Saumlaki (ANTARA) - Penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) pada Satreskrim Polres Kepulauan Tanimbar menangkap seorang lurah berinisial GL (48) atas dugaan tindakan asusila terhadap seorang siswi SMK yang sedang menjalani Praktek Kerja Lapangan (PKL) di kantornya.
Kapolres Kepulauan Tanimbar AKBP Umar Wijaya di Saumlaki, Ahad menyatakan pihaknya telah menetapkan GL sebagai tersangka setelah melalui serangkaian penyelidikan dan penyidikan. Pelaku kini telah ditahan di Mapolres Kepulauan Tanimbar untuk proses hukum lebih lanjut.
"Pada Sabtu, 21 Desember 2024, kami resmi menangkap dan menahan tersangka. Saat ini, kasusnya dalam penanganan kami," kata Kapolres.
Kapolres menyesalkan tindakan pelaku, yang seharusnya bertanggung jawab memberikan bimbingan kepada siswa PKL, bukan justru menyalahgunakan posisinya.
Ia juga menegaskan bahwa tindakan main hakim sendiri yang dilakukan oleh keluarga korban akan tetap diproses sesuai hukum.
"Negara ini adalah negara hukum. Semua pihak yang melanggar, baik tindakan asusila maupun main hakim sendiri, akan diproses sesuai aturan yang berlaku," tegas Kapolres.
Menurut keterangan dari pihak kepolisian, korban yang masih di bawah umur baru beberapa hari menjalani PKL di kantor kelurahan tersebut ketika pelaku mulai mendekatinya. Dengan bujuk rayu dan janji uang, pelaku membawa korban ke sebuah penginapan untuk melakukan perbuatan asusila. Tidak berhenti di situ, pelaku juga mengulangi aksinya di ruang kerja kantor kelurahan.
Pelaku sempat memberikan uang kepada korban dengan maksud agar korban tidak menceritakan kejadian tersebut kepada keluarga maupun pihak lain. Namun, kejadian ini akhirnya terungkap setelah korban menceritakan peristiwa tersebut kepada pacarnya, yang kemudian memberi tahu keluarga korban.
"Keluarga korban sempat melakukan kekerasan terhadap pelaku sebelum kasus ini dilaporkan. Pelaku mengalami luka dan harus mendapatkan perawatan di rumah sakit," ujar salah satu penyidik.
Sementara Kasat Reskrim Polres Kepulauan Tanimbar, AKP Handry Dwi Azhari, menjelaskan pelaku dijerat dengan Pasal 81 Ayat (1) dan (2) serta Pasal 82 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman bagi pelaku adalah penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda hingga Rp5 miliar.
Handry juga menyoroti meningkatnya angka kasus kekerasan seksual terhadap anak di wilayah Tanimbar, dengan pelaku berasal dari berbagai latar belakang, termasuk pejabat, guru, dan orang tua.
“Kejahatan seksual terhadap anak di Kabupaten Kepulauan Tanimbar harus menjadi perhatian serius semua pihak. Kami berharap pemerintah desa, pemuka agama, dan masyarakat dapat lebih aktif dalam mendukung upaya perlindungan anak," kata Handry.
Hanry mengimbau masyarakat yang mengetahui atau menjadi korban kasus serupa agar tidak ragu untuk melapor.
"Proses hukum ini masih berlanjut, jika ada korban lain yang mengalami hal serupa, kami harap segera datang memberi laporan dan tidak malu memberi keterangan," tandasnya.