Kasus sodomi di tanah air terjadi lagi. Mirisnya, sodomi dilakukan oleh WS alias "Babeh" seorang guru honorer Madrasah di Tangerang, Banten.

Berdasarkan keterangan Polresta Tangerang, korban sodomi berusia 7 - 15 dan semula berjumlah 25 orang, hingga kini yang terlapor bertambah menjadi 41 orang.

Saat ini, para korban yang disodomi tersangka telah mendapatkan pemulihan trauma dan pendampingan dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).

Sebelumnya, kasus ini dilatarbelakangi oleh kepercayaan anak-anak terhadap tersangka yang memiliki ajian atau kekuatan dan bisa mengobati orang sakit.

Tersangka pun bersedia memberikan ajian tersebut dengan syarat anak-anak rela disodomi olehnya.

Kesediaan anak-anak untuk disodomi tak terlepas dari iming-iming ketakutan yang ditanamkan tersangka kepada mereka.

Menanggapi kasus itu, Menteri PPPA, Yohana Yembise meminta dengan tegas agar aparat penegak hukum memberikan hukuman yang setimpal bagi tersangka dan menghimbau agar orang tua mampu meningkatkan kepercayaan diri anak - anaknya dan mengawasi perubahan anak, serta menghimbau agar pihak sekolah lebih selektif memilih pengajar.

"Kami kecewa terhadap kasus sodomi yang dilakukan seorang guru terhadap anak-anak. Saya meminta agar aparat penegak hukum memberikan hukuman yang berat sesuai tindakan tersangka. Saya pun mengimbau para orang tua agar lebih peka terhadap perubahan pada anak. Selain itu, orang tua juga harus mampu meningkatkan kepercayaan diri pada anak tanpa bantuan orang pintar atau oknum - oknum yang bisa menjanjikan prestasi atau kemampuan diri," tegas Menteri Yohana.

Menteri juga meminta agar tetap dilakukan trauma healing terhadap para korban dan menghimbau agar pihak sekolah atau madrasah lebih selektif memilih pengajar yang seharusnya menjadi pengganti orang tua di lingkungan pendidikan.

Apa yang telah dilakukan oleh pelaku telah mengarah pada pelanggaran Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dimana Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu
muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

Jika terbukti bersalah, tersangka akan dijerat Pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi UU, dengan ancaman hukuman penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Dalam hal tindak pidana yang dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana.

Selain itu dalam pasal 82 juga disebutkan, dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau
hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana.

Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud, pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas, rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi.


Korban Video Porno

Sementara itu, kasus pedofilia kembali menggemparkan tanah air dengan muncul video porno berisi adegan intim seorang wanita dewasa berinisial IN dengan 3 orang anak berinisial DN (9 tahun), SP (11 tahun) dan RD (9 tahun).

Menteri PPPA, Yohana Yembise mengecam para pihak yang terlibat dalam pembuatan video porno yang didalamnya terdapat dua anak di bawah umur dan seorang perempuan dewasa sebagai objek, terutama para pihak yang mendanai, memfasilitasi, atau yang melibatkan perempuan dan anak dalam video porno tersebut.

Menteri mengapresiasi langkah cepat pihak kepolisian dalam mengusut tuntas kasus tersebut.

"Saya meminta agar pihak kepolisian segera mengusut tuntas video tersebut, serta dilakukan pembinaan, pendampingan dan pemulihan terhadap anak korban atau pelaku pornografi sesuai dengan PP nomor 40 Tahun 2011," tegasnya.

Kapolda Provinsi Jawa Barat, Agung Budi saat memberikan keterangan terkait perkembangan kasus video porno tersebut menyatakan, Kepolisian Daerah (Polda) Provinsi Jawa Barat telah berhasil meringkus 6 orang yang ditetapkan sebagai tersangka yaitu F sebagai otak pelaku kejahatan ini, CI, IM, SUS, HER, dan IN yang merupakan pemeran wanita di video.

