Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) baru saja menyelenggarakan Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) yang fokus membahas lima isu strategis bidang pendidikan dan kebudayaan di Sawangan, Jawa Barat.

Terdapat lima isu strategis yang dibahas dalam RNPK yang digelar pada 5 hingga 8 Februari 2018 dan dibuka oleh Presiden Joko Widodo tersebut, yakni permasalahan guru (ketersediaan, perlindungan, peningkatan dan profesionalisme), pembiayaan pendidikan dan kebudayaan oleh pemerintah daerah, revitalisasi pendidikan vokasi dan pembangunan ekonomi nasional, membangun pendidikan dan kebudayaan dari pinggiran, dan penguatan pendidikan karakter.

Dalam rembuk yang mengangkat tema "Menguatkan Pendidikan, Memajukan Kebudayaan" itu mencuat isu pengelolaan pendidikan yang lebih terintegrasi, yakni melalui sistem zonasi.

 Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Menengah Kemdikbud Hamid Muhammad mengatakan sistem zonasi menjadi basis pengelolaan ke depan.

"Tidak hanya untuk penerimaan peserta didik baru (PPDB), tetapi juga penataan guru dan sekolah," ujar Hamid.

Melalui sistem zonasi, maka sistem pengelolaan pendidikan akan lebih efesien dan efektif.

Hamid menjelaskan sistem zonasi yang sudah diterapkan pada Ujian Nasional (UN) kemudian penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang dimulai pada 2017.

Menurut dia, di beberapa kota memang masih ada masalah PPDB, tapi itu biasa karena masih proses transisi.

Melalui sistem tersebut, tak ada lagi yang namanya sekolah favorit karena sekolah harus memprioritaskan siswa yang rumahnya berada di dekat sekolah.

Belajar dari pengalaman tahun sebelumnya, katanya, daya tampung terbatas tapi siswa pengen masuk ke sekolah itu, karena alasan sekolah favorit.

PPDB, kata Hamid, sudah harus transisi dari sistem kompetisi ke sistem zonasi. Dia mengakui memang ada masalah di beberapa kota pada tahun lalu. Oleh karena itu, pihaknya meminta agar dilakukan perbaikan ke depan.

Kalau tidak menerapkan PPDB, katanya, sekolah bermutu tidak akan tumbuh. Pihaknya berharap di tiap zonasi akan tumbuh sekolah bermutu yang baru di setiap zonasi.

Berdasarkan catatan dari Kemdikbud, selama 15 tahun sistem kompetisi, yakni berdasarkan peringkat UN, sekolah yang bermutu hanya itu-itu saja.

Hamid menyebut sekolah bermutu pada 2002 sama dengan 2017. Tentu saja hal itu tidak bagus karena tidak akan memunculkan sekolah bermutu baru.

Sistem zonasi tersebut juga akan diterapkan untuk penataan sekolah. Hal itu dikarenakan dalam satu zona, terdapat sekolah yang kelebihan daya tampung, namun di sisi lain juga ada sekolah yang kekurangan daya tampung.

Kemdikbud mencatat setidaknya ada sekitar 30.000 sekolah di Tanah Air yang muridnya di bawah 60 orang. Kemudian sekolah tersebut, jaraknya hanya satu kilometer dengan sekolah, tapi tidak mau digabung.

Padahal, katanya, kenyataan itu bukan daerah terpencil. Hal itu yang perlu ditertibkan.

Hamid yang juga menjadi pelaksana tugas Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemdikbud itu menjelaskan bahwa ada sekolah negeri, yang walau ruangannya terbatas tetapi menambah rombongan belajar sebanyak-banyaknya. Sehingga sekolah di sekitarnya, terutama sekolah swasta, tidak mendapatkan siswa.

Termasuk sekolah favorit, lebih baik daerah menyiapkan sekolah favorit lain agar tumbuh yang bagus. Sekarang dengan sistem zonasi, kami akan dorong tumbuh, ujar Hamid.

Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bulungan Yunus Luat mengatakan daerah merasakan sekali dampak dari sistem zonasi tersebut untuk memunculkan sekolah bermutu.

Sekolah jadi mmiliki potensi untuk tumbuh bersama. Kalau dulu sebelum ada sistem zonasi, sekolah favorit itu menjadi rebutan. Misalnya kuota hanya 200 yang daftar 800 siswa, kata Yunus.

Akibatnya, banyak siswa yang tak tertampung di sekolah favorit yang kemudian "dibuang" ke sekolah lain.

Namun, katanya, sekarang berbeda. Dengan sistem zonasi, yang mana yang kreatif yang melakukan pengajaran yang baik, maka akan berkualitas.


Penataan Guru

Sistem zonasi tersebut juga akan diterapkan pada penataan guru. Selama ini, terdapat berbagai permasalahan guru, yakni distribusi guru yang tidak merata.

Secara rasio, jumlah guru, termasuk guru PNS dan honorer, perbandingannya mencapai 1:16. Namun guru tersebut lebih banyak berada di perkotaan.

Nanti, kata Hamid, setelah satu atau dua tahun, sistem zonasi ini akan digunakan untuk penataan guru. Jadi guru yang berlebih harus pindah, minimal dalam satu zonasi. Kalau masih berlebih juga pindah ke zona tetangga atau ke luar zona.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan Kemdikbud mulai tahun 2018 fokus pada penataan guru. Tak hanya masalah redistribusi guru, tetapi juga peningkatan profesionalisme guru.

Pihaknya juga sedang merancang guru multisubjek yang diyakini tidak akan mengurangi profesionalisme guru itu.

Menurut Muhadjir, baik guru dan dosen berada dalam Undang-undang yang sama, yakni UU Guru dan Dosen. Namun pada praktiknya terjadi perbedaan yang mencolok, yang mana guru hanya mengajar satu mata pelajaran, sementara dosen leluasa boleh mengajar lebih dari satu mata kuliah.

Pewarta: *

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018