Jakarta, 26/8 (Antara) - Perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan obat-obatan/bahan berbahaya (narkoba) yang melanda dunia berimbas ke Tanah Air. Narkoba sudah merambah ke seluruh wilayah Tanah Air dan menyasar ke berbagai lapisan masyarakat.

Sasaran peredaran bukan hanya tempat-tempat hiburan malam, tetapi sudah juga ke daerah permukiman, kampus, sekolah, rumah kos/indekos, bahkan di lingkungan rumah tangga dan anak-anak.

Jumlah penyalahguna di Indonesia hingga November 2015 mencapai 5,9 juta orang. Setiap hari, 40 hingga 50 orang tewas karena narkoba.

Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang mengancam dunia dan bisa digunakan sebagai salah satu senjata dalam "proxy war" untuk melumpuhkan kekuatan bangsa.

Oleh karena itu, kejahatan ini harus diberantas dan ditangani secara komprehensif dan menyeluruh.

Sebagai negara yang menjadi salah satu sasaran terbesar peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika yang dikendalikan oleh jaringan nasional dan internasional, Indonesia telah mengambil langkah tegas dalam menghadapi bentuk perang modern ini.

Perang terhadap narkoba misalnya dilakukan Sri Hayuni (62 tahun) yang banyak terlihat dalam beberapa kegiatan sosialisasi pencegahan narkoba di wilayah Jakarta.

Sri menjalani kehidupan sebagai relawan untuk pemulihan hampir 10 tahun lamanya di Yayasan Permata Hati Kita (Yakita) dan saat ini menjabat sebagai ketua yayasan yang memulihkan para korban narkoba.

Terjunnya Sri sebagai relawan bukan hal yang kebetulan, tapi karena ada yang menforongnya untuk menyelamatkan anak bangsa.

Beberapa tahun lalu salah satu puteranya menjadi korban penyalahgunaan narkoba.

Di wajah ibu ini masih tersirat masih kesedihan saat dia dan keluarga menghadapi cobaan dan harus menyelamatkan sang anak.

"Anak pertama saya saat menjadi korban narkoba berusia 19 tahun. Sebagai seorang ibu, saya sangat shock melihat keadaan itu," kata Sri.

Perasaan bersalah atas apa yang menimpa dirasakan oleh ibu tiga anak ini. Realita bahwa anaknya korban penyalahgunaan narkoba harus ia jalani.

Tidak ada satu pun orangtua yang ingin anaknya menjadi pecandu barang haram itu.

"Paling berat yang saya hadapi adalah lingkungan sekitar," katanya.

Diceritakannya pada 1997 anaknya candu ekstasi, terlihat dari sisi emosional dan beberapa aktivitas yang mulai ditinggalkan anak laki-laki pertamanya itu.

"Setelah menggunakan ekstasi anak saya ketahuan menggunakan putau, karena ditemukan aluminium foil di mobilnya," kata Sri.

Untuk menolong jiwa permata hatinya tersebut, Sri dan suami berkelililing Jakarta untuk mencari tempat rehabilitasi guna memulihkan anaknya yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba.

Namun dia tidak menemukan tempat rehabilitasi yang menurutnya baik.

"Saya tidak mau detoks dengan obat, akhirnya saya mengirim anak saya ke Pondok Pesantren di Jawa Timur," kata Sri.

Dia bersama suami bahu membahu untuk menyelamatkan anak mereka itu, sampai pada 2000 bertemu dengan pengelola Yakita yakni Joice, yang melakukan rehabilitasi tanpa detoks obat.

"Selama dua tahun dari 2000 sampai 2002, anak saya menjalani rehabilitasi dan akhirnya pulih sampai sekarang," kata Sri dengan haru.

Menurut dia, pulih dari candu narkobs bukan secara fisik semata, tapi emosionalnya juga harus pulih.

"Penyalahgunaan narkoba itu menyerang empat aspek kehidupan manusia, yakni fisik, mental, emosional dan spiritual," katanya.


Umur 11 tahun gunakan kokain

Korban penyalahgunaan narkoba bukan saja karena ingin coba-coba atau pengaruh lingkungan pergaulan, tapi juga karena ketidaktahuan tentang bahaya narkoba itu.

Dampak penyalahugunaan narkoba yang utama adalah kesehatan, sosial dan ekonomi, penegakan hukum serta keamanan negara.

Ketidaktahuan itulah, akhirnya salah satu korban penyalahgunaan di Jakarta bernama Dinda (28) sudah menggunakan kokain pada usia 11 tahun saat dia masih duduk di kelas lima SD.

Awalnya Dinda diberi kokain oleh temannya sesama pemain basket yang sudah duduk di bangku SMA.

"Aku tidak tahu kalau itu kokain, aku kira hanya suplemen atau vitamin. Teman saya bilang kalau menggunakan kokain tidak cepat lelah waktu belajar atau main basket," kata Dinda.

