Ternate, 8/8 (Antara Maluku) - Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Maluku Utara (Malut) diminta menjajaki kemungkinan pengembangan produksi garam di kabupaten itu dengan memanfaatkan potensi pesisir pantai di 800 lebih pulau di provinsi ini.
"Kalau hasil pengkajian pengembangan produksi garam memungkinkan dilakukan maka DKP perlu memprogramkannya dengan memanfaatkan nelayan pesisir sebagai pelaku utama," kata anggota Komisi III DPRD Malut Irfan Umasugi di Ternate, Selasa.
Banyak teknologi produksi garam yang bisa diadopsi di Malut, di antaranya teknologi yang diperkenalkan Badan Pengkajian dan Pengembangan teknologi (BPPT) yang dapat menghasilkan garam dalam waktu empat hari atau jauh lebih singkat jika dibandingkan dengan cara konvesional yang membutuhkan waktu dua belas hari.
Menurut dia, pengembangan produksi garam memiliki prospek cerah, karena selain merupakan salah satu kebutuhan penting baik untuk konsumsi maupun industri, juga untuk memenuhi kebutuhan garam nasional yang mencapai empat juta ton per tahun, sebagian masih harus diimpor.
Bahkan dalam beberapa bulan terakhir ini, stok garam di Indonesia menipis mengakibatkan harga garam di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Malut melonjak mengusul berkurangnya produksi garam di berbagai sentra produksi garam.
"Masyarakat pesisir di Malut secara kultrul memang tidak terbiasa dengan usaha produksi garam, tetapi hal ini tidak menjadi masalah karena bisa diatasi dengan cara memberikan pelatihan dan kalau usaha produksi garam dapat memberi keuntungan, pasti mereka akan tertarik menggelutinya," katanya.
Pesisir pantai di Malut yag dinilai potensial untuk pengembangan produksi garam, di antaranya di Pulau Morotai Kabupaten Pulau Morotai dan Pulau Kayoa Kabupaten Halmahera Selatan yang selama ini dikenal sebagai daerah dengan cuaca yang panas.
Irfan menambahkan, DKP Malut juga harus proaktif melakukan lobi ke pemerintah pusat untuk mendapatkan dukungan dalam pengkajian kemungkinan pengembangan produksi garam di Malut, termasuk pengadaan teknologinya kalau hasil pengkajian nanti memungkinkan pengembangan produksinya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017
"Kalau hasil pengkajian pengembangan produksi garam memungkinkan dilakukan maka DKP perlu memprogramkannya dengan memanfaatkan nelayan pesisir sebagai pelaku utama," kata anggota Komisi III DPRD Malut Irfan Umasugi di Ternate, Selasa.
Banyak teknologi produksi garam yang bisa diadopsi di Malut, di antaranya teknologi yang diperkenalkan Badan Pengkajian dan Pengembangan teknologi (BPPT) yang dapat menghasilkan garam dalam waktu empat hari atau jauh lebih singkat jika dibandingkan dengan cara konvesional yang membutuhkan waktu dua belas hari.
Menurut dia, pengembangan produksi garam memiliki prospek cerah, karena selain merupakan salah satu kebutuhan penting baik untuk konsumsi maupun industri, juga untuk memenuhi kebutuhan garam nasional yang mencapai empat juta ton per tahun, sebagian masih harus diimpor.
Bahkan dalam beberapa bulan terakhir ini, stok garam di Indonesia menipis mengakibatkan harga garam di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Malut melonjak mengusul berkurangnya produksi garam di berbagai sentra produksi garam.
"Masyarakat pesisir di Malut secara kultrul memang tidak terbiasa dengan usaha produksi garam, tetapi hal ini tidak menjadi masalah karena bisa diatasi dengan cara memberikan pelatihan dan kalau usaha produksi garam dapat memberi keuntungan, pasti mereka akan tertarik menggelutinya," katanya.
Pesisir pantai di Malut yag dinilai potensial untuk pengembangan produksi garam, di antaranya di Pulau Morotai Kabupaten Pulau Morotai dan Pulau Kayoa Kabupaten Halmahera Selatan yang selama ini dikenal sebagai daerah dengan cuaca yang panas.
Irfan menambahkan, DKP Malut juga harus proaktif melakukan lobi ke pemerintah pusat untuk mendapatkan dukungan dalam pengkajian kemungkinan pengembangan produksi garam di Malut, termasuk pengadaan teknologinya kalau hasil pengkajian nanti memungkinkan pengembangan produksinya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017