Modus operandi yang dilakukan yaitu tindak pidana persetubuhan dan pencabulan serta eksploitasi terhadap anak di bawah umur dengan memproduksi dan menyebarluaskan pornografi melalui informasi elektronik. Hasil identifikasi menyatakan bahwa video tersebut diambil di 2 hotel berbeda di kota Bandung, Jawa Barat dan terjadi sekitar bulan April - Juni 2017 dan Agustus 2017.

Hasil penyelidikan Polda Jabar, produksi konten pornografi ini diduga didanai oleh warga Negara Kanada berinisial R dan N yang dikenal oleh tersangka F melalui aplikasi media sosial Rusia, dengan total pendanaan sebesar 31 Juta Rupiah. Pendanaan ini berindikasi pada kejahatan jaringan internasional

Menteri Yohana menjelaskan bahwa para tersangka dapat dijerat Pasal 35 UU No.4 Tahun 2008 tentang Pornografi, dan akan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000 (enam miliar rupiah).

Mengingat para tersangka telah melibatkan anak sebagai objek pornografi, maka berdasarkan pasal 37 UU No.4 Tahun 2008 hukumannya pun akan di tambah 1/3 (sepertiga) dari maksimum ancaman pidananya.

Dugaan pendanaan oleh warga asing yang tengah di selidiki oleh pihak kepolisian juga menjadi perhatian khusus. “Ada ancaman kejahatan jaringan internasional di sini.

Para warga asing ini bisa di jerat Pasal 33 UU No.4 Tahun 2008 tentang Pornografi. Tersangka akan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp7.500.000.000 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).

Untuk perlindungan anak Indonesia dari jaringan kejahatan Internasional, saya mendesak Kementerian Luar Negeri untuk melakukan kerja sama internasional yang mengacu pada UU NO. 10 Tahun 2012 tentang Pengesahan Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak Mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak dan Pornografi Anak.

Kasus ini menjadi tantangan bagi Pemerintah dalam melindungi anak di Indonesia. Pemerintah terus berupaya membangun integrasi antar Dinas dan elemen pemerintah di daerah seperti identifikasi mendalam bagaimana program dan kebijakan terimplementasi hingga menyentuh lapisan terbawah masyarakat. Pentingnya deteksi secara dini penyebab kasus seperti faktor kemiskinan.

Selain itu mengawal proses penegakan hukum serta fokus dalam memberikan terapi pemulihan (trauma healing) kepada para korban.

Ketua P2TP2A Provinsi Jawa Barat, Netty H. menjelaskan bahwa Sejak 2 hari yang lalu hingga saat ini 3 anak korban video porno telah mendapatkan penanganan rehabilitasi di Shelter Rumah Aman P2TP2A. Korban diberikan advokasi berkala dalam memulihkan kondisinya, memberikan pendampingan secara intens dengan tenaga ahli seperti psikolog serta meminimalisasi paparan dengan orang dewasa yang tidak terkait dengan kasus tersebut.

Hal tersebut bertujuan untuk melindungi anak korban dari segala dampak negatif seperti menarik diri dari pergaulan karena malu, trauma hingga timbul keinginan untuk melakukan hal negatif.

Menteri menambahkan, karena ketiga korban merupakan anak putus sekolah maka akan diberikan pendampingan khusus, melalui Unit Pelayanan Pendidikan Khusus agar hak pengajaran bisa diberikan dan anak-anak mau kembali ke sekolah.

Selain itu, pentingnya kegiatan parenting bagi orangtua dalam melalukan pengawasan, pengasuhan yang terbaik bagi anak-anaknya.

Berdasarkan Pasal 26 ayat (1) Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa Orang Tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan pengasuhan, memelihara, mendidik, melindungi, dan menjamin tumbuh kembang anak.

Dalam hal Orang Tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu sebab tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat beralih kepada Keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain meminta agar pihak kepolisian menindak tegas pelaku sesuai sistem yang berlaku, Menteri Yohana juga meminta agar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memblokir penyebarluasan video porno tersebut.

Pewarta: Tim Humas Kementerian PPPA

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018