Anak kelima dari sembilan bersaudara ini baru tahu pada waktu ada penyuluhan saat SMP kelas dua, karena ada slide gambar yang ditampilkan tentang jenis - jenis narkoba.

Setelah tahu bahwa itu narkoba jenis kokain, Dinda masih belum sadar, namun dampak dari kokain ini membuatnya semakin kecanduan dan progresif. Sampai usia 18 tahun akhirnya dia pulih dari kecanduan kokain. Namun saat mengalami goncangan karena perceraian dengan suaminya, saat usia 24 tahun, Dinda kambuh lagi dan menjadi pecandu.

"Kali ini aku menggunakan putau, aku sembuhnya dari putau setelah sadar dan terus terang kepada papa karena tidak sanggup lagi dan minta tolong untuk direhabilitasi," katanya.

Dampak putau menurut Dinda sangat beda dari narkoba lain.

Kalau menggunakan narkoba selain putau dampaknya lebih ke mental. Bila menggunakan putau dampaknya ke fisik dan sakit - sakit semua badan dan sudah tidak kuat lagi rasanya.

Wanita bertubuh kurus kecil dan berkulit putih ini mengatakan dampak penyalahgunaan narkoba bukan hanya pada pribadi pengguna tapi juga keluarganya.

Akhirnya Dinda melakukan rehabilitasi di Yakita selama enam bulan kemudian mengambil kelas konselor. Sudah dua tahun ini, Dinda bergabung di Yakita sebagai konselor yang membantu para pecandu terlepas dari jeratan zat adiktif tersebut.

         
Masuk sebagai kurikulum

Sebagai korban penyalahgunaan narkoba karena ketidaktahuannya, Dinda mengharapkan agar tidak ada korban seperti dirinya. Dia mengharapkan agar pemerintahan dalam menjalankan program pencegahan narkoba, memasukan tentang bahaya narkoba sebagai kurikulum sekolah bukan sebagai ekstrakurikuler.

"Apalagi saat ini pemerintah sudah menyatakan darurat narkoba, saya pengennya tentang zat adiktif ini ada di materi kurikulum sekolah dan untuk dipelajari apa bahayanya," kata Dinda.

Sebagai konselor, dia pernah menemukan anak masih balita menggunakan sabu, karena ketidaktahuan lingkungan sekitarnya.

Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional, sepanjang tahun 2016 BNN telah melaksanakan tugas di bidang demand reduction berupa advokasi, sosialisasi, dan kampanye "Stop Narkoba" sebanyak 12.566 kegiatan yang melibatkan 9.177.785 orang dari berbagai kalangan, baik kelompok masyarakat, pekerja, maupun pelajar. Tercatat sebanyak 894 instansi pemerintah dan swasta, serta 834 kelompok masyarakat dan lingkungan pendidikan, yang didorong BNN untuk peduli terhadap permasalahan narkotika, hingga akhirnya memiliki kebijakan pembangunan berwawasan anti narkoba.

Pada 2016, BNN memberikan layanan rehabilitasi terhadap 22.485 pecandu dan penyalah guna narkotika serta layanan pascarehabilitasi terhadap 10.782 mantan pecandu dan penyalah guna narkotika.

Dari jumlah tersebut terdapat 15.971 pecandu dan penyalah guna narkotika yang telah selesai menjalani program rehabilitasi dan 9.408 mantan pecandu serta penyalah guna narkotika yang telah selesai menjalani program pascarehabilitasi.

Jumlah tersebut terdata 7.292 mantan pecandu yang tidak kambuh kembali dari lembaga rehabilitasi instansi pemerintah maupun komponen masyarakat dan 2.131 mantan pecandu dari lembaga pascarehabilitasi.

Program rehabilitasi dari instansi pemerintah terdiri dari layanan rehabilitasi rawat jalan dan rawat inap. Jumlah penyalah guna, pecandu, dan korban penyalah guna yang memperoleh layanan rehabilitasi rawat jalan adalah 13.026 orang dari target 5.300 orang atau sekitar 245,77 persen dari target yang ditetapkan.

Selain melaksanakan program rehabilitasi rawat jalan, BNN juga melaksanakan program rehabilitasi rawat inap terhadap 7.379 orang. Secara keseluruhan jumlah penyalah guna, pecandu dan korban penyalah guna yang memperoleh layanan rehabilitasi di instansi pemerintah mencapai 20.223 orang.

Rehabilitasi merupakan proses layanan secara terpadu untuk membebaskan penyalah guna dan atau pecandu narkotika dari ketergantungan dan pemulihan baik fisik, mental maupun sosial, agar dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan bermasyarakat.

Selanjutnya BNN juga memiliki program pascarehabilitasi yang merupakan tahapan pembinaan lanjutan yang diberikan kepada penyalahguna dan atau pecandu narkoba setelah menjalani rehabilitasi dan merupakan bagian yang integral dalam rangkaian rehabilitasi ketergantungan narkoba.

Pewarta: Susylo Asmalyah

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017