Ambon, 27/7 (Antara Maluku) - Gubernur Maluku Said Assagaff menegaskan, perayaan dua abad pahlawan nasional, Martha Christina Tiahahu pada 2 Januari 2018 harus menginspirasi dan membangkitkan generasi muda di provinsi ini agar bangkit dan berjuang membangun daerah.

"Perayaan 200 tahun Srikandi Maluku itu harus menjadi inspirasi dan membangkitkan semangat generasi muda untuk menerobos berbagai sekat dan penindasan yang terjadi saat ini demi kemajuan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di Maluku," katanya pada Talk Show menyongsong dua abad pejuangan Martha Christina Tijahahu, di Ambon, Kamis.

Gubernur Said dalam sambutan tertulis dibacakan Staf Ahli Bidang Pembangunan, Ekonomi dan Keuangan, Ronny Tairas, mengemukakan, perjuangan Martha Christina Tiahahu bersama Thomas Matulessy berjuluk Kapitan Pattimura merupakan gerakan terhadap ketidakadilan dalam dimensi yang luas dan tidak sekedar ketidakadilan gender dalam arti tertentu.

Perjuangan para pahlawan bangsa tersebut, hendaknya tidak membuat semua komponen di Maluku terjebak dalam penafsiran, kecurigaan bahkan kesesatan karena hal tersebut hanya semata-mata untuk memperkuat hegemoni suatu kelompok tertentu dan menistakan nilai kemanusiaan, keadilan dan kebebasan sebagai nilai universal dalam perjuangan mereka.

"Perjuangan Martha Christina dua abad lalu hanya karena didorong jeritan hati akibat penderitaan rakyat dalam dimensi yang utuh serta rasa solider dengan mengambil prakarsa untuk menghadirkan dirinya sendiri ke dalam gerakan perjuangan besar dan mulia," kata Gubernur.

Menurutnya, dewasa ini generasi muda di Maluku memerlukan perspektif dan dorongan seperti seperti yang dilakukan pahlawan nasional Martha Christina dan kawan-kawannya.

Perjuangan keadilan termasuk keadilan gender harus pertama-tama didorong oleh solidaritas dan kepekaan diri yang kuat akan realitas ketidakadilan secara komprehensif.

"Karena itu saya meminta maaf sebab tidak mau menyebut perjuangan Martha Christina sebagai tonggak pergerakan perempuan Maluku. Walaupun disadari bahwa kaum perempuan Maluku ingin dan harus mendapat suatu spirit dan tokoh historik yang bisa dijadikan model," ujarnya.

Dia memandang perlu, perjuangan Srikandi Maluku tersebut hendaknya tidak dimaknai secara sempit dan hanya mendiskusikan masalah-masalah perempuan, kesetaraan dan keadilan gender. Jadi tidak hanya dipandang dari nilai tradisional seperti budaya patriaki yang arogan, stereotype dan stigma sosial terhadap perempuan.

"Perjuangan Martha Christina adalah suatu gerakan protes sosial-politik yang sangat mendasar. Hal ini yang harus menjadi ciri dan jadi diri seluruh masyarakat di Maluku dalam memperjuangkan ketidakadilan pembangunan yang dirasakan saat ini," tambahnya.

Talk show tersebut menghadirkan empat pembicara yakni Anggota DPD RI, Novita Anakota, Kadis Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Maluku, Megie Samson, Ketua Kaukus Perempuan Maluku, Olivia Latuconsina dan pengagum Martha Christina, Joan Raturandang Leleury.

Ketua Panitia Perayaan Dua Abad Ina Ata (Nenek Martha), Lusy Peilouw mengatakan, talk show tersebut menjadi rangkaian perayaan dua abad Martha Christina Tijahahu dengan puncaknya pada 2 Januari 2018.

Talk show tersebut juga untuk menggali sejarah dan nilai-nilai perjuangan, feminisme, penegakan hukum yang terkandung dalam perjuangan Martha Christina Tijahahu dan diharapkan bermuara bermuara pada kebijakan-kebijakan pembangunan di Maluku.

"Kami berharap melalui kegiatan ini pemerintah dapat menggunakan nilai-nilai perjuangan tersebut sebagai kerangka pikir untuk membangun Maluku di masa mendatang. Para peserta yang berasal dari berbagai komponen masyarakat, aktivis, organisasi perempuan dan mahasiswa diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap rumusan perjuangan Martha Christina Tijahahu," katanya.

Sejumlah kegiatan lain yang akan dilakukan yakni kelas inspirasi Ina Ata di Pulau Nusalaut-Saparua-Haruku yang disebut Kepulauan Lease pada 23 Agustus 2017, seminar nasional di Jakarta dan pembangunan monumen Martha Christina Tiahuhu menggantikan yang telah lama di Negeri Abubu, kecamapat Nusalaut, karena tidak layak lagi.

Sebelumnya, lima ahli waris pahlawan nasional tersebut, yakni Leonard, Frans, Alexander, Petrus maupun Martha Christina Tijahahu pada 18 Mei 2017 menyurati Gubernur Maluku Said Assagaff untuk membangun monumen baru di Negeri Abubu karena yang lama dinilai tidak layak.

Martha dalam suatu operasi pembersihan kolonial Belanda pada Desember beserta 39 orang lainnya tertangkap dan dibawa dengan kapal Eversten ke Pulau Jawa untuk dipekerjakan secara paksa di perkebunan kopi.

Selama di atas kapal, kondisi kesehatan Martha Christina Tiahahu memburuk. Dia menolak makan dan pengobatan.

Akhirnya pada 2 Januari 1818, selepas Tanjung Alang, Pulau Ambon, Martha Christina Tiahahu menghembuskan nafas terakhir. Jenazah Martha Christina Tiahahu disemayamkan dengan penghormatan militer ke laut Banda.

Berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 012/TK/Tahun 1969 tertanggal 20 Mei 1969, Martha Christina Tiahahu yang lahir pada 4 Januari 1980 secara resmi diakui sebagai pahlawan nasional.

Pewarta: Jimmy Ayal

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017