi dengan para peneliti di perguruan tinggi.

"Pada Paket Kebijakan XIV tentang roadmap e-commerce, kita langsung melakukan koordinasi dengan peneliti dari Universitas Indonesia," katanya.

Braman mengatakan bahwa pihaknya bersama UI merintis pendirian platform "crowdfunding" milik pemerintah yang berbasis elektronik.

"Crowdfunding" adalah praktik pendanaan proyek atau usaha dengan cara patungan/mengumpulkan sejumlah uang dari sejumlah orang.

Tidak seperti investor tradisional, "crowdfunding" didanai oleh masyarakat umum.

"Tujuan pendirian platform tersebut adalah untuk meminimalisasi cost (bunga) yang akan muncul apabila sebuah platform 'crowdfunding' dimiliki oleh swasta," katanya.

Pada tahun anggaran 2017, kata Braman, anggaran pembangunan platform tersebut telah disiapkan dan konsep kebijakannya akan dibahas dalam fokus group diskusi dan akan dibicarakan dalam waktu dekat dengan stakeholder meliputi OJK, BI, Kemenkominfo, dan lain-lain.

Hal itu dilakukan, menurut Braman, mengingat sasaran dari Paket Kebijakan XIV lebih utama untuk mencarikan pembiayaan murah bagi startup capital, menciptakan iklim usaha yang mendukung dari sisi pajak, perlindungan konsumen, pendidikan, logistik, dan infrastruktur.

"Upaya ini juga merupakan salah satu pilar untuk mendukung strategi nasional keuangan inklusif," katanya.

Dalam paket kebijakan terkait dengan roadmap e-commerce, terdapat sejumlah aspek penting di antaranya terkait dengan pendanaan.

Dalam aspek ini pemerintah akan mempermudah dan memperluas akses pendaan melalui berbagai skema di antaranya KUR untuk tenant pengembangan platform, hibah untuk inkubator bisnis yang akan membimbing/mendampingi startup, dan dana untuk UMKM digital dan startup e-commerce platform.

Selain itu, juga melalui angel capital yang diperlukan saat startup masih berada dalam tahap "valley of death" (usaha masih merugi) dalam tahap komersialisasi, seed capital dari Bapak Angkat, dan "crowdfunding", yaitu pendanaan alternatif yang dananya dihimpun dari kelompok/komunitas tertentu atau masyarakat luas.

    
Potensi Besar

Peta jalan e-commerce menjadi kabar baik bagi banyak pihak yang menjalankan bisnisnya berbasis dunia maya.

Pengamat e-commerce Kun Arief Cahyantoro menilai Paket Kebijakan XIV sangat bagus karena akan menjadi dasar atau fondasi yang kuat bagi sistem ekonomi bangsa dan negara sebab paradigma ekonomi ke depan menempatkan ekonomi sebagai bagian dari sumber daya.

"Sisi baiknya, jika paket kebijakan tersebut dapat menggerakkan pebisnis Indonesia menjadi pelaku dari ekonomi, baik regional maupun internasional. Minusnya, jika paket kebijakan ekonomi ini hanya menarik pebisnis asing sebagai peluang untuk membangun bisnis di Indonesia dan rakyat Indonesia hanya menjadi pasar bagi mereka," katanya.

Kun Arief menilai kebijakan tersebut akan mendorong pertumbuhan e-commerce, termasuk UKM di dalamnya.

"Akan tetapi, yang harus menjadi perhatian adalah jangan sampai kebijakan ini hanya melihat dari sisi bisnis dan sisi teknis e-commerce, tidak dari sisi manusianya," katanya.

Menurut dia, e-commerce sebaiknya dipandang sebagai sarana untuk memperbesar wawasan kewirausahaan dengan tujuan meningkatkan jumlah wirausaha di Indonesia.

Pasalnya, tolak ukur keberhasilan pertumbuhan e-commerce Indonesia sebaiknya memang diukur dari meningkatnya pertumbuhan jumlah wirausaha lokal dan UKM di Indonesia.

Selama ini kurangnya wawasan kewirausahaan dan "soft-skill" bagi para startup e-commerce dan UKM untuk membangun bisnis menjadi kendala paling berarti.

Mereka juga menghadapi kendala dari sisi pembiayaan sehingga pendanaan startup e-commerce harus dapat dibuat sesederhana mungkin tanpa meninggalkan prinsip keamanan bisnis investasi.

Pemerintah disarankan Kun Arief agar sebaiknya dapat memfasilitasi pendanaan startup e-commerce dengan konsep Public-Private-Parnership (PPP) menggunakan institusi keuangan negara, misalnya bank pemerintah, untuk menghimpun dana dari dalam dan luar negeri.

"Bentuknya dapat berupa badan khusus di bawah bank pemerintah sebagai pengelola dana bagi startup commerce sekaligus sebagai pengelola dana investasi masyarakat danpemerintah. Hal ini akan sangat membantu startup e-commerce karena rata-rata mereka tidak memiliki akses untuk pendanaan," katanya.

Ia juga menggarisbawahi kemungkinan dirilisnya skema baru khusus e-commerce dalam program Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Dengan dukungan tersebut, sejuta peluang UKM untuk berkembang pun makin terbuka melalui peta jalan e-commerce.

Pewarta: Hanni Sofia Soepardi

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016